Khazanah
Beranda » Berita » Ketekunan dan Sabar: Dua Sayap Menuju Keberhasilan Menurut Kitab Ta‘lîm al-Muta‘allim Tharîq at-Ta‘allum

Ketekunan dan Sabar: Dua Sayap Menuju Keberhasilan Menurut Kitab Ta‘lîm al-Muta‘allim Tharîq at-Ta‘allum

Pelajar duduk tekun membaca kitab dengan cahaya menyerupai sayap, melambangkan ketekunan dan kesabaran dalam menuntut ilmu
Seorang pelajar duduk tekun membaca kitab di bawah sinar matahari pagi, dengan latar pohon dan langit yang tenang. Dari atas, tampak dua cahaya lembut menyerupai sayap yang menaungi dirinya simbol ketekunan dan kesabaran.

Dalam dunia pendidikan modern, kita sering mendengar ungkapan bahwa “kesuksesan adalah hasil dari kerja keras.” Namun, dalam pandangan para ulama klasik, kerja keras saja belum cukup. Imam Az-Zarnuji, melalui karyanya yang masyhur Ta‘lîm al-Muta‘allim Tharîq at-Ta‘allum, menambahkan dua unsur utama yang menjadi sayap bagi keberhasilan sejati: ketekunan (mujâhadah) dan kesabaran (shabr).

Keduanya bukan sekadar nasihat moral, melainkan fondasi spiritual dalam perjalanan menuntut ilmu. Tanpa ketekunan, ilmu hanya akan singgah sementara. Tanpa kesabaran, perjalanan mencari ilmu akan terhenti di tengah jalan. Karena itu, kedua sifat ini seperti dua sayap burung yang mengangkat pelajar menuju langit keberkahan ilmu.

Ketekunan: Nafas Panjang Para Penuntut Ilmu

Imam Az-Zarnuji menulis dalam kitabnya:

“ومن لم يصبر على ذل التعلم ساعة بقي في ذل الجهل أبداً.”
“Barang siapa tidak mau bersabar atas kesulitan belajar sesaat, maka ia akan hidup dalam kehinaan kebodohan selamanya.”

Kutipan ini menggambarkan bahwa belajar menuntut perjuangan. Tidak ada ilmu yang datang dengan mudah, karena hakikat ilmu adalah hasil dari pengorbanan waktu, tenaga, dan kenyamanan. Ketekunan dalam belajar bukan hanya tentang rajin membaca, melainkan juga tentang kesediaan menghadapi rasa bosan, gagal, dan lelah.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Ketekunan berarti melangkah terus meski hasil belum terlihat. Ia adalah seni untuk tetap berjuang ketika semangat mulai pudar. Dalam dunia pendidikan, banyak yang pandai di awal tetapi berhenti di tengah jalan, bukan karena tidak mampu, melainkan karena tidak tekun.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami, pasti akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS. Al-‘Ankabût [29]: 69)

Ayat ini menegaskan bahwa ketekunan adalah bentuk jihad dalam menuntut ilmu. Setiap pelajar yang berjuang melawan malas dan putus asa sejatinya sedang berjuang di jalan Allah.

Menata Niat agar Ketekunan Tak Berubah Menjadi Ambisi

Ketekunan yang tidak disertai niat lurus bisa berubah menjadi ambisi duniawi. Imam Az-Zarnuji memberi peringatan halus:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

“ينبغي للطالب أن يكون قصده في طلب العلم رضا الله تعالى لا نيل الجاه والمال.”
“Seorang pelajar hendaknya meniatkan menuntut ilmu untuk mencari ridha Allah, bukan untuk memperoleh kedudukan atau harta.”

Ketekunan sejati lahir dari niat yang ikhlas. Jika seseorang belajar hanya untuk nilai, gelar, atau pengakuan, maka semangatnya akan mudah pudar. Namun, bila ia belajar untuk mendekat kepada Allah, maka setiap langkah menjadi ibadah.

Dalam pandangan spiritual, niat adalah bahan bakar ketekunan. Orang yang tulus akan tetap belajar meski tak dipuji, tetap membaca meski tak dinilai, dan tetap mengajar meski tak dibayar. Karena ia tahu, yang ia kejar bukan sanjungan, tapi keberkahan.

Sabar: Pondasi yang Meneguhkan Langkah

Jika ketekunan adalah tenaga, maka kesabaran adalah arah. Tanpa kesabaran, ketekunan bisa melahirkan kelelahan. Imam Az-Zarnuji menekankan bahwa sabar adalah kunci bagi siapa pun yang menuntut ilmu.

“لا يدرك العلم براحة الجسد.”
“Ilmu tidak akan diperoleh dengan bersantai-santai.”

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Sabar bukan berarti diam, melainkan kemampuan untuk bertahan dalam proses. Dalam konteks belajar, sabar berarti menahan diri dari tergesa-gesa ingin tahu semuanya, menahan rasa malas, dan menerima kegagalan sebagai bagian dari pertumbuhan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ، وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ
“Barang siapa berusaha untuk sabar, maka Allah akan menjadikannya sabar. Dan tidak ada pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini mengingatkan bahwa sabar bukan bawaan lahir, melainkan keterampilan spiritual yang bisa dilatih.

