Khazanah
Beranda » Berita » Zuhud dalam Menuntut Ilmu: Ketika Dunia Tak Lagi Menguasai Hati Menurut Kitab Ta‘lîm al-Muta‘allim Tharîq at-Ta‘allum

Zuhud dalam Menuntut Ilmu: Ketika Dunia Tak Lagi Menguasai Hati Menurut Kitab Ta‘lîm al-Muta‘allim Tharîq at-Ta‘allum

Pelajar zuhud menuntut ilmu dengan hati tenang, melambangkan kebebasan dari cinta dunia.
Seorang pelajar duduk di bawah pohon, kitab terbuka di pangkuannya. Cahaya lembut turun dari langit, menggambarkan ketenangan hati yang terbebas dari ambisi dunia.

Menuntut ilmu adalah perjalanan panjang yang bukan hanya mengasah akal, tetapi juga membersihkan hati. Dalam pandangan Islam klasik, ilmu sejati tidak dapat tumbuh di hati yang dikuasai oleh cinta dunia. Karena itu, Imam Az-Zarnuji dalam karya legendarisnya Kitab Ta‘lîm al-Muta‘allim Tharîq at-Ta‘allum menekankan satu prinsip penting bagi para penuntut ilmu: zuhud, yaitu melepaskan keterikatan hati terhadap dunia.

Zuhud bukan berarti membenci dunia atau meninggalkan kehidupan. Ia adalah kemampuan untuk mengendalikan keinginan, agar dunia tidak menodai niat dalam menuntut ilmu. Seorang pelajar yang zuhud akan belajar karena Allah, bukan demi kedudukan, harta, atau pujian manusia. Inilah yang menjadikan ilmunya berkah dan berbuah amal saleh.

Ilmu dan Dunia: Dua Cinta yang Tak Dapat Bersatu

Sejak awal Islam, para ulama sudah memperingatkan bahwa ilmu dan cinta dunia tidak bisa tumbuh bersama dalam satu hati. Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ، أَوْ يُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ، أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ، أَدْخَلَهُ اللهُ النَّارَ
“Barang siapa menuntut ilmu untuk menyombongkan diri di hadapan ulama, atau berdebat dengan orang bodoh, atau agar orang-orang menatap kepadanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka.” (HR. Tirmidzi)

Hadits ini menggambarkan dengan jelas bahwa ilmu tanpa keikhlasan akan membawa kehancuran spiritual. Imam Az-Zarnuji kemudian menegaskan dalam kitabnya:

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

“ينبغي لطالب العلم أن يكون زاهداً في الدنيا، راغباً في الآخرة.”
“Seorang penuntut ilmu hendaknya zuhud terhadap dunia dan bersemangat terhadap akhirat.”

Artinya, ilmu hanya akan memberi manfaat bila hati bebas dari ambisi duniawi. Ketika niat belajar didasari cinta dunia, ilmu berubah menjadi alat untuk mencari kehormatan, bukan jalan menuju kebenaran.

Zuhud: Bukan Menolak Dunia, Tapi Mengendalikannya

Zuhud sering disalahpahami sebagai hidup miskin atau menjauhi dunia secara total. Padahal, zuhud bukan tentang apa yang dimiliki, melainkan bagaimana hati memandang kepemilikan itu.

Seorang pelajar bisa memiliki harta, fasilitas, dan kemudahan, namun tetap zuhud jika semua itu tidak menguasai hatinya. Imam Az-Zarnuji mengajarkan bahwa zuhud adalah “meninggalkan ketergantungan pada dunia.”

Dalam Ta‘lîm al-Muta‘allim, beliau menulis:

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

“الزهد في الدنيا أن لا تفرح بإقبالها ولا تحزن على إدبارها.”
“Zuhud terhadap dunia adalah tidak bergembira ketika dunia datang, dan tidak bersedih ketika dunia pergi.”

Zuhud mengajarkan keseimbangan. Dengan sikap ini, penuntut ilmu tetap bersemangat belajar tanpa menjadikan hasil duniawi sebagai tujuan utama. Ia belajar untuk mendekat kepada Allah, bukan untuk memperkaya diri atau menaikkan status sosial.

Ilmu Tanpa Zuhud Hanya Akan Menjadi Beban

Imam Az-Zarnuji menegaskan bahwa ilmu yang tidak dibarengi dengan akhlak zuhud justru bisa menjadi bumerang bagi penuntutnya. Ia menulis:

“العلم بلا عمل جنون، والعمل بلا علم لا يكون.”
“Ilmu tanpa amal adalah kegilaan, dan amal tanpa ilmu tidak mungkin terjadi.”

Ilmu yang dikejar tanpa keikhlasan akan menjadikan seseorang sombong. Ia merasa lebih tinggi dari orang lain, dan akhirnya menjauh dari keberkahan. Sebaliknya, orang yang menuntut ilmu dengan hati zuhud akan memandang dirinya kecil di hadapan Allah. Ia tidak bangga karena ilmunya, tapi bersyukur karena diberi kesempatan belajar.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Zuhud menjernihkan niat. Dengan hati zuhud, seseorang belajar bukan karena ingin dikenal, tapi karena ingin diridhai. Dengan niat itu, setiap langkah menuju ilmu menjadi ibadah.

Zuhud Melahirkan Ketenangan dalam Menuntut Ilmu

Salah satu buah terbesar dari zuhud adalah ketenangan. Dunia yang penuh gemerlap sering kali membuat hati penuntut ilmu gelisah—takut gagal, iri pada yang lebih sukses, atau kecewa karena hasil tak sesuai harapan.

Namun, orang yang zuhud tahu bahwa nilai belajar bukan pada hasil duniawi, melainkan pada proses mendekat kepada Allah. Imam Az-Zarnuji menggambarkan bahwa ilmu sejati lahir dari hati yang tenang dan bersih dari keserakahan.

Allah berfirman:

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra‘d [13]: 28)

Hati yang zuhud selalu mengingat Allah di setiap langkah menuntut ilmu. Ia tidak merasa kecil ketika gagal, tidak sombong ketika berhasil. Karena baginya, yang terpenting bukan berapa banyak ilmu yang dikuasai, melainkan seberapa besar ilmu itu mendekatkannya kepada Allah.

Zuhud dan Keberkahan Ilmu

Ilmu yang diberkahi adalah ilmu yang menumbuhkan kebaikan. Dan keberkahan itu lahir dari niat yang bersih serta hati yang zuhud. Imam Az-Zarnuji menegaskan bahwa ilmu tidak akan memberi manfaat jika dicari dengan ambisi dunia.

“من طلب العلم للدنيا فاته خير الآخرة.”
“Barang siapa mencari ilmu untuk dunia, maka ia akan kehilangan kebaikan akhirat.”

Zuhud menjadikan ilmu tidak hanya berguna bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain. Orang zuhud tidak memanfaatkan ilmunya untuk memperkaya diri atau mencari ketenaran, melainkan untuk memberi manfaat kepada umat.

Rasulullah ﷺ bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Ahmad)

Guru yang zuhud akan mengajar dengan tulus, murid yang zuhud akan belajar dengan ikhlas. Dari keduanya lahirlah keberkahan ilmu yang tidak akan hilang meskipun waktu terus berjalan.

Zuhud: Cermin Kemandirian dan Keikhlasan

Sikap zuhud juga melahirkan kemandirian. Penuntut ilmu yang zuhud tidak akan menjadikan dunia sebagai sandaran, karena ia yakin bahwa rezeki datang dari Allah, bukan dari manusia. Ia belajar tanpa pamrih, dan bekerja tanpa berharap pujian.

Imam Az-Zarnuji menulis bahwa penuntut ilmu seharusnya tidak bergantung pada pemberian orang lain, karena ketergantungan itu akan mengurangi keikhlasan. Beliau berkata:

“من تعود الأخذ من الناس ذلّ.”
“Barang siapa terbiasa mengambil dari manusia, ia akan menjadi hina.”

Zuhud membebaskan hati dari ketakutan akan kekurangan. Ia membuat penuntut ilmu berani hidup sederhana dan fokus pada tujuannya. Ia tidak mengeluh, tidak iri, dan tidak menuntut berlebihan.

Zuhud Menjadikan Ilmu Sebagai Cahaya, Bukan Beban

Banyak orang belajar, tapi tidak semua merasakan cahaya ilmu. Ilmu yang dicari dengan niat dunia sering kali menambah gelapnya hati. Namun, ilmu yang dicari dengan zuhud akan menerangi kehidupan.

Imam Az-Zarnuji menyebut bahwa salah satu tanda ilmu yang bermanfaat adalah ketika ia membawa pemiliknya kepada kerendahan hati dan ketaatan. Sementara ilmu tanpa zuhud hanya akan membuat seseorang sombong dan jauh dari amal.

Zuhud juga membentuk ketenangan dalam berpikir. Orang zuhud tidak mudah terpancing dalam perdebatan atau iri terhadap pencapaian orang lain. Ia belajar karena Allah, dan karena itu setiap pengetahuannya membawa kedamaian, bukan kebanggaan kosong.

Zuhud: Jalan Spiritual Para Penuntut Ilmu

Menuntut ilmu adalah ibadah hati. Karena itu, perjalanan spiritual penuntut ilmu tidak bisa dilepaskan dari latihan membersihkan diri dari hawa nafsu. Zuhud menjadi pondasi agar ilmu tidak hanya menjadi pengetahuan, tetapi juga hikmah yang menghidupkan jiwa.

Imam Az-Zarnuji menulis:

“من أحب الدنيا لا يوفق للعلم.”
“Barang siapa mencintai dunia, maka ia tidak akan diberi taufik untuk memperoleh ilmu.”

Kalimat ini menegaskan bahwa hati yang dipenuhi cinta dunia akan sulit menerima cahaya ilmu. Karena ilmu adalah anugerah Allah yang hanya diberikan kepada hati yang bersih dan lapang.

Maka, setiap pelajar, guru, dan penuntut ilmu perlu menanamkan sikap zuhud. Ia bukan sekadar moralitas, melainkan syarat utama agar ilmu menjadi berkah.

Penutup

Zuhud tidak menolak dunia, melainkan menempatkannya di tangan, bukan di hati. Dunia boleh dimiliki, tapi jangan sampai memilikinya membuat kita lupa pada tujuan akhir: Allah.

Imam Az-Zarnuji dalam kitabnya menulis kalimat indah:

“من زهد في الدنيا أحبه الله، ومن زهد فيما في أيدي الناس أحبه الناس.”
“Barang siapa zuhud terhadap dunia, Allah akan mencintainya; dan barang siapa zuhud terhadap apa yang dimiliki manusia, manusia pun akan mencintainya.”

Zuhud adalah kemerdekaan hati. Ia membebaskan penuntut ilmu dari jerat ambisi dan keserakahan. Dengan zuhud, belajar menjadi ibadah, ilmu menjadi cahaya, dan dunia tak lagi berkuasa atas hati.

Karena sejatinya, ilmu yang sejati bukan yang memperluas wawasan dunia, melainkan yang memperdalam hubungan dengan Tuhan. Zuhud adalah jembatan antara ilmu dan kebijaksanaan, antara dunia dan surga, antara manusia dan Allah.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement