SURAU.CO. Al-Qur’an menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya, produksi, dan konsumsi yang bijaksana melalui beberapa ayat untuk mencapai ketahanan pangan. Selanjutnya, Kisah Nabi Yusuf AS dalam Surah Yusuf ayat 47-49 menjadi salah satu contoh utama strategi ketahanan pangan, yaitu: produksi skala besar, penyimpanan hasil panen yang benar, dan pola konsumsi yang hemat.
Tujuan ketahanan pangan dalam Al-Qur’an adalah untuk menjaga jiwa (hifz al-nafs) sebagai salah satu tujuan utama syariat, dengan memastikan ketersediaan pangan yang cukup, aman, dan bergizi bagi seluruh umat manusia untuk menjalani kehidupan yang sehat dan produktif. Hal ini juga bertujuan untuk mewujudkan kemandirian bangsa dan ekonomi. Serta memungkinkan umat Islam untuk menjalankan ibadah secara optimal. Pangan adalah kebutuhan dasar untuk bertahan hidup dan menjalankan kehidupan secara normal. Al-Qur’an menekankan pentingnya makan makanan yang cukup dan bergizi untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohani.
Ketersediaan pangan yang cukup memungkinkan umat Islam untuk menjalankan syariat dan ibadah hablun minallah (hubungan dengan Allah). Dan hablun minannas (hubungan dengan sesama) dengan optimal. Ketahanan pangan mendorong kemandirian dalam penyediaan pangan, mengurangi ketergantungan pada impor, dan memperkuat ekonomi dalam negeri. Ketahanan pangan yang kuat berkontribusi pada stabilitas ekonomi dan sosial. Sehingga masyarakat dapat hidup sejahtera dan tidak mudah terpengaruh oleh faktor eksternal. Dengan pangan yang cukup dan bergizi, masyarakat dapat menjadi lebih sehat, produktif, dan kreatif, yang pada akhirnya berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan.
Dasar-dasar ketahanan pangan dalam Al-Qur’an
- Anugerah dari Allah: Al-Qur’an menegaskan bahwa hasil bumi adalah anugerah Allah yang harus disyukuri dan dikelola dengan baik.
- Menjaga jiwa (Hifẓ al-nafs): Ketahanan pangan adalah salah satu tujuan syariat (maqaid al-shari’ah) untuk menjaga kelangsungan hidup dan kesehatan umat manusia.
- Pentingnya pangan halal dan toyib: Pangan harus memenuhi aspek halal dan tayyib (baik) untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohani, yang mendukung kecerdasan dan inovasi.
- Kemandirian: Konsep swasembada pangan, yaitu kemampuan negara untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya secara mandiri tanpa bergantung pada impor, sejalan dengan anjuran Islam untuk tidak bergantung pada pihak lain.
Strategi ketahanan pangan dari kisah Nabi Yusuf
- Produksi skala besar: Nabi Yusuf AS menganjurkan perencanaan untuk meningkatkan produksi pangan secara massal saat masa subur.
- Manajemen stok: Oleh karena itu, beliau menganjurkan agar masyarakat menyimpan hasil panen, seperti gandum, dengan benar. Dengan begitu, stok gandum dapat bertahan lama dan dapat digunakan saat masa paceklik.
- Pola konsumsi hemat: Nabi Yusuf juga membudayakan pola konsumsi yang hemat dan tidak boros untuk memastikan kecukupan pangan dalam jangka panjang.
Relevansi dengan masa kini
- Mengurangi pemborosan: Memang, masyarakat harus menerapkan ajaran untuk tidak membuang-buang makanan agar pemborosan pangan bisa diminimalisir.
- Diversifikasi pangan: Meningkatkan produksi pangan lokal dan diversifikasi pangan dapat membantu menciptakan sistem pangan yang lebih tangguh menghadapi krisis.
- Sinergi antara pemerintah dan rakyat: Hubungan fungsional antara ketahanan pangan, negara, dan rakyat dapat terwujud melalui sinergi antara kebijakan pemerintah dan partisipasi aktif masyarakat dalam sistem pangan berkelanjutan.
Al-Qur’an secara holistik memberikan pedoman dan prinsip-prinsip mendasar mengenai ketahanan pangan, yang mencakup aspek spiritual, sosial, dan material. Konsep ini menekankan bahwa pangan adalah anugerah dari Allah, dengan demikian kita harus menyukurinya, mengelolanya dengan bijak, dan mendistribusikannya secara adil.
Berikut adalah beberapa prinsip ketahanan pangan dalam Al-Qur’an:
-
Perencanaan dan manajemen strategis
Kisah Nabi Yusuf dalam Surah Yusuf (12:47–49) adalah contoh paling jelas tentang pentingnya perencanaan jangka panjang untuk menghadapi krisis pangan.
- Ayat 47: Nabi Yusuf menafsirkan mimpi raja dan menyarankan untuk bertanam selama tujuh tahun masa subur.
- Ayat 48: Kemudian, dianjurkan untuk menyimpan hasil panen agar bisa menghadapi tujuh tahun masa paceklik.
- Pelajaran: Kisah ini mengajarkan pentingnya manajemen stok pangan, produksi massal, dan penghematan konsumsi.
-
Pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana
Al-Qur’an menekankan pentingnya menjaga keseimbangan ekologi dan menghindari pemborosan.
- Surah Al-An’am (6:99): Menjelaskan bahwa Allah yang menurunkan air dari langit dan menumbuhkan tanaman subur dari air tersebut. Ini menegaskan bahwa tanah dan hasil pertanian adalah karunia Allah.
- Surah Yasin (36:33-35): Menggambarkan bagaimana tanah yang mati dapat dihidupkan kembali dengan air hujan untuk menghasilkan biji-bijian, kebun kurma, dan anggur.
-
Distribusi yang adil dan solidaritas sosial
Selanjutnya, Al-Qur’an mengajarkan pentingnya berbagi makanan dengan mereka yang membutuhkan, terutama saat terjadi kelangkaan.
- Surah Al-Insan (76:8): Memuji orang-orang beriman yang memberikan makanan—meskipun mereka sendiri menginginkannya—kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan.
- Surah Al-Baqarah (2:177): Mendorong untuk memberikan zakat dan sedekah sebagai bagian dari pendistribusian kekayaan yang lebih merata.
- Surah Al-Ma’un (107:1-7): Mencela mereka yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
-
Konsumsi yang halal, baik, dan tidak berlebihan
- Halal dan thayyib: Makanan haruslah halal (diizinkan) dan thayyib (baik atau bersih); selain itu, makanan yang diharamkan seperti bangkai dan babi dapat mengancam jiwa.
- Tidak berlebihan: Larangan konsumsi makanan berlebihan penting untuk melindungi kesehatan kita, karena hal itu tidak hanya merugikan kesehatan tetapi juga boros.
- Surah Al-A’raf (7:31): “…dan makan serta minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
-
Penghargaan terhadap pertanian
Al-Qur’an juga memberikan petunjuk tentang kegiatan pertanian sebagai bagian dari upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan pangan. Pada zaman keemasan Islam, para cendekiawan bahkan menulis kitab tentang pertanian, yang menunjukkan peran pentingnya dalam peradaban Islam.
Secara keseluruhan, ajaran Al-Qur’an menggariskan sebuah sistem ketahanan pangan yang komprehensif, mulai dari produksi yang berkelanjutan, manajemen yang strategis, hingga distribusi yang adil. Upaya-upaya ini dipandang sebagai bentuk ibadah dan tanggung jawab sosial.
Terima kasih petani Indonesia atas dedikasi dan kerja kerasnya dalam menjaga ketahanan pangan nasional, meskipun menghadapi tantangan cuaca dan medan yang sulit. Para petani adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang berjuang demi menyediakan makanan untuk semua orang, dari nasi hangat hingga sayuran segar. Petani adalah garda terdepan dalam memastikan ketersediaan pangan bagi bangsa. Perjuangan para petani yang gigih melawan panas terik dan hujan deras patut kita apresiasi. Dengan demikian, mereka telah menanam harapan bagi kesejahteraan kita bersama. Dari tangan para petani, kita bisa menikmati hasil panen seperti padi dan sayuran di meja makan setiap hari. Kontribusi mereka tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan saat ini, tetapi juga untuk masa depan generasi mendatang. (mengutip dari berbagai sumber)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
