SURAU.CO-Isra Mi‘raj menjadi peristiwa besar yang mengubah cara manusia memahami kedekatan dengan Allah. Isra Mi‘raj memperlihatkan bahwa waktu dan cahaya tunduk sepenuhnya kepada kehendak Ilahi. Rasulullah SAW menembus ruang dan masa dalam satu malam, menunjukkan kebesaran Allah yang melampaui batas logika. Melalui peristiwa itu, beliau menegaskan bahwa kedekatan hati lebih berharga daripada jarak dan waktu.
Rasulullah melangkah dalam gelap malam dengan keyakinan penuh. Setiap langkah mencerminkan perjuangan menembus tirai dunia menuju cahaya abadi. Karena itu, perjalanan ini mengajarkan bahwa setiap manusia dapat menemukan cahayanya jika berani berjalan menuju Allah dengan iman dan ketulusan.
Selain itu, manusia modern dapat meneladani Mi‘raj sebagai perjalanan ruhani yang tak lekang waktu. Di tengah hiruk pikuk digital, manusia tetap merindukan kedamaian batin. Oleh sebab itu, Mi‘raj mengingatkan agar kita berhenti sejenak, menundukkan ego, dan mencari cahaya melalui ibadah, zikir, serta renungan. Dalam keheningan, manusia akhirnya menemukan kehadiran Allah yang nyata di setiap denyut kehidupan.
Rasulullah SAW juga menunjukkan kekuatan rohani yang mampu melampaui batas fisik. Ketika wahyu menyentuh hatinya, seluruh sekat lenyap. Karena itulah, Mi‘raj membuktikan bahwa manusia dapat mendekat kepada Allah kapan pun ia membuka jendela imannya. Di situlah waktu dan cahaya berpadu dalam keagungan Ilahi.
Wahyu dan Cahaya Shalat dalam Isra Mi‘raj
Rasulullah SAW menerima perintah shalat sebagai wahyu tertinggi dalam Isra Mi‘raj. Allah menjadikan shalat sebagai jembatan abadi antara hamba dan Pencipta. Melalui shalat, manusia menjalani Mi‘raj setiap hari—naik dari dunia menuju kehadiran Ilahi dengan hati yang khusyuk dan penuh kesadaran. Dengan demikian, shalat bukan hanya kewajiban, tetapi juga sarana untuk mendaki spiritualitas manusia.
Selain itu, shalat mengajak manusia naik dari keramaian dunia menuju keheningan spiritual. Saat seorang mukmin bersujud, ia menapaki tangga ruhani yang membawanya mendekat kepada Allah. Setiap rakaat menjadi langkah menuju Sidratul Muntaha dalam dirinya sendiri, tempat keheningan dan cinta bertemu dalam kesempurnaan iman.
Makna ini tetap hidup di setiap zaman. Sebab, manusia yang terjebak dalam rutinitas tetap bisa menemukan Mi‘raj batinnya melalui shalat dan zikir. Peristiwa ini mengingatkan bahwa wahyu tidak berhenti di masa Rasulullah SAW; ia terus hidup di hati setiap hamba yang menghidupkan ibadah dengan cinta.
Karena itu, para ulama sufi memandang Mi‘raj sebagai puncak kesadaran spiritual. Rasulullah SAW tidak hanya naik secara jasmani, tetapi juga memberikan teladan bahwa setiap manusia dapat meniti jalan ruhani menuju Allah melalui ilmu, amal, dan cinta. Inilah pesan abadi Isra Mi‘raj: cahaya wahyu selalu menanti hati yang siap meninggalkan gelap dunia menuju cahaya keabadian.
Mi‘raj dan Kesadaran Zaman: Menemukan Waktu Ilahi di Tengah Dunia Modern
Makna Isra Mi‘raj tidak berhenti di masa lalu, melainkan terus memantul dalam kesadaran zaman. Karena itu, manusia modern perlu memahami bahwa percepatan waktu tidak selalu berarti kemajuan. Mi‘raj mengajarkan agar manusia mengubah kecepatan menjadi ketenangan dan menjadikan kesibukan sebagai kesempatan mendekat kepada Allah.
Rasulullah SAW juga menunjukkan bahwa waktu tidak selalu berjalan lurus. Waktu bisa berhenti ketika hati bertemu dengan keabadian. Ketika seseorang berzikir, berdoa, atau bersujud, ia sebenarnya sedang menapaki Mi‘raj-nya sendiri—sebuah pendakian batin menuju cahaya Tuhan yang tak pernah padam.
Selain itu, dalam setiap zaman, cahaya wahyu selalu hadir bagi siapa pun yang mau membuka diri terhadap kebenaran. Oleh karena itu, Isra Mi‘raj bukan sekadar sejarah, melainkan cermin spiritual yang menuntun manusia untuk kembali ke pusat dirinya: tempat di mana waktu, cahaya, dan wahyu menyatu dalam keheningan penuh makna.
Akhirnya, siapa pun yang merenungi makna Mi‘raj akan menemukan bahwa perjalanan itu bukan hanya milik Rasulullah SAW, melainkan juga panggilan bagi setiap jiwa. Karena dengan memahami Mi‘raj, manusia belajar menapaki jalan cahaya menuju Allah—jalan yang tak lekang oleh waktu dan selalu hidup di dalam hati orang beriman. (Hendri Hasyim)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
