Khazanah
Beranda » Berita » Batasan Pengetahuan Akal Manusia: Konsep “Noumena” Kant dan Perspektif Islam

Batasan Pengetahuan Akal Manusia: Konsep “Noumena” Kant dan Perspektif Islam

Batasan Pengetahuan Akal Manusia: Konsep “Noumena” Kant dan Perspektif Islam
Ilustrasi kesadaran kosmos.

SURAU.CO -Dalam upaya kita untuk memahami dunia yang kita tempati, sering kali kita menemukan keterbatasan dalam pemahaman kita. Filsuf Jerman, Immanuel Kant, mengakui keterbatasan ini dalam konsep “noumena“. Hal ini merujuk pada realitas yang berada pada luar jangkauan pengalaman manusia  dan  tidak  dapat  manusia akses melalui  akal.

Konsep  “noumena”  ini relevan dalam konteks ilmu pengetahuan saat ini, terutama dalam memahami fenomena yang belum sepenuhnya dapat terjelaskan oleh sains.  Dalam  menghadapi  keterbatasan  pengetahuan  ini,  perspektif Islam juga menawarkan pandangan yang menarik, yang mengingatkan kita tentang keagungan dan kebijaksanaan Tuhan yang tak terbatas.

Batasan pengetahuan manusia dalam Qur’an

Salah satu ayat dalam Al-Qur’an yang mencerminkan batasan pengetahuan manusia adalah Surat Al-Isra’ ayat 85:

“Mereka bertanya kepadamu   (Nabi   Muhammad)   tentang   roh.   Katakanlah,   Roh   itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu tidak diberi pengetahuan kecuali  hanya  sedikit.”

Ayat  ini  menunjukkan  bahwa  manusia  hanya memiliki pengetahuan terbatas tentang realitas yang ada di luar pengalaman mereka, seperti roh, yang merupakan bagian dari urusan Tuhan.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Realitas yang tak terjangkau akal

Konsep  “noumena”  Kant  dan  batasan  pengetahuan  yang  Al-Quran jelaskan mengajarkan kita untuk tidak terlalu percaya diri dalam mengejar pengetahuan dan selalu menyadari bahwa ada realitas yang tak terjangkau oleh akal manusia. Hal ini penting dalam konteks ilmu pengetahuan saat ini, karena kita harus menjaga kerendahan hati dan keterbukaan  terhadap  penemuan  baru  dan  pemahaman  yang  lebih dalam tentang dunia ini.

Sebagai contoh, dalam konteks fisika kuantum, ada fenomena seperti superposisi dan pengaruh jarak jauh (entanglement) yang menantang pemahaman intuitif kita tentang dunia. Dalam situasi seperti ini, konsep “noumena” Kant mengingatkan kita bahwa ada realitas yang lebih dalam yang mungkin tidak dapat diakses oleh akal manusia, dan bahwa pemahaman kita tentang dunia ini selalu terbatas.

Konsistensi perspektif Islam terkait batasan pengetahuan manusia

Dalam menghadapi batasan pengetahuan ini, perspektif Islam juga menawarkan pandangan yang konsisten dengan pemikiran Kant. Surat Al-Kahfi ayat 26 menyatakan:

“Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua). Milik-Nya semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya. Tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain Dia dan Dia tidak  mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.”

Ayat ini menegaskan bahwa hanya Allah yang mengetahui  segala  sesuatu  yang  gaib. Termasuk  realitas  yang  tidak dapat terjangkau oleh akal manusia. Baik  konsep  “noumena”  Kant  maupun  perspektif  Islam  mengajarkan kita tentang keterbatasan pengetahuan manusia dan pentingnya mengakui  keagungan  dan  kebijaksanaan  Tuhan  yang  tak  terbatas.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Dalam konteks ilmu pengetahuan saat ini, prinsip-prinsip ini dapat membantu kita menjaga kerendahan hati dan keterbukaan terhadap penemuan baru serta pemahaman yang lebih dalam tentang dunia ini. Dengan menjaga keseimbangan antara pengejaran pengetahuan dan pengakuan   akan   batasan   manusia,   kita   akan   lebih   siap   untuk menghadapi misteri yang belum terpecahkan dan menjaga rasa hormat terhadap realitas yang lebih besar yang ada di luar jangkauan akal kita.

Dalam  proses  ini,  kita  dapat  semakin  menghargai  kekayaan pengetahuan yang telah dianugerahkan kepada kita. Kita juga dapat  merenungkan kebesaran Tuhan yang menciptakan dan mengatur alam semesta ini dengan hikmah-Nya yang tak terbatas. Melalui upaya ini,kita juga dapat menghargai proses pembelajaran itu sendiri, menghormati keragaman pemikiran, dan mendorong kolaborasi antara berbagai disiplin ilmu untuk mencapai pemahaman yang lebih baik tentang dunia yang kita tempati. Dalam menghadapi tantangan dan misteri yang ada, baik konsep “noumena” Kant maupun perspektif Islam memberikan panduan yang berharga bagi kita.

Keduanya mengingatkan kita untuk selalu menjaga kerendahan hati dalam pencarian pengetahuan. Kemudian menghargai kebijaksanaan yang lebih besar yang ada dalam  jangkauan kita, dan mengakui kekuatan dan keagungan Tuhan yang tak terbatas. Dengan cara ini, kita dapat terus maju dalam mencari pengetahuan, menjaga rasa kagum dan rasa ingin tahu. Lalu hal ini dapat mendorong kita untuk tetap rendah hati dan menyadari batasan kita sebagai manusia.

Menghargai setiap penemuan baru

Kita perlu menghargai  setiap penemuan baru dan pengetahuan  yang kita peroleh  sebagai  bagian  dari  perjalanan  kebijaksanaan  yang  lebih besar. Juga perlu kita ingat bahwa pengetahuan manusia selalu terbatas.Dan ada realitas  yang lebih  luas yang tidak dapat kita capai  sepenuhnya. Sebagai manusia, kita harus terus berusaha mencapai pemahaman yang lebih baik tentang dunia. Tentu paralel dengan sikap tetap mengakui keagungan dan kebijaksanaan Allah. Salah satunya dengan mengikuti panduan yang terdapat dalam pemikiran Kant dan perspektif Islam. Sehingga kita akan dapat senantiasa menjaga keseimbangan dalam pencarian  pengetahuan  dan menghormati  misteri  yang  belum terungkap.(St.Diyar)

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement