Hidup manusia tidak pernah lepas dari ujian dan nikmat. Dua keadaan ini silih berganti, terkadang datang dalam bentuk kesenangan, terkadang pula hadir sebagai cobaan. Dalam Islam, dua kunci utama untuk menghadapi perjalanan hidup adalah sabar dan syukur. Keduanya ibarat dua sayap yang membuat seorang hamba bisa terbang menuju keridaan Allah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik, dan itu tidak dimiliki kecuali oleh orang beriman. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur maka itu baik baginya. Jika ia ditimpa kesusahan, ia bersabar maka itu baik baginya.” (HR. Muslim).
Kitab Washoya al-Abaa’ lil Abnaa’ karya Syaikh Muhammad Syakir al-Iskandari menegaskan bahwa orang tua harus menanamkan dua nilai agung ini kepada anak-anaknya. Sebab sabar dan syukur adalah benteng jiwa yang menjaga keseimbangan hati dalam menghadapi arus kehidupan.
Sabar sebagai Pilar Kehidupan
Sabar bukan berarti pasif atau menyerah, tetapi sebuah kekuatan untuk tetap teguh menghadapi ujian. Al-Qur’an memerintahkan sabar dalam berbagai keadaan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153).
Syaikh al-Iskandari menulis dalam Washoya:
اِصْبِرْ يَا بُنَيَّ عَلَى الْبَلَاءِ، فَإِنَّ الدُّنْيَا دَارُ امْتِحَانٍ، وَمَنْ صَبَرَ ظَفِرَ
“Bersabarlah wahai anakku atas segala ujian, karena dunia adalah tempat ujian. Siapa yang bersabar, ia akan menang.”
Sabar melatih jiwa untuk tidak tergesa-gesa, menjaga lidah agar tidak mengeluh, serta menahan hati agar tidak berputus asa. Orang yang sabar selalu percaya bahwa setiap ujian adalah pintu menuju kedewasaan iman.
Ragam Bentuk Sabar
Dalam literatur Islam, sabar terbagi menjadi tiga bentuk utama. Pertama, sabar dalam ketaatan, yaitu tetap teguh menjalankan perintah Allah meski terasa berat. Kedua, sabar dalam menjauhi maksiat, yakni menahan diri dari godaan yang merusak iman. Ketiga, sabar menghadapi takdir Allah berupa musibah.
Setiap bentuk sabar memiliki medan perjuangannya sendiri. Seorang pemuda yang sabar menjaga pandangan, seorang pelajar yang sabar menuntut ilmu, atau seorang ayah yang sabar mencari nafkah halal, semuanya bagian dari sabar yang berbuah pahala besar.
Rasulullah ﷺ bersabda:
وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ
“Tidaklah seseorang diberi anugerah yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Syukur: Kunci Keberkahan Hidup
Syukur adalah pasangan sabar yang tidak kalah penting. Bukan hanya berucap “alhamdulillah”, tetapi juga pengakuan dalam hati dan tindakan nyata dengan memanfaatkan nikmat sesuai ridha Allah.
Allah ﷻ berfirman:
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Jika kalian bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepada kalian. Tetapi jika kalian kufur, sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7).
Syukur membuat hati tenang, jauh dari iri dan dengki. Orang yang bersyukur melihat nikmat sekecil apa pun sebagai karunia besar. Dengan itu, hidupnya penuh rasa cukup, tidak mudah gelisah, dan selalu optimis.
Wujud Syukur dalam Kehidupan
Syukur memiliki tiga dimensi: hati, lisan, dan perbuatan. Hati berarti mengakui bahwa semua nikmat berasal dari Allah. Lisan berarti memuji Allah dengan ucapan seperti “alhamdulillah”. Perbuatan berarti menggunakan nikmat sesuai syariat, misalnya ilmu untuk kebaikan, harta untuk sedekah, dan waktu untuk ibadah.
Syaikh al-Iskandari menegaskan:
اُشْكُرْ نِعْمَةَ اللَّهِ يَا بُنَيَّ، فَبِالشُّكْرِ تَدُوْمُ النِّعَمُ وَتَزْدَادُ
“Bersyukurlah atas nikmat Allah wahai anakku, karena dengan syukur nikmat akan tetap ada dan bertambah.”
Syukur sejati bukan hanya ketika nikmat besar datang, tetapi juga ketika rezeki sederhana diberikan. Dengan demikian, seorang mukmin tidak akan pernah merasa miskin, karena ia melihat kekayaan dalam setiap karunia Allah.
Sabar dan Syukur sebagai Keseimbangan Hidup
Hidup membutuhkan sabar saat kesulitan dan syukur saat kemudahan. Dua nilai ini bagaikan rem dan gas dalam kendaraan. Tanpa keduanya, perjalanan hidup akan kehilangan arah.
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa iman itu terbagi dua: separuhnya sabar, separuhnya syukur. Artinya, tidak ada jalan lain bagi seorang mukmin selain membentengi diri dengan dua amalan hati ini.
Pemuda yang sabar dan bersyukur akan kuat menghadapi tekanan, tidak mudah putus asa, serta tidak sombong ketika berhasil. Inilah ciri insan beriman yang kokoh di tengah arus zaman.
Wasiat Orang Tua kepada Anak
Dalam Washoya al-Abaa’ lil Abnaa’, sabar dan syukur menjadi wasiat abadi orang tua kepada anak-anak mereka. Orang tua yang bijak akan menekankan pentingnya bersabar dalam menempuh pendidikan, menghadapi godaan dunia, serta menjaga syukur dalam setiap nikmat kecil yang Allah berikan.
Nasihat ini penting ditanamkan sejak dini, karena anak yang terbiasa bersabar akan tahan menghadapi tantangan, sementara anak yang terbiasa bersyukur akan tumbuh dengan hati yang lapang dan bahagia.
Penutup
Pada akhirnya, sabar dan syukur adalah dua sayap yang membawa seorang hamba menuju surga. Sabar menjaga manusia tetap teguh di jalan Allah, sementara syukur membuatnya rendah hati dan penuh rasa cukup.
Hidup tanpa sabar membuat jiwa rapuh, hidup tanpa syukur membuat hati kering. Maka, orang tua yang menanamkan dua nilai ini sejatinya sedang memberikan warisan abadi yang lebih berharga dari harta dunia.
Mari kita renungkan doa Rasulullah ﷺ:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِي لَكَ شَكَّارًا، لَكَ ذَكَّارًا، لَكَ رَهَّابًا، لَكَ مِطْوَاعًا، إِلَيْكَ مُخْبِتًا، إِلَيْكَ أَوَّاهًا مُنِيْبًا
“Ya Allah, jadikanlah aku hamba-Mu yang banyak bersyukur, banyak berdzikir, penuh takut (kepada-Mu), taat, rendah hati, penuh penyesalan, dan selalu kembali (kepada-Mu).” (HR. Ahmad).
Dengan sabar dan syukur, kehidupan dunia menjadi indah, dan perjalanan akhirat menjadi terarah.
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqro’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
