SURAU.CO – Dalam Islam, kedudukan pemimpin dan ulama sangatlah agung. Keduanya ibarat dua sayap yang menegakkan kehidupan umat: ulama membimbing dengan ilmu dan hikmah, sedangkan pemimpin menegakkan keadilan dan kemaslahatan. Bila keduanya dihormati dan dimuliakan, maka masyarakat akan hidup dalam keberkahan. Namun jika keduanya direndahkan dan diabaikan, maka fitnah dan kerusakan akan meluas di muka bumi.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak menyayangi yang muda, dan tidak mengetahui hak ulama.” (HR. Ahmad)
Hadis ini menegaskan bahwa menghormati ulama dan pemimpin bukan sekadar adab sosial, tetapi bagian dari iman. Sebab, dari merekalah umat belajar mengenal kebenaran, memahami hukum Allah, dan mendapatkan arah kebijakan dalam menata kehidupan.
Ulama: Pewaris Para Nabi
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi.”
(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Nabi tidak mewariskan harta, tetapi ilmu. Maka, ketika kita memuliakan ulama, hakikatnya kita sedang memuliakan warisan kenabian.
Ulama adalah pelita di tengah kegelapan zaman; mereka mengajarkan kebenaran ketika manusia bingung membedakan yang hak dan batil. Menghina ulama sama saja memadamkan cahaya yang menuntun jalan kita.
Pemimpin: Amanah dari Allah
Pemimpin adalah amanah besar. Allah ﷻ berfirman:
“Taatilah Allah, taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kamu.”
(QS. An-Nisa [4]: 59)
Ayat ini menunjukkan bahwa ketaatan kepada pemimpin adalah bagian dari ketaatan kepada Allah, selama ia memerintah dalam kebaikan dan keadilan. Maka, mendoakan pemimpin agar diberi petunjuk lebih utama daripada mencelanya. Karena jika pemimpin baik, maka rakyat akan ikut baik; namun jika pemimpin rusak, maka banyak urusan umat menjadi kacau.
Jangan Gampang Menghujat
Di zaman media sosial, banyak orang mudah menilai dan mencaci ulama atau pemimpin tanpa ilmu. Padahal, di balik ucapan tajam itu bisa saja ada dosa besar yang menutup pintu keberkahan. Hati yang suka mencela pemimpin dan ulama biasanya sulit menerima nasihat, karena hilangnya adab menyebabkan ilmu tidak lagi berbuah manfaat.
Saudaraku, jagalah adab sebelum ilmu, dan hormatilah pemimpin sebelum menuntut kebijakannya. Sebab, keberkahan suatu negeri tidak datang dari banyaknya harta, tetapi dari rakyat yang menghormati pemimpinnya dan mencintai ulamanya.
Penutup
Memuliakan pemimpin dan ulama bukan berarti menuhankan mereka, tetapi menempatkan mereka pada posisi yang mulia sebagaimana Islam mengajarkannya.
Ulama menjaga agama, pemimpin menjaga dunia. Bila keduanya bersatu dalam ketaatan kepada Allah, maka umat akan sejahtera dan negara akan kuat.
“Dua golongan dari umatku, apabila keduanya baik, maka baiklah seluruh umat; apabila keduanya rusak, maka rusaklah seluruh umat. Mereka adalah ulama dan umara.” (HR. Abu Nu’aim)
Muliakan ulama dengan mendengar nasihatnya, muliakan pemimpin dengan mendoakannya. Karena keduanya adalah tiang penopang tegaknya Islam dan kesejahteraan umat.
SUBHANALLAH WA BIHAMDIH, SUBHANALLAHIL ‘AZHIM: “Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya, Maha Suci Allah Yang Maha Agung.”
Kalimat dzikir yang singkat ini adalah permata surga yang sering terucap dari lisan orang-orang beriman yang hatinya hidup. Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Kalimat yang paling dicintai oleh Allah adalah: Subhanallah wa bihamdih.” (HR. Muslim)
Dan dalam hadits lain beliau bersabda:
> “Dua kalimat yang ringan di lisan, namun berat di timbangan dan dicintai oleh Ar-Rahman: Subhanallahi wa bihamdih, Subhanallahil ‘Azhim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maknanya dalam kehidupan
Kalimat ini bukan sekadar bacaan di lisan, tapi penyucian hati dari segala bentuk kesombongan dan kelalaian.
Ketika kita mengucap Subhanallah, berarti kita mengakui kesempurnaan Allah dan menafikan segala kekurangan dari-Nya.
Saat kita berkata wa bihamdih, kita menegaskan rasa syukur atas nikmat dan keindahan ciptaan-Nya.
Setiap kali kita mengucapkannya, kita sedang menanam pohon di surga. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
> “Barang siapa mengucapkan ‘Subhanallahi wa bihamdih’ sebanyak seratus kali dalam sehari, maka dihapuskan dosanya walaupun sebanyak buih di lautan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Zikir yang menyegarkan jiwa
Di pagi yang seindah ini, ketika bunga-bunga mekar dan udara berhembus lembut, semesta seolah ikut bertasbih kepada-Nya.
Maka, marilah kita mulai hari dengan hati yang bersih dan lisan yang basah oleh dzikir.
Dzikir ini menenangkan jiwa, melembutkan hati, dan menghadirkan rasa dekat dengan Sang Pencipta.
Ia seperti bunga yang mekar di taman iman, menyebarkan keharuman ketenangan bagi siapa pun yang merenunginya.
Pesan pagi hari ini:
Jadikan Subhanallah wa bihamdih, Subhanallahil ‘Azhim sebagai pembuka setiap langkahmu.
Sebut nama Allah sebelum bekerja, saat berkendara, ketika lelah, bahkan di sela kesibukanmu.
Karena lisan yang senantiasa berdzikir adalah tanda hati yang hidup, dan hati yang hidup adalah yang paling dicintai oleh Allah.
Selamat pagi penuh berkah, Sobat Iman.
Semoga hari ini bunga-bunga kebaikan tumbuh dalam hati kita, disiram dengan dzikir dan disinari cahaya keikhlasan.
“Dzikir itu menenangkan hati,
Menyucikan jiwa,
Dan membuka pintu-pintu rahmat Ilahi.”
سبحان الله وبحمده، سبحان الله العظيم
Subhanallah wa bihamdih, Subhanallahil ‘Azhim. (Tengku Iskandar, M. Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
