Khazanah
Beranda » Berita » Shakhr ibn Harb : Berislamnya Pembesar Quraisy Jelang Futuh Makkah

Shakhr ibn Harb : Berislamnya Pembesar Quraisy Jelang Futuh Makkah

Shakhr ibn Harb : Berislamnya Pembesar Quraisy Jelang Futuh Makkah
Ilustrasi pasukan Islam menuju medan perang.

SURAU.CO– Shakhr ibn Harb adalah seorang sahabat Nabi dari suku Quraisy keturunan Bani Umawi. Ia lebih dikenal dengan nama Abu Sufyan. Ia lahir 10 tahun sebelum peristiwa penyerangan tentara bergajah. Pada masa Jahiliah ia termasuk tokoh dan pemuka Quraisy yang sangat memusuhi Nabi saw.

Pada delapan Hijriah, Rasulullah membawa sejumlah besar pasukan menuju Makkah untuk menaklukkan kota itu. Rasul dan kaum muslim dapat menaklukkan Makkah tanpa perlawanan yang berarti, dan kemudian sebagian besar penduduk kota itu memutuskan untuk masuk Islam. Mereka sadar bahwa mereka tidak akan mampu memadamkan sinar matahari dan tidak akan mampu memajukan atau menunda waktu terbitnya.

Pemimpin Quraisy yang masuk Islam

Salah seorang pemimpin Quraisy yang pertama kali beriman pada saat Penaklukan Makkah adalah Abu Sufyan. Ketika pasukan muslim masih berada di pinggiran Makkah, Abu Sufyan ibn Harb pergi keluar bersama Hakim ibn Hizam dan Badil ibn Warqa. Mereka bergerak ke arah pinggiran Makkah. Pada malam itu, orang-orang melihat api unggun yang menyala terang di pinggiran Makkah.

Sebagian mengatakan bahwa api itu dinyalakan oleh Bani Khuzaah, namun sebagian lain mengatakan bahwa api sebesar itu tak mungkin dinyalakan oleh Bani Khuzaah, karena jumlah mereka sedikit. Karena itulah Abu Sufyan bergegas pergi ingin mengetahui pasukan manakah yang tengah menyalakan api unggun itu.

Bertemu pasukan Rasulullah

Abu Sufyan tiba di sana dan bertemu dengan al-Abbas serta pasukan muslimin di bawah pimpinan Rasulullah saw. Ia tersentak kaget karena tidak pernah menyangka bahwa Rasulullah akan bergerak secepat itu dan tidak diketahui mata-mata Quraisy. Al-Abbas berkata kepada Abu Sufyan agar ia segera menemui Rasulullah dan memintanya untuk tidak memerangi Makkah. Abu Sufyan adalah pemimpin Makkah, dan dialah yang paling berhak meminta perlindungan kepada Rasulullah untuk melindungi rakyatnya. Al-Abbas kembali memasuki perkemahan kaum muslim bersama Abu Sufyan.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Baru saja Abu Sufyan hendak memasuki perkemahan di atas keledai al-Abbas ketika tiba-tiba Umar ibn al-Khattab melihatnya dan menarik bajunya. Umar berkata dengan suara yang keras, “Hai Abu Sufyan musuh Allah, kau telah melakukan kejahatan dan memasuki tempat ini tanpa izin dan tanpa perjanjian.”

Pertikaian dengan Umar

Al-Abbas mencoba melerai dan menghalangi Umar yang ingin memukul Abu Sufyan. Umar bersikukuh ingin membunuh musuhnya, sedangkan al-Abbas bergeming melindunginya. Keduanya saling dorong dan saling teriak. Rasulullah menyaksikan keadaan itu tanpa mengatakan apa-apa. Al-Abbas berkata dengan marah kepada Umar, “Sabarlah hai Umar, demi Allah, jika ia keluargamu, kau pasti tidak akan berhasrat untuk membunuhnya. Engkau tahu bahwa ia termasuk keluarga kami.”

Umar pun tak kalah keras berteriak,

“Engkaulah yang harus diam. Demi Allah, aku bersaksi bahwa keislamanmu lebih baik dibanding keislaman bapakku seandainya ia masuk Islam. Aku menghargaimu karena di sisi Rasulullah, keislamanmu lebih baik daripada keislaman al-Khaththab seandainya ia masuk Islam.”

Kalimat tegas yang dikatakan Umar itu meredakan kemarahan al-Abbas. Rasulullah berkata kepada al-Abbas, “Pergilah ke kemahmu dan bawalah Abu Sufyan bersamamu. Esok pagi, bawalah ia untuk menemuiku.” Keduanya segera beranjak pergi menuju kemah al-Abbas.

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

Bertemu Rasulullah

Keesokan harinya, al-Abbas membawa Abu Sufyan untuk menemui Rasulullah. Saat berhadapan, Rasulullah berkata kepada Abu Sufyan, “Celakalah engkau, wahai Abu Sufyan, mengapa kau tidak mau mengimani bahwa tidak ada tuhan selain Allah?”

Abu Sufyan menjawab, “Demi ayah dan ibuku, tentu saja aku beriman bahwa tidak ada tuhan selain Allah. Seandainya aku menganggap ada tuhan selain Dia, tentu aku tidak akan datang menemuimu.”   Rasulullah kembali berkata,

“Celakalah engkau, hai Abu Sufyan, mengapa kau enggan mengakui bahwa aku adalah utusan Allah?”

“Demi ayah dan ibuku, adapun untuk urusan tersebut aku memiliki keyakinan yang berbeda.”

Al-Abbas yang mendengarkan percakapan itu mendelik kepada Abu Sufyan dan memarahinya, “Dasar bodoh! Berislam-lah, atau mereka akan memenggal lehermu.” Al-Abbas terus menasihati dan membujuknya untuk masuk Islam sehingga akhirnya Abu Sufyan menyatakan keislamannya.

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

Seruan agar jangan melawan pasukan Rasulullah

Setelah itu al-Abbas mendekati Rasulullah dan berbisik, “Abu Sufyan adalah pemimpin kaumnya, dan ia menyukai keagungan. Lakukanlah sesuatu agar ia tetap merasa agung dan terhormat.” Rasulullah berkata, “Benar. Siapa saja yang memasuki rumah Abu Sufyan, ia tidak akan diusik. Barang suapa yang tinggal di dalam rumahnya sendiri dan mengunci pintunya, ia tidak akan diusik. Siapa saja yang memasuki Baitullah, ia tidak akan diusik.”

Abu Sufyan segera pergi ke Makkah dan berteriak dengan sangat keras untuk memperingatkan orang-orang agar jangan menghadapi pasukan Rasulullah.

Keislaman Hindun

Kemudian hampir seluruh penduduk Makkah berbondong-bondong menyatakan masuk Islam, termasuk juga istri Abu Sufyan, yaitu Hindun binti Utbah. Wanita itu menemui Rasulullah dengan kepala tertunduk malu. Ketika Rasulullah memandangnya, wanita itu berkata, “Ya benar, ini aku Hindun binti Utbah.”

Hindun… nama yang tidak akan pernah bisa dilupakan oleh Rasulullah, bahkan oleh semua kaum muslim. Wanita itulah yang telah membayar Wahsyi, seorang budak hitam untuk membunuh Hamzah. Wanita itu pulalah yang telah merusak dan menghancurkan jasad Hamzah dalam Perang Uhud. Bahkan ia merenggut jantungnya dan memakannya. Wanita itu, yang kebencian dan permusuhannya kepada Muhammad sebesar gunung Abu Qubais. Hindun menjatuhkan tubuhnya dan menangis tersedu-sedu memohon ampunan,

“Ampunilah aku… ampunilah aku.”

Rasulullah terdiam sekejapan.Matanya tajam memandang Hindun, kemudian ia membacakan ayat Al-Qur’an:

Dan tidaklah Kami mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi semesta alam? (QS. Al-Anbiya’: 107)

Dengan suara yang mantap tanpa ragu sedikit pun Rasulullah menyampaikan ampunannya untuk Hindun. Semua orang yang hadir di sana tersentak. Mereka takjub. Mereka heran. Semuanya menundukkan kepala mengagumi kelembutan dan kesucian Muhammad. Hindun langsung menyatakan masuk Islam diikuti semua wanita yang datang bersamanya.

Pesan Rasulullah pada wanita-wanita Makkah

Ketika mengambil janji dan sumpah para wanita itu Rasulullah meminta mereka agar tidak mencuri. Hindun berkata, “Mungkinkah seorang wanita merdeka mencuri? Tetapi wahai Rasulullah, Abu Sufyan adalah orang yang sangat pelit. Mungkin aku telah mencuri hartanya demi kepentingan anak-anaknya.”

Saat itu Abu Sufyan ada di sana dan semua orang mendengar ucapan istrinya itu. Umar tersenyum memandangi Abu Sufyan, yang berkata kepada Hindun, “Aku menghalalkan semua yang pernah kau ambil dariku.” Rasulullah juga meminta mereka agar tidak berzina. Sekali lagi Hindun berkata,

“Wahai Rasulullah, mungkinkah seorang wanita merdeka berzina?”

Lalu ia meminta mereka agar tidak membunuh bayi-bayi mereka karena takut miskin. Wanita keras kepala itu kembali menyahut, “Demi Allah, kami telah memelihara anak-anak kami sejak kecil hingga engkau dan para sahabatmu membunuh mereka dalam Perang Badar.”

Mendengar ucapan wanita itu, Umar tertawa keras sehingga semua kepala berpaling memandangnya. Setelah meminta mereka berjanji untuk tidak berbohong, tidak melakukan kemaksiatan, dan selalu melakukan kebaikan. Rasulullah menengadahkan tangannya memintakan ampunan untuk mereka, lalu pergi meninggalkan mereka. Umar berdiri mewakili Muhammad di hadapan mereka menyaksikan baiat yang mereka ucapkan.

Setelah mengucapkan baiat, Hindun dan kaum wanita lainnya pergi meninggalkan tempat itu diikuti para lelaki yang telah lebih dahulu mengucapkan baiat. Mereka juga berjanji untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Akhir Hidup Abu Sufyan

Ibn al-Atsir menceritakan bahwa Abu Sufyan ikut bersama pasukan Muslim dalam Perang Hunain. Usai perang, Rasulullah saw. memberinya bagian rampasan perang berupa 100 ekor unta dan emas seberat 40 kati. Kedua putranya, Muawiyah dan Yazid, juga mendapatkan bagian yang sama.

Abu Sufyan juga ikut dalam Perang Tha’if. Dalam peperangan inilah ia terkena gangguan penglihatan, ketika salah satu matanya tak bisa melihat. Dan, pada Perang Yarmuk ia sepenuhnya menjadi buta. Abu Sufyan termasuk orang yang terakhir masuk Islam. Kendati demikian, ia menjadi muslim yang baik. Ia wafat pada masa pemerintahan Khalifah Utsman ibn Affan pada usia 88 tahun.(St.Diyar)

Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement