Menuntut ilmu adalah ibadah yang dimuliakan, tetapi kemuliaan itu hanya bersinar bila disertai dengan akhlak yang luhur. Dalam perjalanan mencari ilmu, seseorang tak cukup hanya menumpuk hafalan dan pengetahuan, karena ilmu tanpa akhlak ibarat burung yang kehilangan salah satu sayapnya—ia tak akan pernah bisa terbang tinggi.
Imam Az-Zarnuji, melalui karya monumental Kitab Ta‘lîm al-Muta‘allim Tharîq at-Ta‘allum, mengingatkan para penuntut ilmu bahwa ilmu dan akhlak ibarat dua sisi dari satu koin yang tidak dapat dipisahkan. Beliau menegaskan bahwa keberkahan ilmu hanya akan hadir jika disertai adab dan perilaku yang baik terhadap guru, sesama pelajar, serta masyarakat.
Ilmu Tanpa Akhlak Adalah Kehampaan
Imam Az-Zarnuji menulis dengan penuh hikmah:
“العلم بلا أدب كالنار بلا حطب، والأدب بلا علم كالجسد بلا روح.”
“Ilmu tanpa adab bagaikan api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh.”
Ungkapan ini menggambarkan hubungan erat antara ilmu dan akhlak. Ilmu tanpa akhlak tidak akan memberikan manfaat, sementara akhlak tanpa ilmu tak memiliki arah. Keduanya saling melengkapi.
Dalam kehidupan modern, banyak orang yang cerdas secara akademik, namun kehilangan kebijaksanaan moral. Mereka mungkin menguasai teori, tetapi gagal mempraktikkan nilai-nilai kebaikan. Padahal, hakikat ilmu sejati adalah yang mengantarkan manusia kepada kemuliaan budi dan kedekatan kepada Allah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)
Hadis ini menjadi penegasan bahwa akhlak adalah inti dari seluruh ajaran Islam, termasuk dalam proses menuntut dan mengajarkan ilmu.
Akhlak Sebagai Jalan Masuknya Ilmu ke Dalam Hati
Dalam Ta‘lîm al-Muta‘allim, Imam Az-Zarnuji menyebutkan bahwa adab adalah pintu bagi masuknya ilmu ke dalam hati. Ia menulis:
“الأدب زينة العلم، فمن حرم الأدب حرم العلم.”
“Adab adalah perhiasan ilmu, maka siapa yang kehilangan adab, kehilangan pula ilmunya.”
Artinya, ilmu sejati tidak hanya dipahami dengan otak, tetapi juga dirasakan dengan hati yang tunduk dan sopan. Seorang pelajar yang tidak menjaga akhlak kepada guru, ilmu yang ia pelajari tidak akan menetap dalam dirinya.
Akhlak membuka jalan keberkahan. Ketika seseorang rendah hati, menghormati gurunya, dan menghargai sesama, maka hatinya menjadi wadah bersih yang siap menerima cahaya ilmu. Sebaliknya, hati yang sombong dan keras tidak akan mampu menampung pengetahuan yang bermanfaat.
Allah ﷻ berfirman:
إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَذِكْرَى لِمَن كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya sedang dia menyaksikannya.” (QS. Qaf [50]: 37)
Ayat ini menegaskan bahwa ilmu akan memberi manfaat hanya bagi orang yang memiliki hati yang hidup—hati yang tunduk dan beradab.
Meneladani Adab Para Ulama
Para ulama terdahulu tidak hanya dikenal karena keluasan ilmunya, tetapi juga karena kehalusan akhlaknya. Imam Az-Zarnuji sering mengutip kisah para pelajar dan ulama klasik yang rela menempuh perjalanan jauh untuk menuntut ilmu, namun tetap menjaga kesopanan kepada guru mereka.
Beliau menulis:
“كانوا لا يتكلمون بين يدي معلميهم إلا بإذن.”
“Mereka (para pelajar terdahulu) tidak berbicara di hadapan gurunya kecuali dengan izin.”
Adab seperti ini menunjukkan betapa tingginya penghormatan terhadap ilmu. Rasa hormat kepada guru adalah bagian dari penghormatan kepada ilmu itu sendiri. Bahkan Imam Az-Zarnuji mengingatkan bahwa siapa yang meremehkan gurunya, maka ia telah menutup pintu ilmu bagi dirinya.
Dalam konteks pendidikan masa kini, adab terhadap guru tidak boleh dianggap usang. Di era digital, ketika ilmu bisa diakses dengan mudah, penghormatan terhadap sumber ilmu justru semakin penting. Guru bukan hanya penyampai informasi, tetapi juga penuntun spiritual dan moral.
Keseimbangan Antara Kecerdasan dan Kebajikan
Ilmu memberikan arah, tetapi akhlak memberikan makna. Keduanya membentuk keseimbangan yang menghasilkan pribadi utuh. Imam Az-Zarnuji menegaskan bahwa tujuan belajar bukan untuk mencari kedudukan duniawi, melainkan untuk memperbaiki diri dan memberi manfaat bagi sesama.
“ينبغي لطالب العلم أن يجعل قصده في طلب العلم وجه الله تعالى.”
“Seorang penuntut ilmu hendaknya menjadikan tujuan belajarnya semata-mata karena Allah Ta‘ala.”
Ilmu yang dipelajari tanpa niat yang benar akan menjadi beban, bukan keberkahan. Banyak orang yang belajar demi prestise atau kekuasaan, namun akhirnya terjerumus dalam kesombongan. Sementara mereka yang belajar dengan niat memperbaiki diri, ilmunya menjadi cahaya bagi dirinya dan orang lain.
