Dalam kehidupan seorang pemuda, sahabat adalah cermin yang memantulkan siapa dirinya. Seseorang akan mudah dikenali dari dengan siapa ia bergaul. Hal ini ditegaskan dalam sabda Rasulullah ﷺ:
اَلْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang itu berada di atas agama sahabatnya. Maka hendaklah salah seorang dari kalian memperhatikan siapa yang ia jadikan sahabat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Kitab Washoya al-Abaa’ lil Abnaa’ karya Syaikh Muhammad Syakir al-Iskandari mengingatkan bahwa memilih sahabat bukan sekadar perkara sosial, melainkan penentu jalan hidup. Ayah yang bijak akan mewasiatkan kepada anaknya agar selalu memilih sahabat yang baik, karena mereka akan menjadi penguat dalam iman atau justru penggoda dalam keburukan.
Menimbang Nilai Persahabatan dalam Islam
Persahabatan dalam Islam bukan hanya ikatan emosional, melainkan juga ikatan spiritual. Allah ﷻ menegaskan dalam Al-Qur’an:
اَلْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
“Teman-teman karib pada hari itu (kiamat) sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67).
Ayat ini memberi peringatan bahwa sahabat yang tidak mengingatkan pada kebaikan akan menjadi penyesalan kelak. Justru hanya sahabat yang bertakwa yang akan tetap setia hingga di akhirat. Dari sinilah, pemuda yang cerdas akan berhati-hati memilih lingkaran pergaulannya.
Syaikh Muhammad Syakir dalam kitabnya menulis:
وَاعْلَمْ يَا بُنَيَّ أَنَّ الصَّاحِبَ سَرِقَةٌ فَإِنْ كَانَ خَيِّرًا سَرَقَكَ إِلَى الْخَيْرِ وَإِنْ كَانَ شَرًّا سَرَقَكَ إِلَى الشَّرِّ
“Ketahuilah wahai anakku, sahabat itu bagaikan pencuri. Jika ia baik, maka ia akan mencurimu menuju kebaikan, dan jika ia buruk, maka ia akan mencurimu menuju keburukan.”
Ciri Sahabat yang Baik Menurut Ulama
Al-Iskandari memberi penjelasan bahwa sahabat yang baik memiliki ciri-ciri utama: berakhlak mulia, menjaga lisan, menepati janji, dan mendukung sahabatnya dalam ketaatan. Ia bukan sekadar teman bermain, melainkan pemandu menuju ridha Allah.
Dalam keseharian, sahabat yang baik akan terlihat dari tutur katanya yang menenangkan, nasihatnya yang membangun, serta kehadirannya yang membawa ketenteraman. Nabi ﷺ bersabda:
مَثَلُ الْجَلِيْسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيْسِ السُّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيْرِ
“Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi…” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menegaskan bahwa sahabat yang baik akan memberikan manfaat, bahkan sekadar dari aromanya, sedangkan sahabat buruk akan memberi mudarat meski tanpa disengaja.
Dampak Sahabat Buruk dalam Kehidupan Pemuda
Tidak jarang seorang pemuda terseret pada jalan yang salah karena salah memilih teman. Lingkungan pergaulan bisa menjadi gerbang kebaikan atau sebaliknya, lubang kehancuran. Banyak kisah pemuda yang kehilangan masa depan karena terjebak dalam pergaulan buruk, mulai dari narkoba, pergaulan bebas, hingga tindak kriminal.
Al-Qur’an menggambarkan penyesalan seseorang pada hari kiamat:
يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيْلًا
“Aduhai celaka aku! Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrabku.” (QS. Al-Furqan: 28).
Ayat ini menjadi tamparan keras agar pemuda tidak menyepelekan pilihan sahabat. Sebab, sahabat buruk tidak hanya menjerumuskan di dunia, tetapi juga membawa penyesalan abadi di akhirat.
Wasiat Orang Tua tentang Persahabatan
Orangtua yang mencintai anaknya tentu tidak hanya mendoakan, tetapi juga menasihati tentang pentingnya memilih sahabat. Wasiat dalam Washoya al-Abaa’ lil Abnaa’ menekankan agar seorang anak tidak mendekat pada teman yang lalai dari agama, karena kelalaian itu akan menular. Sebaliknya, ia dianjurkan mendekat pada sahabat yang rajin shalat, jujur, dan dermawan.
Nasihat ini relevan hingga kini. Orangtua bisa menanamkan kesadaran kepada anak sejak dini, bahwa teman yang baik akan menjadi penjaga langkahnya, sedangkan teman yang buruk akan merusak masa depannya.
Sahabat sebagai Penentu Jalan Masa Depan
Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa sahabat adalah penentu masa depan. Mereka bisa menjadi “jalan pintas” menuju kebaikan atau “jalan gelap” menuju kebinasaan. Pepatah Arab menyebut:
قُلْ لِي مَنْ تُصَاحِبْ أَقُلْ لَكَ مَنْ أَنْتَ
“Katakan padaku siapa sahabatmu, maka aku akan tahu siapa dirimu.”
Dengan kata lain, kualitas persahabatan seringkali mencerminkan kualitas kehidupan seseorang. Pemuda yang dikelilingi oleh orang shalih cenderung terarah pada kebaikan, sementara yang dikelilingi orang lalai seringkali terjerumus.
Peran Sahabat dalam Menguatkan Akhlak
Sahabat sejati adalah mereka yang berani menegur saat salah, mendukung saat lemah, dan mengingatkan saat lalai. Inilah yang dimaksud Rasulullah ﷺ dalam sabdanya:
اَلْمُؤْمِنُ مِرْآةُ الْمُؤْمِنِ
“Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya.” (HR. Abu Dawud).
Sahabat bukan hanya teman berbagi tawa, tetapi juga tempat bercermin dan berbenah diri. Oleh karena itu, setiap pemuda seharusnya menjadikan sahabatnya sebagai jalan menuju peningkatan iman, bukan sekadar teman pengisi waktu luang.
Penutup
Pada akhirnya, memilih sahabat bukan sekadar urusan duniawi, tetapi juga investasi ukhrawi. Wasiat orangtua melalui kitab Washoya al-Abaa’ lil Abnaa’ mengingatkan bahwa sahabat yang baik adalah anugerah, sedangkan sahabat buruk adalah ujian.
Maka, berbahagialah seorang anak yang mendengar nasihat orangtuanya dan berpegang pada tuntunan agama dalam memilih sahabat. Karena sahabat yang baik tidak hanya menemani di dunia, tetapi juga menolong di akhirat.
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqro’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
