Kita hidup di masa di mana kemewahan sering disalahartikan sebagai kebahagiaan. Banyak remaja terjebak dalam perlombaan penampilan—siapa yang paling baru sepatunya, paling mahal gawainya, paling ramai pengikutnya di media sosial. Padahal, di balik itu semua, ada bahaya yang tak terlihat: kesombongan yang perlahan merusak hati.
Dalam kitab Washoya al-Abaa’ lil Abnaa’, Syaikh Muhammad Syakir al-Iskandari memberi nasihat lembut namun tegas kepada para pemuda agar menempuh jalan kesederhanaan. Beliau menulis bahwa hidup sederhana bukan berarti miskin, tetapi tanda kematangan jiwa dan kebersihan hati.
Kesombongan, sebaliknya, adalah racun halus yang membuat manusia merasa lebih tinggi dari sesamanya. Padahal Allah ﷻ berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.”
(QS. An-Nisa [4]: 36)
Ayat ini mengingatkan bahwa kemuliaan bukan diukur dari harta atau penampilan, tetapi dari kerendahan hati dan ketulusan.
Makna Hidup Sederhana Menurut Ulama Salaf
Kesederhanaan dalam pandangan Islam bukan sekadar pola hidup hemat, melainkan bentuk kesadaran spiritual. Syaikh al-Iskandari menjelaskan:
كُنْ مُتَوَاضِعًا فِي لِبَاسِكَ وَمَطْعَمِكَ وَمَشْيِكَ، فَإِنَّ التَّوَاضُعَ يَرْفَعُكَ وَالتَّكَبُّرَ يُسْقِطُكَ.
“Hiduplah dengan rendah hati dalam berpakaian, makan, dan berjalanmu; karena kerendahan hati akan mengangkatmu, sedangkan kesombongan akan menjatuhkanmu.”
Kalimat itu menyentuh inti akhlak Islam: kesederhanaan adalah kemuliaan. Rasulullah ﷺ, meskipun beliau adalah pemimpin umat, hidup dengan sangat sederhana. Rumah beliau beratap pelepah kurma, pakaiannya tidak mewah, dan makanannya sering kali hanya roti dan air.
Kesederhanaan itu bukan tanda kekurangan, melainkan kemuliaan. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلّٰهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللّٰهُ
“Tidaklah harta berkurang karena sedekah, tidaklah Allah menambah kemuliaan seorang hamba kecuali karena ia memaafkan, dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah kecuali Allah akan mengangkat derajatnya.”
(HR. Muslim)
Kesederhanaan adalah jalan pengangkat derajat, bukan penghambat cita-cita. Remaja yang hidup sederhana sesungguhnya sedang melatih hatinya untuk tidak tunduk kepada dunia.
Bahaya Kesombongan: Penyakit yang Menyamar Jadi Percaya Diri
Banyak remaja sulit membedakan antara percaya diri dan sombong. Percaya diri adalah yakin akan kemampuan diri tanpa merendahkan orang lain, sedangkan sombong adalah merasa lebih baik daripada orang lain. Syaikh al-Iskandari memperingatkan:
إِيَّاكَ وَالْكِبْرَ، فَإِنَّهُ يُفْسِدُ قَلْبَكَ وَيُبْعِدُكَ عَنِ النَّاسِ وَاللّٰهِ.
“Jauhilah kesombongan, karena ia merusak hatimu, menjauhkanmu dari manusia dan dari Allah.”
Kesombongan adalah dinding yang membuat seseorang sulit menerima nasihat dan kehilangan empati. Dalam Al-Qur’an, Allah mencontohkan iblis sebagai makhluk pertama yang sombong. Ia menolak sujud kepada Adam, bukan karena tidak tahu perintah Allah, tetapi karena merasa lebih mulia.
قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ
“(Iblis) berkata: Aku lebih baik darinya; Engkau menciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.”
(QS. Al-A’raf [7]: 12)
Kesombongan selalu berawal dari perbandingan yang keliru. Dalam konteks remaja, ia muncul saat seseorang merasa lebih keren, lebih pintar, atau lebih kaya. Padahal, keunggulan sejati adalah ketika seseorang tetap rendah hati di tengah kelebihan yang dimilikinya.
Kesederhanaan: Cermin Kedewasaan dan Keberkahan
Hidup sederhana tidak membuat seseorang kecil, justru membuatnya besar di mata Allah. Orang yang sederhana biasanya lebih tenang, tidak mudah iri, dan lebih bersyukur. Ia tahu bahwa dunia hanyalah sementara, sementara akhirat adalah tujuan sejati.
Rasulullah ﷺ bersabda:
انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ، وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ
“Lihatlah kepada orang yang berada di bawah kalian (dalam hal dunia), dan jangan melihat kepada orang yang di atas kalian. Karena hal itu lebih pantas agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah.”
(HR. Muslim)
Syaikh al-Iskandari juga menasihati:
مَنْ رَضِيَ بِالْقَلِيلِ اسْتَرَاحَ، وَمَنْ نَظَرَ إِلَى مَا فِي أَيْدِي النَّاسِ تَعِبَ.
“Barang siapa ridha dengan yang sedikit, ia akan tenang; dan barang siapa selalu memandang milik orang lain, ia akan gelisah.”
Kesederhanaan membawa ketenangan. Ia membebaskan manusia dari tekanan sosial yang tidak perlu. Remaja yang hidup sederhana tidak perlu bersaing untuk terlihat “wah”, karena hatinya sudah penuh dengan rasa cukup.
Membentuk Jiwa Rendah Hati di Tengah Godaan Dunia
Bagaimana seorang remaja bisa menjaga diri dari kesombongan di era yang gemar pamer? Kuncinya ada pada kesadaran dan kebiasaan. Kesadaran bahwa semua yang dimiliki hanyalah titipan Allah, dan kebiasaan untuk menahan diri dari memamerkan nikmat.
Pertama, biasakan bersyukur dalam diam. Jangan selalu mengumbar pencapaian di media sosial, karena bisa menimbulkan riya dan iri. Kedua, hargai orang lain tanpa memandang statusnya. Rasulullah ﷺ dikenal sebagai sosok yang ramah bahkan kepada anak kecil dan orang miskin. Ketiga, belajarlah untuk tidak merasa lebih unggul, karena setiap orang punya kelebihan yang berbeda.
Syaikh al-Iskandari menulis penuh hikmah:
إِذَا رَأَيْتَ مَنْ هُوَ دُونَكَ فِي الدُّنْيَا فَاحْمَدِ اللّٰهَ، وَإِذَا رَأَيْتَ مَنْ هُوَ فَوْقَكَ فِي الدِّينِ فَاجْتَهِدْ لِتَلْحَقَ بِهِ.
“Apabila engkau melihat orang yang lebih rendah darimu dalam urusan dunia, bersyukurlah kepada Allah. Dan apabila engkau melihat orang yang lebih tinggi darimu dalam agama, berusahalah untuk menyusulnya.”
Nasihat ini penting untuk remaja yang sering menilai hidup dari ukuran duniawi. Syaikh mengajarkan keseimbangan: jangan iri pada dunia, tapi berlomba dalam kebaikan.
Kesombongan Menutup Hati dari Kebenaran
Kesombongan tidak hanya menjauhkan seseorang dari manusia, tetapi juga menutup pintu hidayah. Orang yang sombong sulit menerima nasihat, bahkan ketika ia tahu kebenaran. Nabi ﷺ pernah bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
Seorang lelaki bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika seseorang suka memakai pakaian yang indah dan sandal yang bagus?” Nabi menjawab:
إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.”
(HR. Muslim)
Dari hadits ini jelas bahwa kesombongan bukan pada pakaian atau penampilan, tetapi pada sikap hati. Kita boleh tampil rapi dan indah, asalkan tidak menimbulkan keangkuhan.
Hidup Sederhana Adalah Kekuatan, Bukan Kelemahan
Remaja yang hidup sederhana sebenarnya sedang membangun kekuatan batin. Ia tidak mudah dikendalikan oleh mode, uang, atau penilaian orang lain. Kesederhanaan mengajarkan fokus pada makna hidup, bukan pada gengsi.
Syaikh Muhammad Syakir menulis dalam Washoya al-Abaa’ lil Abnaa’:
إِنَّ الْبَسَاطَةَ تَكْسِبُكَ احْتِرَامَ النَّاسِ، وَالتَّكَبُّرَ يُنَفِّرُهُمْ مِنْكَ.
“Kesederhanaan membuatmu dihormati manusia, sedangkan kesombongan membuat mereka menjauh darimu.”
Dalam masyarakat yang penuh persaingan, orang yang rendah hati justru paling diingat dan dicintai. Kesederhanaan tidak menurunkan nilai seseorang, justru menambah pesonanya.
Penutup
Hidup sederhana bukan berarti menolak kemajuan, tetapi menempatkan dunia pada tempatnya. Kesombongan membuat hati kosong, sedangkan kesederhanaan membuatnya penuh cahaya. Dalam diam dan kesahajaan, seseorang bisa menemukan kedekatan dengan Allah.
Syaikh Muhammad Syakir menulis puitis:
عِشْ سَعِيدًا بِتَوَاضُعِكَ، فَإِنَّ الْكِبْرَ يَسْرِقُ سَعَادَةَ قَلْبِكَ، وَالتَّوَاضُعَ يُنِيرُ طَرِيقَكَ.
“Hiduplah bahagia dengan kerendahan hatimu, karena kesombongan mencuri kebahagiaan hatimu, sedangkan tawadhu menerangi jalanmu.”
Maka, wahai remaja, berhiaslah dengan kesederhanaan. Jangan biarkan dunia menipu dengan gemerlapnya. Sebab, jalan selamat bagi anak shalih bukan di istana mewah, tapi di hati yang bersih dari sombong dan riya.
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqro’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
