Setiap pencari ilmu pasti pernah berada di persimpangan: kepada siapa aku harus belajar, dan ilmu apa yang seharusnya aku pelajari lebih dulu? Pertanyaan sederhana ini sejatinya menjadi fondasi seluruh perjalanan keilmuan. Dalam pandangan Islam klasik, memilih guru dan ilmu bukan urusan sepele, melainkan langkah spiritual yang menentukan arah hidup seseorang.
Imam Burhānuddīn al-Zarnūjī, dalam kitab legendarisnya Ta‘lîm al-Muta‘allim Tharîq at-Ta‘allum, menegaskan bahwa keberhasilan seorang penuntut ilmu sangat bergantung pada niat, pemilihan guru, dan jenis ilmu yang ia pelajari. Baginya, ilmu yang benar harus disertai guru yang tepat, sebab tanpa bimbingan seorang guru, ilmu mudah kehilangan arah dan makna.
قال الإمام الزرنوجي:
“ينبغي للطالب أن يختار من العلوم ما هو أنفع له في دينه ودنياه، ويختار العالم الكامل المتبع للسنة.”“Seorang pelajar seharusnya memilih ilmu yang paling bermanfaat bagi agama dan dunianya, serta memilih guru yang sempurna dan mengikuti sunnah.”
Kutipan ini menjadi pangkal renungan: ilmu dan guru adalah dua sisi dari satu jalan menuju kebijaksanaan. Tanpa keduanya berjalan beriring, seseorang mudah tersesat di tengah gelombang pengetahuan yang kian luas di era modern ini.
Ilmu yang Benar: Cahaya yang Menuntun Kehidupan
Ilmu dalam Islam bukan sekadar kumpulan teori, tetapi cahaya yang menuntun hidup. Allah ﷻ berfirman:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
“Katakanlah: Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. Az-Zumar [39]: 9)
Ayat ini menegaskan bahwa ilmu memiliki kekuatan untuk membedakan arah hidup manusia. Namun, tidak semua ilmu membawa pada kebaikan. Imam Al-Zarnuji mengingatkan bahwa ilmu yang benar adalah yang mengantarkan kepada amal saleh dan memperkuat hubungan dengan Allah.
Ilmu yang hanya mengejar status sosial atau keuntungan duniawi justru dapat menjerumuskan. Oleh karena itu, seorang pelajar harus selektif dalam memilih bidang ilmu. Ia perlu menanyakan pada dirinya: apakah ilmu ini mendekatkan aku kepada kebenaran, atau justru menjauhkan?
Dalam konteks modern, pesan ini tetap relevan. Banyak orang menguasai pengetahuan teknologi, ekonomi, atau politik, tetapi kehilangan arah moral. Islam tidak menolak kemajuan dunia, namun mengajarkan agar setiap ilmu diiringi nilai-nilai spiritual dan adab.
Memilih Guru: Cermin Keberkahan Ilmu
Imam Al-Zarnuji memberi perhatian besar pada pentingnya memilih guru. Beliau menulis:
قال الإمام الزرنوجي:
“على الطالب أن يتخير الأستاذ الكامل، الورع، العالم، الزاهد، الحكيم.”“Seorang pelajar hendaknya memilih guru yang sempurna, wara’, berilmu, zuhud, dan bijaksana.”
Guru bukan sekadar orang yang mentransfer informasi, melainkan teladan hidup. Dalam tradisi Islam, guru dipandang sebagai perantara cahaya ilmu dari Allah kepada manusia. Ia bukan hanya mengajarkan apa yang harus diketahui, tetapi juga bagaimana cara menjadi manusia yang berilmu.
Rasulullah ﷺ sendiri mencontohkan hubungan antara murid dan guru yang dilandasi cinta dan penghormatan. Beliau bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّمًا
“Sesungguhnya aku diutus hanya sebagai seorang guru.” (HR. Ibnu Majah)
Hadis ini menegaskan bahwa profesi guru adalah amanah profetik. Maka, seorang pelajar yang mencari guru bukan hanya mencari kecerdasan, tetapi juga mencari keikhlasan dan kebijaksanaan. Guru yang baik tidak selalu paling pandai secara akademik, tetapi yang mampu menuntun muridnya agar mencintai ilmu dan takut kepada Allah.
Adab Terhadap Guru: Kunci Keberhasilan dalam Belajar
Imam Al-Zarnuji menegaskan bahwa adab kepada guru lebih penting daripada sekadar kepandaian. Ia menulis dengan lembut namun dalam:
“من لم يصبر على ذل التعلم، بقي عمره في عماية الجهل.”
“Barang siapa tidak sabar terhadap kerendahan dalam belajar, maka ia akan hidup dalam kebodohan selamanya.”
Adab menuntut ilmu mencakup sikap rendah hati, kesabaran, dan penghormatan terhadap guru. Pelajar yang baik tidak memotong ucapan gurunya, tidak membantah dengan emosi, dan senantiasa berdoa agar gurunya diberi keberkahan.
