SURAU.CO-Suhail ibn Amr adalah sahabat Nabi dari suku Quraisy keturunan Bani Amiri. Ayahnya bernama Amr ibn Abdi Syams ibn Abd Wudd ibn Nashr ibn Malik ibn Hisl ibn Amir ibn Luay ibn Ghalib ibn Fihr. Ibunya bernama Hubba binti Qais ibn Dhabis ibn Tsadabah al-Khuza’iyah. Suhail dipanggil dengan sebutan Abu Yazid.
Berislam ketika Futuh Makkah
Ketika peristiwa kemenangan kaum muslim atas Mekkah terwujud, Bilal menaiki Ka‘bah dan mengumandangkan azan, kaum muslim menghancurkan berhala-berhala baik di dalam maupun sekitar Masjidil Haram. Saat itulah Suhail ibn Amr tersadar bahwa kebenaran telah tiba dan kebatilan telah sirna. Ia segera mendatangi Rasulullah saw. dan menyatakan keislamannya.
“Demi Allah, aku akan membela Islam sebagaimana dulu aku membela kemusyrikan, dan kunafkahkan hartaku untuk Islam sebagaimana dulu kunafkahkan hartaku bersama kaum musyrik. Semoga aku dapat memenuhi keduanya.” Sejak saat itu sosok dan kepribadian Suhail berbeda sepenuhnya. Ia menjadi Muslim yang tekun dan taat beribadah, mendirikan salat, menunaikan puasa, berzakat, dan gemar membaca Al-Qur’an. Ia kerap menangis karena takut kepada Allah.
Wafatnya Rasulullah dan kemarahan Umar
Saat Rasulullah saw. wafat, semua orang di Madinah dan Makkah berduka. Mereka seperti anak-anak ayam yang kehilangan induk, tak tahu apa yang harus dilakukan. Salah seorang sahabat yang sangat terguncang dengan meninggalnya Rasulullah saw. adalah Umar ibn al-Khattab. Ia berteriak marah ketika kaum muslim mengatakan bahwa Rasul telah wafat. Ia tidak mau menerima kenyataan itu, bahkan menantang dengan pedang siapa pun yang bilang bahwa Muhammad telah wafat. Ia berteriak,#
“Jika ia benar-benar seorang nabi, ia tidak mungkin mati. Maut takkan bisa menyentuhnya!”
Abu Bakar memasuki Masjid dan melihat Umar sedang berteriak-teriak kepada orang-orang. Abu Bakar berkata kepadanya, “Duduklah!” Tetapi Umar tak mau duduk. Kemudian Abu Bakar mengucapkan syahadat dengan suara yang lantang sehingga orang-orang berpaling kepadanya dan mengabaikan Umar.
Muhammad tidak lain hanya seorang rasul
Abu Bakar berkata, “… amma ba‘d, barang siapa yang menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad telah mati. Barang siapa menyembah Allah maka sesungguhnya Allah Maha Hidup tidak akan mati. Allah berfirman:
Umar termenung mendengarkan ucapan Abu Bakar, lalu berkata, “Demi Allah, seakan-akan aku belum pernah mendengar ayat itu sebelumnya hingga Abu Bakar membacanya.” Lalu tubuhnya ambruk di atas tanah dengan dada penuh sesak dan kepedihan. Sahabat dan pemimpinnya itu telah pergi.
Abu Bakar berhasil menenangkan dan mengokohkan kembali hati para sahabat yang berduka dan terguncang. Mereka kembali kepada keimanan yang istikamah. Semua sahabat yang hadir di Masjid seakan-akan baru mendengar ayat itu. Mereka seakan-akan tidak pernah mengenal ayat itu sampai Abu Bakr membacakannya. Kemudian orang-orang membaca ayat itu hingga nyaris semua orang yang ada di sana membacanya.
Suhail berorasi di Makkah
Sementara, di Ummul Qura (Makkah), Suhail berdiri dan berkata dengan lantang, “Muhammad adalah utusan Allah yang sebenarnya. Dia tidak akan wafat hingga tuntas menyampaikan amanah dan risalah-Nya. Adalah kewajiban orang beriman untuk senantiasa mengikuti jejaknya.” Kalimat itu meluncur tegas dari mulut Suhail, orang yang ketika menjadi tawanan Perang Badar hendak ditanggalkan giginya oleh Umar, karena dianggap pongah dan banyak cakap.
Ketika Umar mendengar kabar tentang ucapan Suhail itu, ia teringat sabda Rasulullah saw., “Tenanglah, Umar! Biarkan saja, suatu hari nanti ia akan menunjukkan sikap yang membuatmu kagum.” Sungguh benar apa yang engkau sabdakan, wahai junjungan kami. Dengan ungkapan tersebut Suhail telah menunjukkan sikap yang membuat Umar kagum.
Keutamaan pahlawan Badar
Jarir ibn Hazim meriwayatkan dari al-Hasan bahwa suatu ketika beberapa orang berkumpul di depan rumah Umar ibn al-Khattab, termasuk di antaranya Suhail ibn Amr, Abu Sufyan ibn Harb, al-Harits ibn Hisyam dan para pemuka lain yang masuk Islam saat penaklukan Makkah, juga beberapa sahabat lain dari kalangan Anshar dan Muhajirin. Kemudian penerima tamu memanggil mereka satu per satu. Kelompok yang pertama dipanggil adalah para pejuang Badar, seperti Shuhaib, Bilal, Ammar, dan lain-lain. Mereka itulah orang yang paling dicintai Rasulullah. Melihat kejadian itu, Abu Sufyan berkata, “Belum pernah aku mengalami hari seperti hari ini. Orang itu memanggil para budak terlebih dahulu, sedangkan kami duduk dan tak dipandang sama sekali.”
Mendengar ucapan Abu Sufyan, Suhail ibn Amr langsung berdiri dan berkata, “Hai sekalian kaum, demi Allah, aku dapat menangkap apa yang tersirat di wajah kalian! Jika kalian marah maka marahlah pada diri kalian sendiri! Mereka dipanggil lebih dulu dibanding kalian, karena mereka lebih dulu memeluk Islam, sedangkan kalian menyusul belakangan! Demi Allah, keutamaan yang mereka raih lebih dahulu melebihi apa pun yang kalian pikirkan…”
Jeda sejenak, Suhail melanjutkan ucapannya, “Hai sekalian manusia, mereka (para pahlawan Badar) ini telah mendahului kalian (dalam keutamaan) jauh dari yang kalian pikirkan. Maka demi Allah! Tak ada yang patut dibantah dalam urusan ini. Lanjutkan perjuangan ini dan jalani dengan penuh kesungguhan! Semoga Allah menganugerahi kalian kesyahidan.” Setelah peristiwa itu, Suhail berangkat menuju Syam.
Al-Hasan mengatakan, “Demi Allah, benar sekali ucapan Suhail. Allah tak menjadikan hamba yang lebih cepat menuju jalan-Nya sama dengan hamba yang berjalan lambat.”
Berjihad ke Syam
Suhail berangkat menuju Syam untuk berjihad dengan membawa keluarganya, kecuali putrinya, Hindun. Mereka semua wafat di sana dan yang tersisa dari mereka hanya Hindun dan Fakhitah bint Utbah ibn Suhail. Keduanya dibawa menghadap Khalifah Umar. Kebetulan al-Harits ibn Hisyam juga ikut berjihad ke Syam, dan tidak ada keluarganya yang kembali kecuali seorang putranya, yaitu Abdurrahman ibn al-Harits. Ketika Fakhitah dan Abdurrahman tiba di hadapannya, Khalifah Umar r.a. berkata, “Menikahlah kalian, hai dua pengelana.” Mereka pun menikah dan dikaruniai banyak keturunan.
Ada yang mengatakan bahwa Suhail ibn Amr wafat karena serangan wabah penyakit pada 18 H di masa Khalifah Umar ibn al-Khattab. Ada juga yang mengatakan, ia gugur dalam Perang Yarmuk atau Perang al-Shuffar.(St.Diyar)
Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
