Khazanah
Beranda » Berita » Adab Sesama Pelajar: Persaudaraan yang Melahirkan Ilmu Menurut Kitab Ta‘lîm al-Muta‘allim Tharîq at-Ta‘allum

Adab Sesama Pelajar: Persaudaraan yang Melahirkan Ilmu Menurut Kitab Ta‘lîm al-Muta‘allim Tharîq at-Ta‘allum

Pelajar duduk bersama membaca kitab, melambangkan persaudaraan dan adab sesama penuntut ilmu.
Sekelompok pelajar duduk melingkar di bawah pohon, membaca kitab bersama dengan ekspresi damai. Cahaya lembut turun dari langit, menggambarkan keberkahan dan kebersamaan dalam menuntut ilmu.

Dalam perjalanan mencari ilmu, banyak orang menaruh perhatian besar pada guru dan kitab, tetapi lupa bahwa sesama pelajar juga bagian penting dari keberhasilan belajar. Persaudaraan di antara para penuntut ilmu bukan sekadar kebersamaan di ruang belajar, melainkan fondasi moral yang menjaga ilmu tetap hidup dan berbuah.

Imam Az-Zarnuji dalam kitab klasiknya Ta‘lîm al-Muta‘allim Tharîq at-Ta‘allum mengingatkan bahwa ilmu hanya tumbuh dalam hati yang bersih, dan hati akan bersih bila hubungan dengan sesama dijaga. Maka, adab terhadap teman sejalan dengan adab terhadap ilmu itu sendiri.

Persaudaraan Ilmu: Bukan Sekadar Kebersamaan Fisik

Di awal pembahasannya tentang pergaulan, Imam Az-Zarnuji menulis:

“ينبغي للطالب أن يختار الأصحاب الصالحين المتعاونين على طلب العلم.”
“Seorang pelajar hendaknya memilih teman-teman yang saleh, yang dapat bekerja sama dalam mencari ilmu.”

Kata “التعاون” (ta‘āwun — saling tolong-menolong) menunjukkan bahwa belajar bukan pekerjaan individual. Setiap pelajar membutuhkan ekosistem yang sehat — tempat di mana ide saling bertukar, kesalahan dimaafkan, dan semangat saling disebarkan.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Persaudaraan sesama pelajar bukan sekadar berbagi catatan kuliah, tetapi juga berbagi motivasi dan nasihat. Dalam atmosfer seperti itu, ilmu tidak hanya dipelajari, tetapi juga dihidupi.

Allah berfirman:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa.” (QS. Al-Mā’idah [5]: 2)

Ayat ini menjadi dasar moral bagi setiap hubungan antarpenuntut ilmu. Persaudaraan sejati tidak didirikan atas dasar popularitas atau kepintaran, melainkan atas nilai kebaikan dan ketakwaan.

Ilmu Tak Akan Berkah Bila Hati Kotor

Salah satu sebab hilangnya keberkahan ilmu adalah permusuhan dan iri hati di antara pelajar. Imam Az-Zarnuji memperingatkan dalam kitabnya:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

“الحسد يفسد القلب، ويقطع طريق العلم.”
“Hasad (iri hati) merusak hati dan memutus jalan menuju ilmu.”

Ilmu membutuhkan hati yang jernih. Ketika hati terisi rasa iri terhadap keberhasilan teman, pintu hikmah perlahan tertutup. Ilmu tidak akan melekat pada hati yang penuh kedengkian, karena ilmu adalah cahaya, dan cahaya tidak akan menetap dalam kegelapan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ، فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
“Jauhilah hasad, karena hasad memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (HR. Abu Dawud)

Hadits ini menegaskan bahwa menjaga hati dari iri adalah bagian dari menjaga ilmu. Pelajar sejati tidak menakar pencapaian dirinya dengan kesuksesan orang lain, tetapi dengan seberapa tulus ia berproses.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Saling Menghormati: Kunci Keberkahan dalam Belajar Bersama

Belajar dalam komunitas sering kali menghadirkan perbedaan pendapat. Namun Imam Az-Zarnuji mengajarkan adab mulia:

“ولا يتكبر على إخوانه، فإن الكبر يمنع الفهم.”
“Janganlah seorang pelajar menyombongkan diri terhadap teman-temannya, karena kesombongan menghalangi pemahaman.”

Betapa dalam pesan ini. Ilmu ternyata bukan hanya tentang otak, tetapi juga tentang hati. Kesombongan terhadap sesama pelajar dapat menutup jalan pemahaman, sebab Allah tidak menurunkan hikmah kepada hati yang sombong.

Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sebesar zarrah kesombongan.” (HR. Muslim)

Belajar menghargai teman sekelas berarti membuka ruang bagi pertumbuhan diri. Ketika pelajar menghormati ide dan pandangan temannya, ia sejatinya sedang melatih akal dan hatinya agar lebih bijak.

Diskusi yang Santun, Bukan Debat yang Panas

Imam Az-Zarnuji menasihatkan agar pelajar tidak berdebat untuk mencari kemenangan, tetapi untuk mencari kebenaran. Beliau menulis:

“لا تجادل بالباطل، فإن الجدال يورث العداوة.”
“Jangan berdebat dengan cara yang batil, karena debat yang tidak benar menimbulkan permusuhan.”

Dalam konteks modern, pesan ini sangat relevan. Di dunia digital, banyak pelajar yang tergoda untuk menunjukkan siapa yang paling tahu. Padahal, perdebatan yang tak disertai adab justru menutup pintu keberkahan.

Diskusi yang sehat adalah ketika dua orang saling belajar, bukan saling menjatuhkan. Di sinilah letak kemuliaan seorang penuntut ilmu — mampu berbeda tanpa benci, dan mampu berbicara tanpa meninggikan diri.

Menyebar Ilmu dengan Cinta, Bukan Dengan Riyaa’

Adab terhadap sesama pelajar juga mencakup cara berbagi ilmu. Imam Az-Zarnuji menulis:

“إذا علمت علماً فاعلم لله لا للرياء والسمعة.”
“Jika engkau mengajarkan ilmu, maka ajarkanlah karena Allah, bukan karena ingin dilihat atau dipuji.”

Memberi tahu teman tentang pelajaran bukan untuk menunjukkan diri lebih pandai, melainkan untuk menambah keberkahan. Ilmu yang dibagi karena Allah akan tumbuh, sedangkan ilmu yang dibagi karena riyaa’ akan layu.

Allah berfirman:

مَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ
“Barang siapa menginginkan hasil (keuntungan) akhirat, akan Kami tambahkan baginya hasil itu.” (QS. Asy-Syūrā [42]: 20)

Maka, mengajar teman bukan hanya perbuatan baik sosial, tapi juga investasi akhirat.

Saling Menasihati dalam Kebenaran dan Kesabaran

Salah satu tanda persaudaraan sejati adalah kesediaan saling menasihati. Imam Az-Zarnuji mengingatkan agar nasihat disampaikan dengan kasih, bukan dengan nada menggurui.

Rasulullah ﷺ bersabda:

الدِّينُ النَّصِيحَةُ
“Agama adalah nasihat.” (HR. Muslim)

Namun beliau juga mengajarkan, nasihat yang benar adalah yang disampaikan dengan hikmah dan kelembutan. Dalam dunia pelajar, menegur teman bukan untuk mempermalukan, melainkan untuk membantu tumbuh.

Dalam suasana penuh empati seperti ini, ilmu akan tumbuh dengan subur. Tidak ada yang merasa lebih tinggi, tidak pula merasa paling benar. Semua berjalan di jalan yang sama: mencari ridha Allah melalui ilmu.

Gotong Royong dalam Belajar: Tradisi yang Perlu Dihidupkan Kembali

Di pesantren-pesantren klasik, para santri sering belajar dalam kelompok kecil, saling membaca kitab, saling mengoreksi, dan saling mendoakan. Tradisi ini bukan tanpa dasar. Imam Az-Zarnuji menulis:

“من أعان أخاه في طلب العلم أعانه الله في طلبه.”
“Barang siapa membantu saudaranya dalam menuntut ilmu, maka Allah akan membantunya dalam menuntut ilmu.”

Gotong royong dalam belajar bukan sekadar strategi akademik, tetapi bentuk ibadah. Ketika seorang teman membantu menjelaskan pelajaran, ia sesungguhnya sedang menanam pahala jariyah.

Kebersamaan seperti ini perlu dihidupkan kembali dalam dunia pendidikan modern. Di tengah kompetisi akademik yang ketat, nilai-nilai kolaborasi justru menjadi oase. Sebab dalam persaudaraan yang tulus, ilmu akan lebih mudah dipahami dan diamalkan.

Menjaga Lisan dan Sikap di Hadapan Teman

Adab sesama pelajar juga mencakup cara berbicara dan bersikap. Imam Az-Zarnuji menasihati agar pelajar berhati-hati dalam berkata, karena kata-kata bisa menjadi berkah, tapi juga bisa menjadi bencana.

Beliau menulis:

“احفظ لسانك عن الكذب والغيبة، فإنهما يذهبان نور العلم.”
“Jagalah lisanmu dari dusta dan ghibah, karena keduanya menghilangkan cahaya ilmu.”

Banyak yang belajar keras namun tak merasakan ketenangan, karena lisannya ringan mencela. Ilmu yang berkah hanya akan datang kepada hati dan lisan yang dijaga. Maka, diam lebih baik daripada bicara yang menyakitkan.

Persaudaraan yang Melahirkan Keberkahan Hidup

Imam Az-Zarnuji menutup banyak nasihatnya dengan doa agar pelajar diberi sahabat yang saleh. Persahabatan yang dilandasi iman akan melahirkan keberkahan yang panjang, bahkan hingga akhirat.

Rasulullah ﷺ bersabda:

الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ
“Seseorang akan bersama dengan orang yang ia cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menjadi harapan bagi setiap pelajar yang membangun persaudaraan atas dasar cinta karena Allah. Persaudaraan seperti ini tidak hanya bermanfaat di dunia, tetapi juga menjadi cahaya di akhirat.

Penutup

Persaudaraan di antara pelajar bukan sekadar etika sosial, melainkan bagian dari spiritualitas menuntut ilmu. Ketika hati-hati saling mendoakan dan saling menguatkan, ilmu menjadi berkah dan membawa manfaat luas.

Ilmu sejati bukan hanya kumpulan konsep, tetapi cermin dari kebersihan hati dan keindahan akhlak. Sebab, sebagaimana kata Imam Az-Zarnuji:

“العلم لا يثبت إلا بالعمل، والعمل لا يتم إلا بالإخلاص، والإخلاص لا يكون إلا بصحبة الصالحين.”
“Ilmu tidak akan teguh kecuali dengan amal; amal tidak sempurna kecuali dengan keikhlasan; dan keikhlasan tidak akan tumbuh kecuali dengan bersahabat dengan orang saleh.”

Maka, hormatilah teman belajar. Jadikan mereka saudara seiman yang tumbuh bersama dalam cahaya ilmu. Karena di antara doa, tawa, dan perdebatan ringan bersama merekalah — keberkahan ilmu menemukan rumahnya.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement