Khazanah
Beranda » Berita » Menjaga Pandangan: Melindungi Hati dari Fitnah Dunia Menurut Kitab Washoya al-Abaa’ lil Abnaa’

Menjaga Pandangan: Melindungi Hati dari Fitnah Dunia Menurut Kitab Washoya al-Abaa’ lil Abnaa’

Remaja Muslim menundukkan pandangan di tengah hiruk-pikuk dunia modern
Lukisan digital bergaya realistik-filosofis menampilkan seorang remaja Muslim menundukkan pandangan di tengah kota modern yang penuh cahaya dan layar besar. Sorot cahaya lembut jatuh pada wajahnya, menggambarkan ketenangan dan kekuatan iman.

Di tengah derasnya arus media sosial, remaja hidup dalam dunia penuh gambar, video, dan godaan visual yang tak henti mengalir. Satu guliran layar bisa menampilkan kebaikan dan keburukan sekaligus. Di sinilah pentingnya pesan Islam tentang ghadhul bashar — menjaga pandangan.

Syaikh Muhammad Syakir Al-Iskandari dalam kitab Washoya al-Abaa’ lil Abnaa’ menulis lembut kepada generasi muda:

يَا بُنَيَّ، احْفَظْ بَصَرَكَ، فَإِنَّ النَّظَرَ سَهْمٌ سَامٌّ يُصِيبُ الْقَلْبَ.
“Wahai anakku, jagalah pandanganmu, karena pandangan yang tak dijaga adalah panah beracun yang menembus hati.”

Pandangan bukan hanya persoalan mata, melainkan gerbang bagi hati. Apa yang dilihat akan mempengaruhi pikiran, dan apa yang sering dilihat bisa menumbuhkan keinginan. Itulah sebabnya Islam menempatkan menjaga pandangan sebagai bagian dari penjagaan iman.

Pandangan dan Hati: Dua Cermin yang Saling Terhubung

Pandangan tidak pernah netral. Setiap kali mata menatap sesuatu, hati akan ikut bereaksi. Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan:

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang-orang beriman agar mereka menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur [24]: 30)

Perintah ini bukan sekadar larangan visual, tetapi panggilan spiritual. Mata yang menunduk adalah tanda hati yang tahu batas. Dalam tafsir Washoya al-Abaa’ lil Abnaa’, Syaikh Syakir menulis:

مَنْ أَطْلَقَ بَصَرَهُ، أَظْلَمَ قَلْبُهُ، وَمَنْ غَضَّهُ، أَنَارَ اللَّهُ قَلْبَهُ.
“Barang siapa membiarkan pandangannya bebas, hatinya akan gelap; dan barang siapa menundukkannya, Allah akan menerangi hatinya.”

Kebersihan hati dimulai dari pengendalian mata. Ketika mata dijaga, pikiran menjadi jernih, dan hati lebih mudah menerima kebenaran.

Remaja dan Tantangan Zaman Digital

Dulu, menjaga pandangan berarti menunduk di jalan atau menghindari pandangan yang menggoda. Kini, menjaga pandangan berarti juga menahan diri dari konten yang tidak pantas di ponsel dan layar. Tantangan ini nyata, terutama bagi remaja yang tumbuh dengan dunia digital.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Dalam dunia yang penuh gambar, menjaga pandangan bukan lagi perkara fisik semata, tapi juga mental dan spiritual. Setiap tayangan bisa menanam benih di hati: entah keinginan yang salah, iri terhadap kehidupan orang lain, atau rasa tidak puas dengan diri sendiri.

Syaikh Syakir menulis dengan bijak:

إِنَّ الْعَيْنَ طَرِيقٌ إِلَى الْقَلْبِ، فَاحْذَرْ أَنْ تَفْتَحَهَا عَلَى مَا يُؤْذِيهِ.
“Sesungguhnya mata adalah jalan menuju hati, maka berhati-hatilah agar tidak membukanya pada hal yang menyakitinya.”

Pesan ini terasa relevan bagi remaja modern. Media sosial bisa menjadi sumber ilmu, tapi juga ladang fitnah. Semua tergantung pada bagaimana seseorang memilih untuk menatap.

Menjaga Pandangan Bukan Berarti Menutup Mata

Islam tidak melarang manusia menikmati keindahan dunia. Justru Allah berfirman:

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ
“Katakanlah, siapakah yang mengharamkan perhiasan Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik?” (QS. Al-A’raf [7]: 32)

Artinya, menjaga pandangan bukan menolak keindahan, tetapi menata cara memandangnya. Seorang mukmin memandang dengan hati yang sadar, bukan nafsu yang liar. Ia melihat ciptaan Allah bukan untuk ditaklukan, tapi untuk disyukuri.

Syaikh Syakir menulis lembut:

انظرْ إلى الدنيا بعينِ الاعتبارِ لا بعينِ الافتتانِ.
“Pandanglah dunia dengan mata yang mengambil pelajaran, bukan dengan mata yang terpesona.”

Ketika pandangan disertai kesadaran, dunia menjadi tempat belajar, bukan tempat terjebak.

Menjaga Pandangan Adalah Latihan Menguatkan Jiwa

Remaja sering kali berada di persimpangan: ingin tahu, ingin bebas, tapi juga ingin tetap benar. Menjaga pandangan adalah latihan awal untuk membangun self control — kekuatan batin untuk menolak yang tidak pantas meski mudah diakses.