Sabar dalam Menghadapi Guru dan Ilmu

Imam Az-Zarnuji juga menekankan adab kesabaran terhadap guru. Ia menulis:

“ومن صبر على جفاء أستاذه نال العلم.”
“Barang siapa bersabar atas sikap keras gurunya, maka ia akan memperoleh ilmu.”

Dalam konteks ini, sabar berarti menghormati proses bimbingan. Terkadang guru menguji muridnya dengan kritik atau ketegasan, bukan karena benci, tetapi karena ingin membentuk kekuatan batin.

Banyak pelajar gagal bukan karena bodoh, melainkan karena tidak sabar menghadapi kritik. Padahal, kritik adalah cermin yang memantulkan kemajuan. Sabar menghadapi guru berarti membuka ruang bagi pemahaman yang lebih dalam.

Sabar Menghadapi Diri Sendiri

Musuh terbesar dalam menuntut ilmu bukanlah keterbatasan waktu atau ekonomi, tetapi diri sendiri. Imam Az-Zarnuji menegaskan pentingnya mujâhadah an-nafs — perjuangan melawan hawa nafsu, terutama rasa malas dan cepat bosan.

Setiap pelajar pasti mengalami masa jenuh. Di titik itu, kesabaran diuji. Sabar berarti tetap berusaha walau hati ingin menyerah. Ia bukan soal menunggu semangat datang, tapi soal menciptakan semangat itu sendiri.

Allah mengingatkan dalam Al-Qur’an:

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 153)

Ayat ini bukan sekadar janji, tapi motivasi. Saat seseorang bersabar, ia tidak sendirian. Ada kehadiran Ilahi yang menuntunnya melewati segala kesulitan.

Ketekunan dan Sabar: Kekuatan yang Saling Menguatkan

Ketekunan tanpa kesabaran bisa berubah menjadi kelelahan, sementara kesabaran tanpa ketekunan bisa berakhir pada pasifitas. Keduanya harus berjalan beriringan seperti dua sayap yang seimbang.

Imam Az-Zarnuji menyebut:

“العلم لا يدرك إلا بالتكرار والصبر.”
“Ilmu tidak akan diperoleh kecuali dengan pengulangan dan kesabaran.”

Pengulangan yang dimaksud bukan hanya dalam membaca teks, tetapi juga dalam melatih pemahaman dan perilaku. Pelajar yang tekun dan sabar akan menemukan bahwa setiap pengulangan memperdalam makna, dan setiap kegagalan menambah hikmah.

Menjadikan Sabar dan Tekun Sebagai Gaya Hidup Ilmiah

Dalam dunia akademik modern, disiplin dan konsistensi menjadi tolok ukur keberhasilan. Nilai-nilai ini sejatinya sudah lama diajarkan oleh para ulama klasik seperti Imam Az-Zarnuji.

Ketekunan dan sabar bukan hanya prinsip spiritual, tapi juga strategi ilmiah. Orang yang sabar akan mampu meneliti lebih dalam, sementara orang yang tekun akan terus memperbaiki diri. Keduanya melahirkan karakter tangguh yang tidak mudah menyerah pada keadaan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang dilakukan secara terus-menerus meskipun sedikit.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menegaskan bahwa keberkahan lahir dari konsistensi. Ilmu yang dipelajari sedikit demi sedikit, namun terus-menerus, akan lebih kokoh dibanding ilmu yang dikejar secara tergesa.

Tantangan Zaman: Ketekunan di Tengah Kecepatan

Zaman sekarang menawarkan kemudahan luar biasa: teknologi, informasi instan, dan akses ilmu tanpa batas. Namun, di balik itu semua, manusia semakin kehilangan kesabaran. Banyak pelajar ingin cepat menguasai segalanya tanpa melewati proses.

Inilah tantangan besar generasi modern: menjaga ketekunan di tengah budaya instan. Imam Az-Zarnuji seakan telah membaca situasi ini jauh sebelum internet lahir. Beliau mengajarkan bahwa ilmu sejati tidak bisa didapat dengan sekali klik, tetapi dengan perjalanan panjang penuh sabar dan istiqamah.

Penutup

Ketekunan dan sabar adalah dua sayap yang mengangkat penuntut ilmu menuju langit keberkahan. Dengan keduanya, seseorang bukan hanya menjadi pandai, tetapi juga bijak. Ia belajar memahami bahwa ilmu bukan sekadar hafalan, melainkan perjalanan membentuk jiwa.

Imam Az-Zarnuji menulis dengan penuh makna:

“من صبر ظفر.”
“Barang siapa bersabar, niscaya ia akan menang.”

Kemenangan yang dimaksud bukan sekadar keberhasilan akademik, tetapi ketenangan hati dan kedewasaan berpikir. Karena hakikat keberhasilan bukan berada di puncak, tetapi dalam kemampuan untuk terus berjalan — meski perlahan, tapi pasti.

Maka, jadikanlah sabar dan tekun sebagai bekal dalam setiap langkah belajar. Sebab, ilmu yang tumbuh dari kesabaran akan berbuah keberkahan, dan ketekunan yang dilandasi niat suci akan menjadi cahaya yang tak pernah padam dalam hidup.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement