SURAU.CO – Dalam pandangan Islam, siwak mencerminkan kebersihan lahir dan batin. Umat Islam yang menggunakan siwak memperoleh banyak manfaat dan keutamaan. Siwak tidak hanya menjaga kesehatan gigi dan mulut, tetapi juga menghindarkan seseorang dari bau tak sedap. Ketika seorang mukmin menggunakan siwak, ia menampakkan cintanya kepada Rasulullah ﷺ. Banyak hadis sahih yang menekankan betapa besarnya keutamaan amalan ini.
Sayyidah Aisyah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
“Shalat dengan menggunakan siwak lebih baik daripada melaksanakan shalat tujuh puluh kali tanpa siwak.”
Hadis ini menegaskan bahwa siwak dapat meningkatkan nilai ibadah seseorang. Kitab Kifayah al-Akhyar menjelaskan bahwa seseorang muslim sebaiknya menggunakan siwak sebelum shalat, baik fardu maupun sunnah, sebelum berwudu, dan setelah bangun tidur. Dengan demikian, siwak menjadi bagian dari persiapan ruhani seorang hamba sebelum berdialog dengan Allah SWT dalam shalat.
Rasulullah ﷺ juga menekankan pentingnya siwak melalui sabda beliau yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra:
“Seandainya tidak memberatkan umatku, sungguh aku akan memerintahkan mereka bersiwak setiap hendak menunaikan shalat.” (HR.Bukhari)
Sabda ini menunjukkan betapa besarnya perhatian Rasulullah ﷺ terhadap kebersihan diri umatnya. Beliau menginginkan setiap umat Islam menghadirkan shalat dalam keadaan suci dan harum, baik secara fisik maupun spiritual.
As-Syibli dan Siwak Seharga Satu Dinar
Kitab Tuhfatul Asyraf mengisahkan tentang As-Syibli dan kecintaannya kepada sunah Nabi. Suatu hari, As-Syibli membeli sebatang siwak dengan harga satu dinar—jumlah yang sangat besar untuk barang seukuran itu. Ia membeli siwak itu dengan niat tulus agar bisa menikmati setiap kali akan menunaikan shalat.
Namun, saat waktu shalat tiba, ia menyadari bahwa siwaknya tertinggal. Kemudian Ia melihat seorang laki-laki membawa siwak di tempat shalat. As-Syibli segera mendekatinya dan berkata, “Bolehkah aku membeli siwakmu?”
Laki-laki itu menjawab sambil bergurau, “Saya tidak menjual siwak ini kecuali dengan harga satu dinar.” Tanpa berpikir panjang, As-Syibli langsung menyetujui harga itu dan membayar satu dinar penuh.
Orang itu terheran-heran dan berkata, “Engkau menyia-nyiakan hartamu hanya untuk sebatang siwak seharga satu dinar.”
As-Syibli memandangnya dengan tenang lalu menjawab penuh makna,
“Rasulullah ﷺ sangat menekankan penggunaan siwak setiap kali hendak shalat. Beliau bersabda bahwa shalat dengan siwak lebih baik dari tujuh puluh kali shalat tanpa siwak. Jika Rasulullah ﷺ begitu mengingatkannya, bagaimana mungkin aku menyepelekannya? Dinar hanyalah bagian dari sayap nyamuk; dunia tidak lebih berharga dari sayap nyamuk .”
Makna Spiritual di Balik Siwak
Kisah As-Syibli tidak sekadar menuturkan tentang sebatang kayu kecil, namun menggambarkan nilai kehidupan seorang mukmin sejati. Ia memahami bahwa setiap amalan yang Rasulullah ﷺ contohkan, sekecil apa pun, menyimpan hikmah besar dan membawa keberkahan.
Sebagai seorang salik—penempu jalan menuju Allah—As-Syibli menempatkan keridaan Allah daripada kesenangan duniawi. Ia menilai amalan bukan dengan logika ekonomi, melainkan dengan ukuran cinta dan ketundukan kepada Allah serta Rasul-Nya.
Ia rela mengorbankan satu dinar untuk membeli sebatang siwak demi menghidupkan sunah Rasulullah ﷺ. Bagi As-Syibli, kemakmuran tidak terletak pada banyaknya harta, tetapi pada keikhlasan meneladani Rasulullah ﷺ. Ia memilih jalan yang mendekatkan dirinya kepada Allah daripada mengejar keuntungan dunia yang fana.
Dunia dan “Sayap Nyamuk”
Ketika As-Syibli menyebut dunia hanya sebanding dengan “sayap nyamuk”, ia mengutip sabda Rasulullah ﷺ:
“Seandainya dunia ini sebanding dengan sayap nyamuk di sisi Allah, niscaya Dia tidak akan memberi minum kepada orang kafir meski seteguk air.” (HR. Tirmidzi)
Sabda ini mengajarkan bahwa dunia, dengan segala gemerlapnya, tidak memiliki nilai apa pun di hadapan Allah SWT. Oleh karena itu, para sufi seperti As-Syibli tidak menjadikan dunia sebagai tujuan hidup. Mereka memandang dunia hanya sebagai sarana untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.
As-Syibli memandang satu dinar bukan sebagai kerugian, tetapi sebagai investasi untuk akhirat. Ia memahami bahwa harta tidak akan berarti di hadapan Allah, sedangkan sebatang siwak yang ia gunakan demi menegakkan sunah Rasulullah ﷺ dapat membuka pintu keridaan-Nya.
Sebatang Siwak, Sejuta Hikmah
Kisah ini menyimpan beberapa pelajaran penting bagi setiap muslim:
- Cintailah Sunah Rasulullah ﷺ. Seorang mukmin sejati berusaha menghidupkan sunah Nabi dalam kehidupannya, meskipun terlihat sederhana.
- Mengutamakan nilai spiritual daripada nilai materi. Pahala dan keridaan Allah jauh lebih berharga daripada harta dunia.
- Beramallah dengan ikhlas dan rela berkorban. Pengorbanan untuk kebaikan tidak akan membuat rugi, justru membuka jalan keberkahan.
- Bangun kesadaran rohani. Orang yang memahami makna ibadah selalu memilih hal-hal yang mendekatkannya kepada Allah, bukan yang hanya menguntungkan secara duniawi.
Kisah As-Syibli mengingatkan kita untuk menata ulang prioritas hidup. Jangan biarkan dunia menipu kita hingga melupakan nilai ibadah yang luhur.
.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
