Sejarah
Beranda » Berita » Sejarah Lahirnya Armada Laut Pertama dalam Islam

Sejarah Lahirnya Armada Laut Pertama dalam Islam

Sejarah Lahirnya Armada Laut Pertama dalam Islam
Ilustrasi Armada Laut pertama dalam Islam (Foto: Istimewa)

SURAU.CO – Pada masa awal Islam, kekuatan militer umat Islam berpusat pada pertempuran darat. Perang Badar, Uhud, dan Yarmuk menjadi bukti betapa strategi darat memainkan peran penting dalam mempertahankan serta memperluas wilayah Islam. Namun, seiring meluasnya kekuasaan Islam hingga pesisir Syam, Mesir, dan Afrika Utara, kebutuhan akan kekuatan laut semakin mendesak. Laut bukan lagi sekadar batas wilayah, tetapi juga jalur perdagangan dan arena pertempuran baru melawan kekuatan besar Byzantium.

Awal Gagasan: Strategi Mu’awiyah

Gagasan pembentukan armada laut Islam pertama kali muncul dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Gubernur Syam yang dikenal cerdas dan visioner. Ia menyadari bahwa ancaman terbesar bagi dunia Islam tidak hanya datang dari darat, tetapi juga dari laut, terutama dari armada Romawi Timur (Byzantium) yang menguasai Mediterania.

Mu’awiyah kemudian mengajukan usul kepada Khalifah Umar bin Khattab untuk membentuk angkatan laut Islam. Menurut al-Baladzuri dalam Futuhul Buldan, Khalifah Umar menolak usulan tersebut, bukan karena tidak setuju, tetapi karena kehati-hatiannya yang luar biasa. Umar memahami bahwa umat Islam belum memiliki pengalaman maupun keahlian dalam membangun dan mengoperasikan kapal perang. Ia khawatir, pasukan Muslim justru akan menghadapi bahaya besar di lautan yang belum mereka kenal.

Namun penolakan Umar bukanlah akhir dari gagasan itu. Turki Vesile Şemşek dalam artikelnya “On Maritime Activity in the History of Islamic Civilization” (Turkish Journal Park Academic: Medeniyet Araştırmaları Dergisi), Khalifah Umar memerintahkan Mu’awiyah dan Gubernur Mesir untuk meneliti lebih jauh tentang kondisi laut di wilayah Islam. Ia juga memerintahkan pembangunan benteng-benteng dan menara pengawas di sepanjang garis pantai untuk memperkuat pertahanan maritim. Langkah ini menjadi landasan awal bagi munculnya kesadaran maritim dalam dunia Islam.

Pembentukan Armada Islam di Masa Khalifah Utsman

Setelah wafatnya Umar, kepemimpinan umat Islam beralih ke Khalifah Utsman bin Affan. Umat Islam memasuki masa stabilitas politik dan ekonomi yang memungkinkan ekspansi lebih luas, termasuk ke wilayah laut. Melihat hasil kajian perlindungan laut yang dilakukan pada masa Umar, Khalifah Utsman menyetujui pembentukan angkatan laut Islam.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Mu’awiyah, bersama Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarh, segera membangun armada laut pertama umat Islam. Ibnu Atsir dalam Al-Kamil fi at-Tarikh mencatat bahwa ekspedisi laut pertama berlangsung pada tahun 28 H (649 M) dengan sasaran Pulau Siprus. Mu’awiyah memimpin langsung operasi tersebut, dan pasukan Muslim berhasil menduduki pulau itu. Siprus kemudian dijadikan pangkalan strategi pertahanan Islam di Mediterania.

Imam Ath-Thabari dalam Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk menambahkan bahwa setelah penaklukan Siprus, armada Islam melanjutkan ekspedisi ke Pulau Rhodes dan beberapa wilayah pesisir lainnya. Kemenangan demi kemenangan ini menunjukkan bahwa umat Islam tidak hanya mampu bergerak di darat, tetapi juga mampu menguasai laut yang selama ini menjadi keunggulan Byzantium.

Pertempuran Dzatus Sawari

Puncak kejayaan armada Islam pada masa awal terjadi dalam pertempuran besar yang dikenal sebagai Dzatus Sawari atau “Perang Tiang Kapal” pada tahun 34 H (655 M). Pertempuran ini mempertemukan dua kekuatan besar di Laut Mediterania: armada Islam di bawah pimpinan Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarh dan armada Byzantium yang dipimpin Kaisar Konstantin II.

Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa an-Nihayah  mencatat bahwa Byzantium, meskipun berpengalaman dalam peperangan laut, harus mengakui keunggulan strategi dan semangat juang pasukan Muslim. Kapal-kapal Islam yang sederhana namun tangguh berhasil menenggelamkan sebagian besar kapal musuh. Kemenangan besar ini menandai lahirnya kekuatan maritim Islam yang disegani, sekaligus mengubah peta kekuasaan di Laut Mediterania Timur.

Pertempuran Dzatus Sawari bukan sekedar kemenangan militer, tetapi juga kemenangan simbolis. Ia menunjukkan bahwa umat Islam telah mampu menguasai medan perang baru, memanfaatkan laut bukan hanya sebagai penghalang, melainkan sebagai jalur dakwah dan perdagangan.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Dampak Strategis dan Ekonomi

Pembentukan angkatan laut Islam membawa dampak besar bagi kekuatan militer dan ekonomi umat. Dari sisi militer, keberadaan armada laut memungkinkan umat Islam memperluas wilayah kekuasaannya.  Seperti pesisir Afrika Utara, Andalusia, dan kepulauan di Laut Tengah. Armada laut juga pelindung menjadi bagi jalur perdagangan dari gangguan bajak laut maupun serangan Byzantium.

Armada laut Islam menjamin keamanan transportasi maritim yang menjadi tulang punggung perdagangan antarwilayah. Para pedagang Muslim yang sebelumnya khawatir terhadap ancaman bajak laut kini dapat berdagang dengan aman. Hal ini mempercepat pertumbuhan kota-kota pelabuhan seperti Fusthat (Mesir) dan Tire (Syam), yang berkembang menjadi pusat ekonomi dan Kebudayaan Islam.

Selain itu, kekuatan maritim juga memperluas jaringan dakwah Islam. Jalur laut yang aman memudahkan para dai dan ulama berlayar ke wilayah baru, menyebarkan ajaran Islam hingga dunia Islam ke barat dan timur. Dengan demikian, armada laut tidak hanya menjadi alat perang, tetapi juga sarana penyebaran peradaban.

Sejarah mencatat bahwa kejayaan Islam di laut bermula dari keberanian melihat laut sebagai peluang. Ketika Umar menolak usulan Mu’awiyah dengan penuh kehati-hatian, ia sedang menyiapkan fondasi tangguh untuk masa depan. Ketika Utsman menyetujui pembentukan armada, ia membuka gerbang peradaban baru. Dan ketika para pelaut Muslim mengibarkan panji Islam di Mediterania, mereka tidak hanya menduduki wilayah, tetapi juga meneguhkan tekad bahwa kejayaan Islam tidak berhenti di daratan—ia juga mengarungi samudra luas peradaban dunia.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement