SURAU.CO – Islam adalah agama yang sempurna dan penuh dengan tuntunan akhlak mulia. Setiap aspek kehidupan manusia teratur dengan indah, termasuk dalam hal memberi dan menerima hadiah. Salah satu ajaran luhur dalam Islam adalah sunnah membalas pemberian hadiah. Islam tidak hanya mendorong umatnya untuk saling memberi hadiah, tetapi juga menanamkan etika dan adab dalam menerimanya serta membalasnya dengan cara yang baik.
Hadiah merupakan simbol kasih sayang, perhatian, dan penghargaan antar sesama. Rasulullah SAW sendiri terkenal sebagai sosok yang sangat menghargai pemberian orang lain. Beliau tidak hanya menerima hadiah dengan lapang dada, tetapi juga berusaha untuk membalasnya dengan sesuatu yang lebih baik atau dengan doa dan pujian bagi pemberinya. Dalam ajaran Islam, sikap ini menjadi salah satu bentuk akhlak yang mencerminkan rasa syukur dan kehormatan terhadap sesama.
Makna dan Kedudukan Hadiah dalam Islam
Dalam bahasa Arab, hadiah disebut hadiyyah, yang berarti pemberian atas dasar cinta dan penghormatan, bukan karena kewajiban atau imbalan. Islam menganjurkan umatnya untuk saling memberi hadiah karena perbuatan ini dapat menumbuhkan cinta kasih dan mempererat ukhuwah (persaudaraan) antara satu sama lain.
Rasulullah SAW bersabda: “Salinglah memberi hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.”
(HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad, no. 594)
Hadis ini menjadi dasar bahwa memberi hadiah adalah sunnah yang sangat dianjurkan. Hadiah bukan sekadar pemberian materi, tetapi juga sarana memperbaiki hubungan, menghapus rasa iri, dan menumbuhkan rasa kasih sesama kaum Muslimin.
Dalil dan Dasar Sunnah Membalas Hadiah
Membalas hadiah termasuk sunnah Rasulullah SAW yang dianjurkan. Dalam sebuah hadis, beliau bersabda:
“Barang siapa diberi kebaikan oleh seseorang, maka balaslah. Jika ia tidak mampu membalasnya, maka pujilah dia. Karena sesungguhnya jika ia memujinya, berarti ia telah bersyukur; dan jika ia menyembunyikannya (tidak berterima kasih), maka ia telah kufur (tidak bersyukur).”
(HR. Abu Dawud, no. 4811; Tirmidzi, no. 1954)
Hadis ini menjelaskan bahwa setiap kebaikan, termasuk hadiah, patut untuk membalasnya. Jika tidak bisa membalas dengan materi, maka cukup dengan doa dan pujian. Dengan demikian, membalas hadiah adalah bentuk kesyukuran dan penghormatan terhadap pemberi.
Praktik Rasulullah dalam Membalas Hadiah
Rasulullah terkenal sebagai pribadi yang sangat lembut dan penuh rasa terima kasih. Dalam berbagai riwayat, menyebutkan bahwa beliau selalu menerima hadiah dan tidak pernah menolaknya, selama hadiah tersebut halal. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
“Rasulullah SAW menerima hadiah dan membalasnya.”
(HR. Bukhari, no. 2585)
Kata “yutsību” dalam hadis tersebut berarti “membalas dengan hadiah lain”. Ini menunjukkan bahwa membalas hadiah adalah bagian dari akhlak Rasulullah SAW. Beliau tidak hanya menerima dengan senang hati, tetapi juga memberikan penghargaan dengan cara membalas pemberian itu.
Dalam beberapa riwayat, Rasulullah juga pernah mendoakan orang yang memberinya hadiah. Misalnya, ketika beliau mendapat pemberian pakaian atau makanan, beliau mendoakan dengan kalimat: “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan.”
Ini menjadi sunnah bagi umat Islam dalam membalas hadiah ketika tidak mampu memberikan balasan secara materi.
Bentuk-Bentuk Membalas Hadiah
Islam memberikan kelonggaran dalam cara membalas hadiah, sesuai dengan kemampuan dan keadaan seseorang. Berikut anjuran beberapa bentuk balasan hadiah :
1. Membalas dengan hadiah yang sepadan atau lebih baik
Inilah bentuk balasan yang paling utama. Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa diberi kebaikan, maka hendaklah ia membalasnya. Jika tidak mendapatkan sesuatu untuk membalasnya, maka hendaklah ia mendoakannya sampai ia merasa bahwa telah membalasnya.”
(HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Artinya, jika seseorang mendapat hadiah, sebaiknya ia membalas dengan sesuatu yang setara atau lebih baik. Ini mencerminkan rasa terima kasih yang mendalam dan memperkuat hubungan baik.
2. Membalas dengan doa
Bagi yang tidak mampu membalas secara materi, doa adalah bentuk balasan yang mulia. Doa seperti “Jazakallahu khairan” (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan) atau “Barakallahu fiik” (semoga Allah memberkahimu) adalah doa yang sangat dianjurkan.
Doa tidak hanya menjadi pengganti hadiah, tetapi juga membawa keberkahan bagi pemberi maupun penerima.
3. Membalas dengan pujian dan ucapan terima kasih
Seseorang juga bisa membalas hadiah dengan cara menunjukkan rasa syukur dan menghargai pemberi. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak bersyukur kepada Allah orang yang tidak berterima kasih kepada manusia.”
(HR. Tirmidzi, no. 1954)
Ucapan terima kasih yang tulus adalah bentuk penghargaan yang bernilai tinggi di sisi Allah. Dengan mengucapkan syukur, hati menjadi lembut dan hubungan sosial menjadi harmonis.
Hikmah dan Manfaat Membalas Hadiah
Membalas hadiah bukan sekadar tradisi sosial, tetapi memiliki hikmah mendalam yang sejalan dengan nilai-nilai Islam:
- Menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang. Hadiah dan balasannya membuat hubungan antar sesama semakin erat. Rasa cinta tumbuh karena ada perhatian dan penghargaan timbal balik.
- Menghilangkan iri dan permusuhan. Dalam kehidupan bermasyarakat, sering kali muncul rasa iri. Hadiah yang disertai dengan balasan mampu menghapus rasa itu dan menggantinya dengan rasa saling menghormati.
- Meningkatkan rasa syukur. Membalas hadiah melatih diri untuk bersyukur atas nikmat dan kebaikan orang lain. Orang yang tahu berterima kasih akan lebih mudah bersyukur kepada Allah.
- Meneladani akhlak Rasulullah SAW. Dengan membalas hadiah, seseorang meniru akhlak mulia Rasulullah SAW yang penuh rasa syukur, sopan, dan rendah hati.
- Menjaga keseimbangan sosial. Balasan hadiah mengajarkan agar hubungan tidak sepihak. Islam menginginkan hubungan sosial yang saling menghargai, bukan yang hanya menerima tanpa memberi.
Batasan dalam Memberi dan Membalas Hadiah
Walaupun Islam menganjurkan memberi dan membalas hadiah, ada beberapa batasan penting yang harus dijaga agar niat tetap bersih:
- Tidak boleh ada unsur suap atau kepentingan tersembunyi.
Memberikan hadiah untuk mendapatkan keuntungan duniawi, seperti kedudukan atau keputusan hukum, termasuk dalam kategori suap (risywah) yang haram. - Tidak boleh berlebihan atau menimbulkan kesombongan.
Islam menganjurkan kesederhanaan dalam segala hal, termasuk dalam hadiah. Berlebihan bisa menimbulkan iri atau beban bagi penerima. - Niat harus karena Allah semata.
Pemberian dan balasan hadiah hendaknya niatnya untuk mencari ridha Allah, bukan untuk mendapat pujian atau kehormatan manusia. - Tidak wajib membalas jika pemberi ikhlas karena Allah.
Jika seseorang memberi hadiah dengan niat tulus tanpa mengharap balasan, maka penerima tidak berdosa bila tidak membalasnya. Namun, doa dan ucapan terima kasih tetap dianjurkan.
Penutup
Sunnah membalas pemberian hadiah merupakan ajaran luhur dalam Islam yang mengandung banyak nilai kebaikan. Rasulullah SAW mencontohkan bahwa setiap kebaikan hendaknya dibalas, baik dengan pemberian yang sepadan, doa, maupun ucapan terima kasih. Sikap ini menunjukkan rasa syukur, penghargaan, dan akhlak mulia seorang Muslim.
Membalas hadiah bukan sekadar sopan santun, tetapi juga ibadah sosial yang memperkuat hubungan antar manusia. Dengan menerapkan sunnah ini, kita meneladani akhlak Rasulullah ﷺ, memperkuat ukhuwah, serta menebar kasih sayang di tengah masyarakat.
“Barang siapa tidak berterima kasih kepada manusia, maka ia tidak bersyukur kepada Allah.”
(HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Semoga kita semua menjadi hamba yang tahu berterima kasih, mampu membalas kebaikan dengan kebaikan, dan selalu menjadikan setiap pemberian sebagai sarana untuk meraih ridha Allah SWT.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
