Setiap perjalanan pasti mencapai ujung, demikian pula kehidupan manusia. Namun, tidak semua akhir bernilai sama. Ada yang menutup hidup dengan senyum penuh ketenangan, dan ada pula yang menyesal di detik terakhir. Karena itulah Syaikh Muhammad Syakir al-Iskandari, dalam kitabnya Washoya al-Abaa’ lil Abnaa’, menutup nasihatnya dengan tema yang lembut namun mendalam: ikhtiar menuju jalan husnul khatimah, yakni akhir kehidupan yang baik dan diridhai Allah.
Beliau menulis dengan penuh kasih, seolah berbicara langsung kepada generasi muda yang sedang berlari mengejar dunia. Wasiat ini tidak semata-mata membicarakan kematian, tetapi lebih pada bagaimana manusia menjalani hidup agar berakhir dengan kebaikan. Sebab, husnul khatimah tidak datang begitu saja; ia tumbuh dari iman, amal saleh, dan hati yang selalu dijaga agar tetap bersih.
Dalam Al-Qur’an, Allah ﷻ berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Islam.”
(QS. Ali Imran [3]: 102)
Ayat ini tidak hanya memerintahkan agar seorang mukmin wafat dalam keadaan Islam, tetapi juga mengajak setiap Muslim untuk hidup dengan penuh kesadaran dan ketakwaan. Karena siapa pun yang hidup dalam iman, pasti akan mati dalam iman pula.
Makna Husnul Khatimah
Syaikh al-Iskandari menjelaskan bahwa husnul khatimah bukan berarti seseorang harus wafat di tempat suci atau dalam keadaan sedang beribadah, melainkan meninggal dengan hati yang ikhlas dan jiwa yang bersih dari dosa besar. Beliau menulis:
إِنَّمَا الْمُعْتَبَرُ بِخَاتِمَةِ الْحَيَاةِ، فَمَنْ خَتَمَ لَهُ بِخَيْرٍ فَقَدْ فَازَ، وَمَنْ خَتَمَ لَهُ بِشَرٍّ فَقَدْ خَسِرَ.
“Yang menjadi ukuran adalah penutup kehidupan. Barang siapa menutup hidupnya dengan kebaikan, ia beruntung; dan barang siapa menutupnya dengan keburukan, ia merugi.”
Banyak remaja merasa bahwa kematian masih jauh. Namun, sebenarnya tak seorang pun tahu kapan ajal akan datang. Oleh sebab itu, menyadari kefanaan hidup seharusnya tidak membuat takut, melainkan memotivasi kita agar menjadikan setiap hari bernilai ibadah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada akhirnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mengingatkan bahwa yang terpenting bukan bagaimana kita memulai, tetapi bagaimana kita mengakhiri perjalanan hidup ini. Maka, setiap langkah, kata, dan niat hendaknya selalu diarahkan untuk meraih ridha Allah. Itulah inti dari ikhtiar menuju husnul khatimah.
Menjaga Hati: Kunci dari Akhir yang Baik
Husnul khatimah tidak mungkin dicapai dengan hati yang kotor. Karena itu, Syaikh al-Iskandari menekankan pentingnya menjaga kebersihan hati, sebab hati adalah pusat seluruh amal. Beliau menulis:
صَلَاحُ الْقَلْبِ أَصْلُ كُلِّ صَلَاحٍ، فَاحْرِصْ أَنْ تَمُوتَ وَقَلْبُكَ نَقِيٌّ مِنَ الْغِلِّ وَالْحِقْدِ.
“Baiknya hati adalah sumber segala kebaikan. Maka jagalah agar engkau mati dengan hati yang bersih dari iri dan dengki.”
Menjaga hati berarti melatih diri untuk menghapus iri, menghindari dengki, dan menolak dendam. Bagi remaja, hal ini dapat dilakukan dengan cara tidak iri pada teman yang lebih populer, tidak marah pada yang berbeda pendapat, dan tidak menyimpan kebencian. Dengan hati yang jernih, seseorang akan hidup lebih tenang dan mudah berbuat baik.
Rasulullah ﷺ bersabda:
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah, dalam tubuh ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh; jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, itu adalah hati.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan hati yang bersih, bahkan amal kecil seperti senyum, maaf, dan kata baik dapat bernilai besar di sisi Allah.
Ikhlas dalam Setiap Amal: Menanam Benih Husnul Khatimah
Syaikh Muhammad Syakir mengingatkan bahwa amal tanpa keikhlasan bagaikan pohon tanpa akar—ia tampak indah, tetapi mudah tumbang. Dalam Washoya al-Abaa’ lil Abnaa’, beliau menulis:
اجْعَلْ كُلَّ عَمَلِكَ لِلّٰهِ، فَإِنَّ الْعَمَلَ الَّذِي لَيْسَ لِلّٰهِ لَا يَرْفَعُكَ وَلَا يُنْقِذُكَ.
“Jadikan setiap amalmu hanya untuk Allah, karena amal yang tidak ditujukan kepada-Nya tidak akan mengangkatmu dan tidak akan menyelamatkanmu.”
Oleh karena itu, setiap remaja sebaiknya menanamkan niat tulus dalam setiap aktivitas—baik belajar, berorganisasi, maupun bersosialisasi. Mereka perlu berbuat baik bukan untuk pujian manusia, tetapi demi mencari ridha Allah.
Keikhlasan memang tidak terlihat oleh mata, namun terasa dalam ketenangan hati. Orang yang ikhlas tidak mudah kecewa, karena ia tidak mengharapkan balasan dari manusia, melainkan hanya dari Tuhannya.
Mengingat Kematian Tanpa Takut, Tapi Penuh Persiapan
Banyak orang, terutama remaja, merasa topik kematian menakutkan. Padahal, Syaikh al-Iskandari menulisnya dengan lembut, seolah ingin mengingatkan bahwa mengingat mati bukan tanda pesimis, tetapi bentuk kesadaran spiritual.
Beliau berkata:
ذَكِّرْ نَفْسَكَ بِالْمَوْتِ دَائِمًا، فَإِنَّهُ يَكْسِرُ شَهَوَتَكَ وَيُهَذِّبُ نَفْسَكَ وَيُقَرِّبُكَ مِنَ اللّٰهِ.
“Ingatlah kematian setiap waktu, karena ia mematahkan nafsumu, menyucikan jiwamu, dan mendekatkanmu kepada Allah.”
Rasulullah ﷺ pun bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَادِمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan (kematian).”
(HR. Tirmidzi)
Dengan demikian, mengingat mati bukan berarti berhenti bermimpi. Sebaliknya, ia mendorong kita untuk lebih semangat memperbaiki diri. Setiap detik menjadi kesempatan emas untuk menambah pahala dan menghapus dosa.
Tanda-Tanda Husnul Khatimah: Cermin dari Kehidupan yang Baik
Para ulama sepakat bahwa kematian mencerminkan kehidupan. Seseorang yang terbiasa berbuat baik akan Allah tutup hidupnya dengan kebaikan. Syaikh al-Iskandari menyebut beberapa tanda husnul khatimah, seperti meninggal dalam keadaan berzikir, di hari Jumat, atau saat sedang beribadah. Namun, beliau menegaskan:
لَيْسَتِ الْعِبْرَةُ بِالزَّمَانِ وَلَا بِالْمَكَانِ، بَلْ بِنُورِ الْإِيمَانِ فِي الْقَلْبِ.
“Yang menjadi ukuran bukan waktu atau tempat kematian, tetapi cahaya iman di dalam hati.”
Karena itu, remaja tidak perlu menunggu tua untuk memperbaiki diri. Husnul khatimah dimulai sekarang, dari kejujuran, dari salat yang khusyuk, dan dari rasa malu ketika berbuat salah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا أَرَادَ اللّٰهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا، اسْتَعْمَلَهُ
Mereka bertanya, “Bagaimana Allah menggunakannya, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab:
يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ قَبْلَ مَوْتِهِ
“Allah memberinya taufik untuk beramal saleh sebelum kematiannya.”
(HR. Ahmad)
Hadis ini menjelaskan bahwa jika seseorang rajin berbuat baik menjelang akhir hidupnya, itu pertanda Allah mencintainya dan mempersiapkannya menuju husnul khatimah.
Langkah-Langkah Praktis Menuju Husnul Khatimah
Untuk para remaja masa kini, berikut beberapa langkah sederhana yang bisa dilakukan agar hidup berakhir indah di sisi Allah:
-
Perbaiki salat. Salat menjaga arah hidup dan menghubungkan kita dengan Allah. Mulailah dengan salat tepat waktu dan berusaha meningkatkan kekhusyukan.
-
Biasakan zikir dan doa sebelum tidur. Rasulullah ﷺ mengajarkan zikir ringan yang menenangkan hati dan menjaga jiwa.
-
Berbuat baik kepada orang tua. Ridha mereka adalah kunci ridha Allah.
-
Jauhi maksiat sekecil apa pun. Dosa kecil yang dibiarkan dapat menumpuk dan menggelapkan hati. Jika terlanjur, segera bertobat.
-
Tebar kebaikan setiap hari. Senyum, tolong-menolong, atau sekadar mendoakan orang lain bisa menjadi sebab turunnya rahmat Allah.
Penutup
Syaikh Muhammad Syakir menutup kitabnya dengan kalimat yang lembut namun menggugah:
اسْتَعِدَّ لِمَوْتِكَ بِالطَّاعَةِ، فَإِنَّ الدُّنْيَا زَائِلَةٌ وَالْآخِرَةُ دَائِمَةٌ، وَإِنَّ السَّعِيدَ مَنْ مَاتَ وَرَبُّهُ رَاضٍ عَنْهُ.
“Bersiaplah untuk kematianmu dengan ketaatan, karena dunia akan sirna dan akhirat kekal. Sungguh beruntung orang yang mati dalam keadaan Allah ridha kepadanya.”
Remaja yang memahami pesan ini akan menjalani hidup dengan seimbang—tetap bersemangat mengejar cita-cita dunia, namun sadar bahwa tujuan akhir adalah ridha Allah. Husnul khatimah bukan sekadar harapan di ujung kehidupan, melainkan arah yang membimbing setiap langkah sejak sekarang.
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqro’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