Di zaman sekarang, adab seperti ini mulai tergerus. Banyak pelajar yang merasa cukup belajar dari internet tanpa bimbingan guru. Padahal, ilmu yang diperoleh tanpa adab akan kehilangan roh. Guru bukan hanya sumber informasi, tetapi penjaga nilai dan moralitas.
Belajar dari guru yang saleh membuat ilmu menjadi berkah. Sementara itu, belajar tanpa bimbingan spiritual bisa menjadikan ilmu sebagai pedang bermata dua: tajam tetapi berbahaya. Oleh karena itu, memilih guru yang benar dan menjaga adab kepadanya merupakan langkah pertama menuju ilmu yang bermanfaat.
Menakar Ilmu yang Bermanfaat: Antara Dunia dan Akhirat
Imam Al-Zarnuji menekankan pentingnya keseimbangan antara ilmu dunia dan ilmu agama. Menurut beliau, pelajar yang cerdas tidak menolak ilmu dunia, tetapi menempatkannya di bawah tujuan akhir: mencari ridha Allah.
“خير العلم ما كان فيه صلاح الدنيا والآخرة.”
“Sebaik-baik ilmu adalah yang memperbaiki kehidupan dunia dan akhirat.”
Dalam kerangka ini, semua ilmu bisa menjadi ibadah bila diniatkan karena Allah. Dokter yang bekerja dengan niat membantu sesama, insinyur yang membangun untuk kemaslahatan, atau penulis yang menyebarkan kebenaran—semuanya termasuk ahli ilmu yang diberkahi.
Sebaliknya, jika ilmu digunakan untuk menipu, menyombongkan diri, atau merusak tatanan, maka ilmu itu kehilangan keberkahan. Oleh sebab itu, memilih ilmu yang benar berarti memilih jalan yang menuntun pada kemanfaatan. Islam mengajarkan bahwa ilmu harus selalu berpihak pada kemaslahatan manusia, bukan pada kerakusan dunia.
Guru Sebagai Penjaga Cahaya Ilmu
Guru yang baik tidak hanya mengajarkan, tetapi juga menanamkan kesadaran spiritual. Ia menuntun murid agar tidak takabur dan selalu bersyukur atas setiap pengetahuan yang didapat. Dalam tradisi pesantren, hubungan guru dan murid bagaikan antara matahari dan bulan: guru memberi cahaya, murid memantulkan.
Allah ﷻ berfirman:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujādilah [58]: 11)
Ayat ini menegaskan kemuliaan ilmu dan orang-orang yang mengajarkannya. Karenanya, menghormati guru berarti menghormati sumber cahaya yang Allah anugerahkan.
Imam Al-Zarnuji bahkan menasihati agar pelajar selalu mendoakan gurunya, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat. Karena doa murid yang tulus adalah tanda keberlanjutan cahaya ilmu yang tidak pernah padam.
Tantangan Zaman: Ketika Semua Bisa Menjadi “Guru”
Di era digital, informasi menyebar dengan cepat. Siapa pun bisa berbicara dan mengajar melalui media sosial. Namun, tidak semua yang berbicara layak diikuti. Dalam situasi seperti ini, pesan Al-Zarnuji menjadi sangat relevan.
Seorang penuntut ilmu perlu memilah guru yang memiliki sanad keilmuan yang jelas, bukan sekadar populer. Ilmu tanpa sanad ibarat air tanpa sumber: jernih di awal, tapi cepat mengering. Memilih guru berarti juga memilih jalur spiritual yang akan membentuk kepribadian.
Selain itu, pelajar masa kini harus menyeimbangkan antara kecerdasan digital dan kedalaman moral. Teknologi memang memudahkan, tetapi tidak menggantikan sentuhan guru sejati yang membimbing dengan hati.
Penutup
Memilih guru dan ilmu bukan sekadar langkah teknis, melainkan keputusan spiritual. Ia menentukan arah perjalanan hidup dan masa depan seorang pencari ilmu. Dalam pandangan Imam Al-Zarnuji, guru dan ilmu adalah dua cahaya yang saling menerangi: guru menerangi jalan, ilmu menerangi hati.
Ketika seseorang belajar dengan guru yang benar dan ilmu yang bermanfaat, maka setiap pengetahuannya menjadi amal, setiap ucapannya menjadi doa, dan setiap langkahnya menjadi ibadah.
Sebagaimana pepatah bijak mengatakan: “Guru yang baik mengajarkan dengan pikiran, guru yang hebat mengajarkan dengan hati.” Maka, hendaklah setiap pencari ilmu memulai langkahnya dengan niat yang tulus, memilih guru dengan hati yang bersih, dan menempuh jalan ilmu dengan adab yang tinggi. Karena pada akhirnya, ilmu sejati bukan sekadar yang tersimpan di kepala, melainkan yang menumbuhkan cahaya dalam jiwa.
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqro’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
