SURAU.CO. Di tengah gemuruh metode membaca al-Qur’an modern, sebuah warisan berharga dari masa lalu tetap berdiri tegak, memancarkan cahaya keilmuan yang tak lekang oleh waktu. Kitab Risalatul Qurra’ wal Huffadz fi Gharaib al-Qira’at wa al-Alfadz, karya KH. Umar bin Baidhawi, hadir sebagai kunci untuk menjaga kemurnian bacaan al-Qur’an.
Sebelum metode populer seperti Iqra’, Qira’ati, dan Yanbu’a terkenal luas, kitab ini telah menjadi rujukan utama bagi para qari’ dan huffadz di Jawa, membimbing mereka memahami bacaan al-Qur’an dengan benar sekaligus menanamkan kesadaran spiritual. Mari kita menelusuri lebih dalam keistimewaan dan relevansi kitab ini bagi para pembelajar al-Qur’an masa kini.
Biografi Sang Penulis Risalatul Qurra’ wal Huffadz
KH. Umar bin Baidhawi, penulis Risalatul Qurra’ wal Huffadz, merupakan murid langsung KH. Arwani Amin Kudus, seorang ulama besar yang ahli dalam qira’at dan sanad al-Qur’an di Indonesia. KH. Arwani Amin sendiri mewarisi sanad keilmuan dari KH. Munawwir Krapyak, Yogyakarta. Sanad yang jelas ini bukan hanya menjadi jaminan keabsahan bacaan, tetapi juga menegaskan keberkahan dan kualitas ilmiah kitab karya KH. Umar ini.
Meskipun kitab terbitan Toha Putra Semarang dalam ukuran yang ringkas, tetapi manfaat kitab ini sangat besar. Risalatul Qurra’ wal Huffadz mempunyai temmpat khusus bagi pengajar maupun pembelajar al-Qur’an, sebagai panduan untuk menjaga kemurnian bacaan.
Dalam mukadimahnya, KH. Umar menyampaikan kegelisahannya terhadap banyaknya pembaca dan penghafal al-Qur’an yang belum memahami kaidah bacaan secara benar. Kesalahan tajwid, sebagaimana beliau tekankan, bukan sekadar masalah teknis, tetapi bisa mengubah makna ayat, sehingga penting bagi setiap qari’ dan huffadz untuk menekuni ilmu ini dengan serius.
Fokus Utama: Qira’at Imam ‘Ashim Riwayat Hafs
Risalatul Qurra’ wal Huffadz berfokus pada bacaan Qira’at Imam ‘Ashim melalui riwayat Hafs, qira’at yang paling banyak digunakan oleh umat Islam di Indonesia. Penyajian kitab yang ringkas, bahasa yang sederhana, serta susunan yang sistematis memudahkan santri maupun guru al-Qur’an dalam memahami kaidah bacaan dengan tepat. Dengan pendekatan ini, kitab tidak sekadar menjadi panduan teknis, tetapi juga alat untuk menanamkan kedisiplinan dan kesadaran spiritual dalam membaca Al-Qur’an.
Selain itu, kitab ini menggunakan aksara Pegon Jawa, menegaskan bagaimana tradisi lokal berpadu dengan ilmu al-Qur’an klasik. Naskah yang awalnya memakai tulisan tangan ini kemudian diperbanyak melalui percetakan, dengan huruf besar dan jelas, mencerminkan gaya penulisan ulama terdahulu. Kombinasi ini tidak hanya mempermudah pembaca, tetapi juga menjaga warisan intelektual Islam di Nusantara agar tetap hidup dan relevan bagi generasi berikutnya.
Struktur dan Isi Kitab: Panduan Lengkap Tajwid
KH. Umar memulai setiap bab dalam Risalatul Qurra’ wal Huffadz dengan basmalah, hamdalah, dan shalawat, menjaga tradisi ulama salaf dalam menapaki setiap ilmu. Pembahasannya langsung menyinggung inti permasalahan, tanpa basa-basi, sehingga pembaca dapat memahami hukum bacaan dengan cepat dan tepat. Misalnya, dalam menjelaskan hukum bacaan huruf ra’ yang dibaca tebal (tafkhim), beliau tidak hanya memberi definisi, tetapi juga menyertakan contoh lafadz lengkap dengan nama surat, nomor juz, dan ayatnya secara sistematis.
Bahasa penjelasan yang digunakan KH. Umar adalah Jawa Krama halus, mencerminkan penghormatan dan kesopanan khas budaya pesantren. Secara keseluruhan, kitab ini terdiri dari 27 pembahasan utama, meliputi berbagai aspek bacaan dan hukum tajwid, mulai dari shighat ta’awudz, hukum basmalah, mad, saktah, hingga aturan waqaf dan bacaan khusus yang jarang ditemui. Struktur ini membuat kitab menjadi panduan lengkap yang praktis sekaligus mendidik, menggabungkan ketelitian teknis dengan nilai-nilai kesopanan dan spiritualitas. Beberapa isi dalam kitab ini adalah:
- Hukum bacaan ta’awudz dan basmalah.
- Pembahasan huruf ra’.
- Tanda saktah.
- Hukum mad jaiz munfasil.
- Perbedaan ana dan anaa.
- Bacaan yang gharib.
- Hukum waqaf.
- Doa khatmil Qur’an.
Setiap pembahasan dalam Risalatul Qurra’ wal Huffadz lengkap dengan contoh konkret dari ayat-ayat al-Qur’an. Salah satu topik penting adalah waqaf, berhenti membaca ayat, karena kesalahan bisa mengubah makna.
Nilai Spiritual Risalatul Qurra’ wal Huffadz
Kitab ini tidak hanya menjadi panduan teknis tajwid, tetapi juga menyimpan dimensi spiritual yang mendalam. KH. Umar menekankan bahwa membaca al-Qur’an adalah amanah wahyu yang harus terjaga dengan penuh kesungguhan. Setiap qari’ dan huffadz harus menjaganya dengan niat ikhlas, menjauhkan diri dari riya’, dan memahami bahwa membaca al-Qur’an sejatinya adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Pendekatan ini menjadikan Risalatul Qurra’ wal Huffadz bukan sekadar buku panduan, tetapi juga pedoman spiritual yang menanamkan disiplin, kesadaran, dan ketakwaan dalam setiap bacaan.
Warisan Ruhani yang Abadi
Mempelajari Risalatul Qurra’ wal Huffadzbukan sekadar belajar teknik membaca al-Qur’an. Lebih dari itu, kitab ini mengajak kita memahami makna di balik setiap bacaan dan pentingnya membaca dengan benar.
Sebagai warisan berharga, kitab ini menjaga ruh al-Qur’an tetap hidup dalam hati para pembacanya, sekaligus meneguhkan niat ikhlas dan kesadaran spiritual setiap qari’ dan huffadz. (kareemustofa)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
