Khazanah
Beranda » Berita » Adab Bergaul: Menjadi Anak yang Dicintai Masyarakat Menurut Kitab Washoya al-Abaa’ lil Abnaa’

Adab Bergaul: Menjadi Anak yang Dicintai Masyarakat Menurut Kitab Washoya al-Abaa’ lil Abnaa’

Remaja Muslim bergaul dengan adab dan saling menghormati
Sekelompok remaja Muslim saling tersenyum dan bertegur sapa dengan penuh kehangatan di bawah cahaya senja.

Dalam kehidupan sosial yang semakin kompleks, setiap remaja perlu membekali diri dengan kemampuan bergaul yang baik. Di tengah derasnya arus komunikasi dan perubahan zaman, kemampuan ini menjadi salah satu keterampilan paling berharga. Namun, lebih dari sekadar berbicara sopan atau bersikap ramah, Islam mengajarkan bahwa adab dalam bergaul mencerminkan keimanan seseorang.

Anak yang beradab akan membuat keluarganya bangga, memperoleh penghormatan dari teman, dan mendapatkan cinta dari masyarakat. Menariknya, Syaikh Muhammad Syakir al-Iskandari dalam Washoya al-Abaa’ lil Abnaa’ (Nasihat Para Ayah untuk Anak-anak) menegaskan bahwa anak yang beradab ibarat permata keluarga dan pelita masyarakat. Ia menjadi teladan bukan karena banyak bicara, tetapi karena kelembutan hati, kesantunan tutur kata, dan keindahan perilakunya.

Allah ﷻ berfirman:

وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا
“Dan berkatalah kepada manusia dengan perkataan yang baik.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 83)

Ayat ini menuntun umat Islam untuk membangun hubungan sosial dengan ucapan dan perilaku yang santun. Dengan demikian, Islam mengarahkan kita agar menanamkan kasih sayang dan rasa hormat dalam setiap interaksi.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Adab adalah pakaian jiwa. Ia memperindah orang yang mengenakannya dan menumbuhkan rasa hormat dari orang lain. Dalam pergaulan, adab mencerminkan kedewasaan berpikir dan kematangan perilaku. Oleh karena itu, memahami adab bergaul berarti belajar mengendalikan diri di tengah lingkungan yang beragam.

Syaikh al-Iskandari menulis:

كُنْ بَشُوشًا فِي وَجْهِ إِخْوَانِكَ، لَيِّنًا فِي كَلَامِكَ، مُتَوَاضِعًا فِي نَفْسِكَ، تَكْسِبْ مَحَبَّةَ النَّاسِ وَرِضَى اللّٰهِ.
“Tampakkanlah wajah yang ceria di hadapan saudaramu, lembutlah dalam ucapan, dan rendah hatilah dalam dirimu, niscaya engkau memperoleh cinta manusia dan ridha Allah.”

Nasihat ini sangat relevan untuk remaja masa kini. Wajah yang ceria, tutur yang lembut, dan sikap rendah hati akan membuat seseorang diterima dengan baik di lingkungannya. Bahkan dalam dunia digital, adab tetap penting, karena etika berkomunikasi juga berlaku di ruang virtual.

Rasulullah ﷺ bersabda:

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. al-Bukhari)

Hadis ini menegaskan bahwa akhlak merupakan inti dari dakwah Rasulullah ﷺ. Oleh sebab itu, remaja yang meneladani beliau dalam adab pergaulan sebenarnya sedang meniti jalan menuju kemuliaan iman.

Menjadi Remaja yang Menyenangkan, Bukan Menyakitkan

Setiap orang tentu ingin disukai, tetapi tidak semua memahami bagaimana cara menjadi pribadi yang menyenangkan. Dalam Islam, cara terbaik untuk disukai bukan dengan berpura-pura atau mencari perhatian, melainkan dengan menumbuhkan keikhlasan dan empati. Orang yang tulus akan memancarkan ketenangan, dan ketenangan itu menarik hati manusia.

Syaikh al-Iskandari menasihatkan:

لَا تُؤْذِ أَحَدًا بِلِسَانِكَ وَلَا تَسْخَرْ مِنْهُ، فَإِنَّ الْكَلِمَةَ تُؤْلِمُ الْقَلْبَ كَمَا يُؤْلِمُهُ السَّهْمُ.
“Janganlah engkau menyakiti seseorang dengan lisanmu, dan jangan memperoloknya, karena kata-kata dapat melukai hati sebagaimana anak panah melukai tubuh.”

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Nasihat ini sangat relevan di era media sosial. Kini, banyak remaja yang tanpa sadar melontarkan candaan tajam atau komentar sinis yang menyakiti hati orang lain. Karena itu, menjaga lisan menjadi bentuk adab yang nyata dalam bergaul.

Allah ﷻ memperingatkan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum merendahkan kaum yang lain, karena boleh jadi mereka lebih baik daripada mereka.”
(QS. Al-Hujurat [49]: 11)

Remaja yang menahan lisannya dari ucapan menyakitkan akan dihormati oleh teman-temannya. Ia menebarkan ketenangan, bukan pertikaian; menyebarkan semangat, bukan kebencian. Akhirnya, ia menjadi teman yang dirindukan, bukan dihindari.

Adab dalam Persahabatan: Menjaga Batas dan Kepercayaan

Persahabatan merupakan bagian penting dari kehidupan remaja. Namun, tidak semua hubungan berjalan sehat. Banyak persahabatan rusak karena seseorang melanggar adab, seperti membuka rahasia, bergosip di belakang teman, atau merasa iri terhadap keberhasilan orang lain.

Syaikh al-Iskandari menulis:

إِذَا صَادَقْتَ صَدِيقًا فَاحْفَظْ حُرْمَتَهُ فِي حُضُورِهِ وَغَيْبَتِهِ، وَلَا تَبْحَثْ عَنْ عُيُوبِهِ.
“Jika engkau bersahabat dengan seseorang, jagalah kehormatannya baik di hadapannya maupun ketika ia tidak ada, dan jangan mencari-cari aibnya.”

Dengan kata lain, persahabatan sejati tumbuh dari rasa hormat dan kepercayaan. Sahabat sejati hadir bukan hanya untuk tertawa bersama, tetapi juga untuk menopang ketika temannya terjatuh.

Rasulullah ﷺ bersabda:

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang tergantung pada agama sahabatnya, maka hendaklah kalian memperhatikan siapa yang kalian jadikan teman.” (HR. Abu Dawud)

Karena itu, remaja perlu berhati-hati dalam memilih teman. Bergaul dengan orang saleh akan membawa pada kebaikan, sedangkan bergaul dengan orang lalai akan menyeret pada kelalaian.

Adab di Tengah Perbedaan: Menghormati Tanpa Menyalahkan

Hidup bermasyarakat berarti hidup bersama perbedaan — baik perbedaan karakter, kebiasaan, maupun pandangan. Anak yang beradab tidak mudah marah atau menolak pendapat orang lain. Sebaliknya, ia belajar mendengarkan, memahami, dan menghormati tanpa kehilangan prinsip.

Syaikh al-Iskandari menulis:

تَحَدَّثْ مَعَ النَّاسِ عَلَى قَدْرِ عُقُولِهِمْ، وَلَا تَتَكَبَّرْ عَلَيْهِمْ، فَإِنَّ الْكِبْرَ يُبْغِضُكَ إِلَى الْقُلُوبِ.
“Berbicaralah dengan manusia sesuai kadar akal mereka, dan jangan berlaku sombong, karena kesombongan membuatmu dibenci oleh hati manusia.”

Nasihat ini menegaskan bahwa kebijaksanaan dalam berbicara adalah bentuk kasih sayang. Tidak semua orang memiliki pemahaman yang sama, maka berbicara dengan lembut berarti menghormati orang lain.

Allah ﷻ berfirman:

وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih ialah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati, dan apabila orang bodoh menyapa mereka dengan (kata-kata) yang menghina, mereka mengucapkan ‘salam’.”
(QS. Al-Furqan [25]: 63)

Dengan demikian, kita menunjukkan keindahan iman bukan dengan membalas keburukan, tetapi dengan kelembutan dan kesabaran.

Menjadi Anak yang Dicintai Masyarakat

Setiap anak memiliki peluang untuk menjadi sosok yang dicintai masyarakat. Namun, cinta itu tidak muncul karena popularitas, melainkan karena ketulusan hati dan akhlak mulia. Anak yang jujur, sopan, dan gemar tersenyum akan membawa kedamaian bagi lingkungannya.

Syaikh Muhammad Syakir menulis:

كُنْ فِي النَّاسِ كَالشَّمْسِ تُضِيءُ، وَكَالزَّهْرِ تُعْطِي الرِّيحَةَ الطَّيِّبَةَ، وَلَا تَنْتَظِرْ مِنْهُمْ شُكْرًا.
“Jadilah engkau di tengah manusia seperti matahari yang memberi cahaya, dan seperti bunga yang menebar harum, tanpa menunggu ucapan terima kasih.”

Remaja yang beradab tidak menuntut balas budi. Ia berbuat baik karena Allah, bukan karena ingin dipuji. Justru ketulusan itulah yang membuat orang lain menghormatinya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad)

Dengan demikian, menjadi anak yang dicintai masyarakat bukanlah soal ketenaran, tetapi soal kebermanfaatan. Siapa yang memberi manfaat, dialah yang dirindukan kehadirannya.

Penutup

Adab dalam bergaul bukan sekadar aturan sosial, tetapi jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Anak yang beradab akan dicintai manusia dan diridhai Allah. Ia memancarkan cahaya dari dalam hatinya — cahaya kasih, kelembutan, dan sopan santun.

Syaikh al-Iskandari menulis:

الْأَدَبُ زِينَةُ الْعِلْمِ، وَالْعِلْمُ نُورُ الْقَلْبِ، فَإِذَا اجْتَمَعَا فِي وَلَدٍ صَارَ نُورًا يَهْدِي النَّاسَ.
“Adab adalah perhiasan ilmu, dan ilmu adalah cahaya hati. Jika keduanya menyatu dalam diri seorang anak, ia menjadi cahaya yang menuntun manusia.”

Semoga setiap remaja Muslim menumbuhkan adab dalam pergaulan, agar kehadirannya membawa kedamaian, mempererat persaudaraan, dan menebarkan kebaikan di tengah masyarakat.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement