SURAU.CO-Ekonomi Khilafah Ottoman dan perlawanan terhadap kapitalisme Eropa menandai perjuangan besar umat Islam mempertahankan kedaulatan ekonomi di tengah gempuran kolonialisme Barat. Selain itu, ekonomi Khilafah Ottoman dan perlawanan terhadap kapitalisme Eropa menunjukkan bahwa Istanbul memimpin arus perdagangan dunia, menghubungkan Asia, Afrika, dan Eropa melalui pelabuhan strategis serta pasar internasional yang hidup dan kompetitif. Dengan kata lain, kota ini bukan hanya pusat politik tetapi juga pusat ekonomi yang vital.
Lebih jauh, Khalifah Ottoman memperkuat perdagangan dengan membangun pelabuhan besar di Izmir, Alexandria, dan Beirut. Selain itu, para pedagang Muslim menggerakkan jalur sutra laut dan darat, menyalurkan rempah, kain, serta logam mulia ke Eropa. Namun, secara bersamaan, perusahaan dagang Barat mulai mengambil alih pasar melalui sistem monopoli dan pinjaman berbunga yang merusak keseimbangan ekonomi Islam. Akibatnya, Khilafah harus menyesuaikan strategi perdagangan agar tetap bertahan.
Di sisi lain, para khalifah menegakkan keadilan ekonomi melalui Baitul Mal dan pengawasan harga yang ketat. Mereka memastikan zakat dan wakaf berperan dalam menyeimbangkan kekayaan rakyat. Namun, ketika tekanan diplomatik dan hutang luar negeri meningkat pada abad ke-18, pemerintah kehilangan kendali atas kebijakan fiskal. Selain itu, Barat menekan dengan perjanjian dagang yang menguntungkan pihak mereka sendiri, sehingga Khilafah semakin bergantung pada pinjaman asing.
Oleh karena itu, para ulama dan intelektual Islam merespons dengan menghidupkan kembali semangat ekonomi syariah. Mereka menolak riba dan mendorong perdagangan jujur tanpa spekulasi. Bahkan, rakyat di pelabuhan besar seperti Istanbul dan Beirut membentuk komunitas pedagang Muslim yang menolak dominasi kapitalisme, berusaha mempertahankan perdagangan lokal berbasis keadilan. Dengan demikian, perlawanan tetap hidup meski tekanan luar semakin besar.
Jejak Ekonomi Islam dan Keteguhan Melawan Kapitalisme
Ahmed Cevdet Pasha dan ekonom Ottoman lainnya menulis gagasan pembaruan ekonomi Islam agar mandiri dari pengaruh Barat. Selain itu, mereka menolak sistem bunga dan mengembangkan pembiayaan berbasis keadilan sosial. Oleh karena itu, gagasan ini menjadi fondasi bagi konsep ekonomi syariah modern yang kini diterapkan di berbagai negara Muslim.
Selain itu, pemerintah Ottoman menciptakan waqf commercial zones untuk memperkuat ekonomi lokal. Mereka mengalokasikan hasil sewa properti untuk pendidikan, pelayanan sosial, dan bantuan rakyat miskin. Dengan langkah ini, bisnis dan amal sosial berjalan seiring. Namun, dominasi modal asing yang disertai kekuatan militer tetap melemahkan inisiatif tersebut.
Dengan demikian, semangat kemandirian ekonomi Ottoman terus hidup dan menginspirasi dunia Islam masa kini. Lembaga keuangan syariah modern mengambil prinsip keadilan dan tolak riba dari sistem Khilafah. Bahkan, banyak negara Muslim mengembangkan model ekonomi tanpa bunga sebagai alternatif terhadap krisis kapitalisme global.
Karena itu, runtuhnya Khilafah terjadi bukan karena kemiskinan, tetapi karena hilangnya kendali atas ekonomi sendiri. Ketika nilai tukar dan perdagangan dikuasai pihak asing, politik dan kedaulatan ikut runtuh. Oleh sebab itu, kejatuhan ekonomi menjadi awal dari hilangnya kekuatan Islam di peta dunia.
Warisan Kemandirian dan Refleksi Zaman Modern
Kini, umat Islam masa kini dapat belajar langsung dari pengalaman ekonomi Ottoman. Banyak ekonom Muslim menegaskan bahwa sistem keuangan berbasis nilai Islam menyeimbangkan pertumbuhan dan keadilan sosial. Dengan kata lain, ekonomi syariah bukan hanya alternatif, tetapi juga solusi untuk memperbaiki ketimpangan global.
Selain itu, pengusaha Muslim modern mulai menghidupkan semangat itu melalui kolaborasi lintas negara. Mereka membangun ekosistem bisnis halal dan koperasi syariah yang mengutamakan transparansi serta tanggung jawab sosial. Bahkan, platform digital membuka jalan bagi perdagangan yang lebih etis dan sesuai ajaran Islam.
Warisan ekonomi Ottoman menunjukkan bahwa spiritualitas dan produktivitas dapat berjalan beriringan. Khalifah menata sistem pajak yang adil, mengelola wakaf dengan transparan, dan menyalurkan zakat untuk kesejahteraan rakyat. Dengan cara ini, masyarakat mencapai keseimbangan antara kemakmuran dan moralitas.
Kini, dunia Islam menghadapi kapitalisme digital yang memengaruhi hampir semua sektor. Oleh karena itu, umat perlu menegakkan kembali nilai keadilan, keseimbangan, dan keberlanjutan seperti yang dicontohkan Ottoman. Dengan meneguhkan prinsip itu, ekonomi Islam akan terus hidup dan tidak akan hilang dari peta sejarah dunia. (Hendri Hasyim)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