Kecerdasan intelektual harus selalu diiringi kecerdasan moral. Dengan akhlak, ilmu berubah menjadi amalan. Tanpa akhlak, ilmu bisa menjadi alat untuk menipu, menindas, atau menyesatkan.
Akhlak sebagai Penjaga Keberkahan Ilmu
Imam Az-Zarnuji mengajarkan bahwa ilmu yang tidak diamalkan akan hilang keberkahannya. beliau menulis:
“العلم يهتف بالعمل، فإن أجابه وإلا ارتحل.”
“Ilmu memanggil amal; jika amal menyambutnya, ilmu itu akan tetap, tetapi jika tidak, ilmu akan pergi.”
Akhlak adalah bentuk nyata dari amal. Ketika seseorang belajar dengan hati yang bersih dan mengamalkan ilmunya, maka Allah akan menambah keberkahannya. Tetapi jika ilmu hanya berhenti di lisan, maka manfaatnya akan sirna.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَن يَزِدْ عِلْمًا وَلَا يَزِدْ هُدًى لَمْ يَزِدْ مِنَ اللَّهِ إِلَّا بُعْدًا
“Barang siapa bertambah ilmunya tetapi tidak bertambah petunjuknya, maka ia tidak bertambah dari Allah kecuali semakin jauh.” (HR. Ad-Darimi)
Hadis ini menggambarkan bahwa ilmu sejati selalu diiringi dengan peningkatan akhlak dan ketundukan kepada Allah. Jika tidak, ilmu akan menjadi petaka, bukan rahmat.
Akhlak dalam Pergaulan Menuntut Ilmu
Imam Az-Zarnuji juga menekankan pentingnya akhlak dalam interaksi sosial di lingkungan belajar. Seorang pelajar tidak boleh merasa lebih tinggi dari temannya hanya karena lebih tahu. Ia menulis:
“لا يَحتقرنَّ طالبُ العلم أحدًا من زملائه، فربّ صغيرٍ اليوم كبيرٍ غدًا.”
“Janganlah seorang penuntut ilmu meremehkan temannya, karena bisa jadi yang kecil hari ini akan menjadi besar esok.”
Kalimat ini mengajarkan kerendahan hati. Dunia ilmu adalah ruang kebersamaan, bukan arena kompetisi ego. Seorang pelajar harus menghormati perbedaan pandangan dan belajar dari siapa pun, bahkan dari orang yang ilmunya lebih sedikit.
Dalam konteks sosial yang lebih luas, akhlak ilmiah mencakup kejujuran intelektual, keterbukaan terhadap kritik, dan kesediaan mengakui kesalahan. Inilah yang membuat ilmu berkembang dalam suasana saling menghormati.
Membangun Peradaban dengan Ilmu dan Akhlak
Sejarah menunjukkan bahwa peradaban Islam mencapai kejayaannya ketika ilmu dan akhlak berjalan beriringan. Para ilmuwan Muslim seperti Al-Farabi, Ibn Sina, dan Al-Ghazali tidak hanya dikenal karena kecerdasan mereka, tetapi juga karena ketundukan spiritual dan kehalusan budi.
Imam Az-Zarnuji melanjutkan tradisi itu dengan menegaskan bahwa pendidikan sejati adalah yang menumbuhkan manusia berilmu sekaligus berakhlak. Tanpa akhlak, ilmu hanya menghasilkan kekacauan. Tetapi dengan akhlak, ilmu menjadi sarana membangun kemaslahatan.
Allah ﷻ berfirman:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11)
Ayat ini menunjukkan bahwa kemuliaan ilmu tidak dapat dipisahkan dari keimanan dan akhlak yang baik.
Pendidikan Hati: Pondasi dari Segala Ilmu
Imam Az-Zarnuji menekankan bahwa pendidikan sejati dimulai dari hati. Hati yang bersih melahirkan niat yang lurus, akhlak yang baik, dan ilmu yang bermanfaat. Beliau menulis:
“صلاح القلب أساس كل خير.”
“Kebaikan hati adalah dasar dari segala kebaikan.”
Dalam dunia pendidikan modern, pembentukan karakter sering kali diabaikan demi pencapaian akademik. Padahal, ilmu yang tumbuh di hati yang kotor akan kehilangan arah. Oleh karena itu, setiap lembaga pendidikan semestinya menanamkan nilai-nilai akhlak sebelum menjejalkan teori dan data.
Seorang pelajar yang memiliki hati yang baik akan belajar dengan rasa syukur, rendah hati, dan semangat untuk berbuat baik kepada sesama. Itulah ruh pendidikan yang dihidupkan oleh Imam Az-Zarnuji.
Penutup
Ilmu dan akhlak adalah dua sayap yang membawa manusia terbang menuju kemuliaan. Tanpa salah satunya, ia akan terjatuh dalam kebodohan atau kesombongan. Imam Az-Zarnuji mengajarkan bahwa adab adalah jembatan menuju ilmu, dan ilmu adalah cahaya bagi amal.
Maka, siapa pun yang menuntut ilmu harus selalu memperbaiki akhlaknya. Hargailah guru, hormati teman, jaga niat, dan amalkan ilmu dengan penuh keikhlasan.
Sebab pada akhirnya, bukan seberapa banyak ilmu yang kita miliki yang menentukan derajat kita, tetapi seberapa mulia akhlak yang menyertai ilmu itu.
Sebagaimana kata Imam Az-Zarnuji yang menutup bab tentang adab dengan kalimat meneduhkan:
“من تأدب تأله.”
“Siapa yang beradab, maka ia akan sampai kepada Allah.”
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqro’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