Rasulullah ﷺ bersabda:

النَّظَرُ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيسَ مَسْمُومٌ، فَمَنْ تَرَكَهُ مِنْ مَخَافَةِ اللَّهِ، أَثَابَهُ اللَّهُ إِيمَانًا يَجِدُ حَلَاوَتَهُ فِي قَلْبِهِ
“Pandangan (yang haram) adalah panah beracun dari panah-panah Iblis. Siapa yang menundukkannya karena takut kepada Allah, maka Allah akan memberinya keimanan yang manis terasa di hatinya.” (HR. Hakim)

Menundukkan pandangan bukan sekadar menolak godaan, tapi juga mendapatkan rasa manis dalam iman. Syaikh Syakir menyebutnya sebagai latihan yang membangun kemuliaan diri:

غُضَّ بَصَرَكَ، تَحْفَظْ نَفْسَكَ، وَتَسْلَمْ قَلْبَكَ.
“Tundukkan pandanganmu, niscaya dirimu terjaga dan hatimu selamat.”

Pandangan yang Menumbuhkan Kasih Sayang

Pandangan yang dijaga tidak selalu berarti pandangan yang ditahan. Ada pandangan yang justru menumbuhkan kasih sayang — seperti pandangan hormat kepada orang tua, pandangan lembut kepada sesama, atau pandangan penuh kasih terhadap makhluk Allah.

Syaikh Syakir menulis:

انظرْ إلى الخلقِ بعينِ الرحمةِ، فإنَّ من نظرَ برحمةٍ، رُحِمَ.
“Pandanglah makhluk dengan mata kasih sayang, karena siapa yang memandang dengan kasih, akan dikasihi.”

Bagi remaja, pesan ini berarti: gunakan matamu untuk menebar kebaikan. Pandang temanmu dengan empati, bukan iri. Pandang perbedaan dengan hikmah, bukan kebencian. Dengan begitu, pandangan menjadi jendela cinta, bukan pintu dosa.

Menjaga Pandangan di Era Selfie

Budaya selfie dan ekspos diri membuat banyak remaja tanpa sadar terjebak dalam pencitraan. Mereka ingin dilihat, dinilai, dan dikagumi. Akibatnya, mata tidak hanya menjadi alat melihat, tapi juga alat mencari perhatian.

Padahal, Syaikh Syakir memperingatkan:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُنْظَرَ إِلَيْهِ، فَقَدْ فَقَدَ حَيَاءَهُ.
“Barang siapa suka dipandang (diperhatikan) oleh manusia, maka ia telah kehilangan rasa malunya.”

Rasa malu adalah benteng iman. Ketika seseorang ingin terus dilihat, ia kehilangan keindahan batin. Menjaga pandangan juga berarti menjaga diri agar tidak menjadi pusat pandangan yang menjerumuskan orang lain.

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا، وَخُلُقُ الْإِسْلَامِ الْحَيَاءُ
“Setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah rasa malu.” (HR. Ibnu Majah)

Rasa malu melahirkan kehormatan. Dan menjaga pandangan adalah bentuk nyata menjaga kehormatan diri.

Pandangan yang Menumbuhkan Iman

Ketika mata terbiasa menatap yang baik — Al-Qur’an, alam ciptaan Allah, wajah orang tua, atau majelis ilmu — maka hati akan menjadi lebih lembut.

Syaikh Syakir menggambarkannya dengan indah:

النَّظَرُ فِي الْجَمِيلِ يُزَكِّي النَّفْسَ إِذَا تَذَكَّرَ الْقَلْبُ الْمُنْعِمَ.
“Memandang keindahan dapat menyucikan jiwa jika hati mengingat Sang Pemberi Nikmat.”

Jadi, bukan pandangan yang salah, melainkan lupa siapa yang memberi keindahan. Saat pandangan diiringi zikir, maka keindahan dunia justru memperkuat iman, bukan melemahkannya.

Menjaga Pandangan, Menjaga Masa Depan

Bagi remaja, menjaga pandangan berarti menjaga masa depan. Pandangan yang terarah akan melahirkan cita-cita yang jernih. Pandangan yang bebas akan menjerumuskan dalam angan-angan yang sia-sia.

Rasulullah ﷺ bersabda:

احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ
“Jagalah Allah (perintah-Nya), niscaya Allah akan menjagamu.” (HR. Tirmidzi)

Menjaga pandangan adalah bagian dari menjaga perintah Allah. Siapa yang memelihara matanya dari yang haram, akan dijaga oleh Allah dari keburukan. Syaikh Syakir menulis:

إِنَّ اللَّهَ يَحْفَظُ مَنْ غَضَّ بَصَرَهُ، وَيُكْرِمُهُ بِنُورِ الْبَصِيرَةِ.
“Sesungguhnya Allah menjaga orang yang menundukkan pandangannya dan memuliakannya dengan cahaya mata hati.”

Penutup

Pada akhirnya, menjaga pandangan bukan hanya perintah, tapi jalan menuju kebersihan hati. Mata yang terjaga menuntun langkah yang benar. Hati yang bersih menuntun hidup menuju ridha Allah.

Syaikh Muhammad Syakir menutup nasihatnya dengan kalimat lembut:

احْفَظْ بَصَرَكَ، فَإِنَّهُ أَوَّلُ طَرِيقِ النَّجَاةِ، وَغُضَّهُ عَنِ الْحَرَامِ، تَذُقْ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ.
“Jagalah pandanganmu, karena ia adalah awal jalan keselamatan. Tundukkan dari yang haram, niscaya engkau akan merasakan manisnya iman.”

Maka wahai remaja, jagalah matamu bukan karena takut dosa, tapi karena ingin menjaga keindahan hatimu. Di zaman yang penuh gambar, jadilah penonton yang bijak. Lihatlah dunia dengan mata yang bersih, agar hatimu tetap bercahaya.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement