Khazanah
Beranda » Berita » Kebijaksanaan: Mata yang Melihat dengan Cahaya Allah Melihat Dunia dengan Mata yang Bijak

Kebijaksanaan: Mata yang Melihat dengan Cahaya Allah Melihat Dunia dengan Mata yang Bijak

Orang duduk di bukit saat senja dengan pandangan tenang, melambangkan kebijaksanaan dan mata yang melihat dengan cahaya Allah.
Ilustrasi menggambarkan simbol kebijaksanaan: pandangan yang tercerahkan, keseimbangan batin, dan ketenangan moral sesuai ajaran Ibn Miskawayh.

Surau.co. Kebijaksanaan adalah cahaya yang menerangi hati dan akal. Ibn Miskawayh dalam Tahdhīb al-Akhlāq wa Taṭhīr al-A‘rāq menekankan bahwa kebijaksanaan bukan sekadar pengetahuan, melainkan kemampuan jiwa untuk menilai, bertindak, dan memahami kehidupan secara seimbang. Fenomena sehari-hari menunjukkan bahwa orang bijak tidak mudah terombang-ambing oleh emosi atau kepentingan sesaat. Mereka melihat lebih jauh, menimbang sebelum bertindak, dan selalu menempatkan akal dan hati dalam harmoni.

“الحكمة نور يضيء العقل ويهدي النفس إلى الاستقامة.”
“Kebijaksanaan adalah cahaya yang menerangi akal dan menuntun jiwa menuju kebenaran.”
— Tahdhīb al-Akhlāq wa Taṭhīr al-A‘rāq

Mata yang melihat dengan cahaya kebijaksanaan mampu menangkap inti dari setiap peristiwa, belajar dari pengalaman, dan menumbuhkan kesabaran serta ketenangan dalam setiap keputusan.

Kebijaksanaan dalam Kehidupan Sehari-hari

Kehidupan modern sering penuh dengan gangguan, tekanan, dan keputusan yang kompleks. Ibn Miskawayh mengajarkan bahwa kebijaksanaan lahir dari kesadaran diri dan pengendalian emosi.

“العاقل من يحكم عقله قبل أن تحكمه الشهوة والغضب.”
“Orang cerdas adalah yang mengendalikan akalnya sebelum syahwat dan amarah mengendalikannya.”
— Tahdhīb al-Akhlāq wa Taṭhīr al-A‘rāq

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Fenomena keseharian menunjukkan bahwa orang yang terburu-buru sering membuat keputusan salah karena terbawa nafsu atau emosi. Sebaliknya, orang bijak menahan diri, merenung, dan mencari perspektif yang lebih luas sebelum bertindak. Kebijaksanaan juga muncul dalam kemampuan menghargai orang lain, mendengar dengan penuh perhatian, dan menilai situasi dengan seimbang.

Allah SWT berfirman:

وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدُوا هُدًى
“Dan Allah menambah petunjuk bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk.” (QS. Muhammad [47]: 17)

Ayat ini menegaskan bahwa kebijaksanaan sejati datang dari cahaya Ilahi, yang menuntun akal dan hati manusia ke jalan yang lurus.

Keseimbangan Jiwa Melalui Kebijaksanaan

Menurut Ibn Miskawayh, jiwa manusia terdiri dari akal, syahwat, dan amarah. Kebijaksanaan berperan sebagai penyeimbang. Akal yang dipandu kebijaksanaan menenangkan amarah, mengatur syahwat, dan menuntun tindakan moral. Orang yang bijak mampu bertindak adil, mengambil keputusan tepat, dan menahan diri dari godaan yang merusak.

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

“الحكمة تحفظ النفس وتوازن القوى الثلاثة فيها.”
“Kebijaksanaan menjaga jiwa dan menyeimbangkan ketiga kekuatan di dalamnya.”
— Tahdhīb al-Akhlāq wa Taṭhīr al-A‘rāq

Fenomena modern menunjukkan banyak orang terjebak dalam hawa nafsu dan emosi, sehingga kehilangan keseimbangan. Dengan kearifan, setiap tindakan menjadi lebih terarah, setiap kata lebih bijak, dan setiap hubungan sosial lebih harmonis.

Kebijaksanaan dalam Hubungan Sosial

Kearifan bukan hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga memperkuat hubungan sosial. Ibn Miskawayh menekankan bahwa orang bijak mampu menasihati tanpa menyakiti, memberi contoh tanpa pamer, dan membimbing tanpa memaksa.

“الحكيم يزرع المحبة ويجمع القلوب بالحسنى.”
“Orang bijak menanam cinta dan menyatukan hati melalui kebaikan.”
— Tahdhīb al-Akhlāq wa Taṭhīr al-A‘rāq

Fenomena sehari-hari memperlihatkan bahwa orang bijak sering menjadi tempat rujukan, penengah konflik, dan sumber inspirasi. Mereka menggunakan kebijaksanaan sebagai alat untuk menyebarkan kedamaian, bukan sebagai sarana untuk mendominasi.

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

Praktik Menumbuhkan Kebijaksanaan

Menjadi bijak bukan hanya lahir dari pengetahuan, tetapi dari latihan refleksi, kesadaran moral, dan pengendalian diri. Ibn Miskawayh memberikan pedoman implisit:

  1. Menilai setiap tindakan sebelum melaksanakannya.
  2. Mendengarkan lebih banyak daripada berbicara.
  3. Belajar dari pengalaman sendiri dan orang lain.
  4. Memahami konsekuensi jangka panjang dari setiap keputusan.

“من اتصف بالحكمة نال السلام الداخلي والرضا عن النفس.”
“Barang siapa memiliki kebijaksanaan, ia akan memperoleh kedamaian batin dan kepuasan jiwa.”
— Tahdhīb al-Akhlāq wa Taṭhīr al-A‘rāq

Dengan latihan konsisten, kearifan menjadi bagian dari diri, menuntun tindakan sehari-hari, menguatkan akal, dan menyeimbangkan jiwa.

Kesimpulan: Mata yang Melihat dengan Cahaya Allah

Kebijaksanaan adalah cahaya yang menerangi akal, menyeimbangkan jiwa, dan menuntun tindakan moral. Ibn Miskawayh menekankan bahwa kearifan lahir dari kesadaran diri, pengendalian emosi, dan kemampuan melihat realitas dengan pandangan luas.

Dalam dunia yang kompleks, kearifan menjadi panduan untuk menghadapi keputusan sulit, menjaga hubungan harmonis, dan menumbuhkan ketenangan batin. Mata yang melihat dengan cahaya Ilahi mampu menembus kerumitan hidup, menemukan makna di setiap peristiwa, dan menumbuhkan kedamaian yang hakiki.

Orang bijak bukan sekadar mengetahui banyak hal, tetapi mampu menerapkan ilmu dan pengalaman dengan hati yang lembut dan akal yang jernih. Kebijaksanaan menjadi cahaya yang menuntun diri dan orang lain ke jalan yang benar, penuh cinta, dan keseimbangan.

 

* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement