SURAU.CO-Suhail ibn Amr adalah sahabat Nabi dari suku Quraisy keturunan Bani Amiri. Ayahnya bernama Amr ibn Abdi Syams ibn Abd Wudd ibn Nashr ibn Malik ibn Hisl ibn Amir ibn Luay ibn Ghalib ibn Fihr. Ibunya bernama Hubba binti Qais ibn Dhabis ibn Tsadabah al-Khuza’iyah. Suhail terkenal dengan sebutan Abu Yazid.
Orator handal suku Quraisy
Suhail merupakan salah seorang pemimpin sekaligus orator ulung suku Quraisy. Pada Perang Badar ia tertawan oleh pasukan muslim. Ucapannya sangat berpengaruh terhadap kaum muslim saat itu sampai-sampai Umar berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, biarkan kutanggalkan dua gigi depannya hingga ia tak berkoar-koar merendahkanmu.” Beliau bersabda,
“Biarkan dia, Umar, mungkin suatu hari nanti ia akan berada di posisi yang engkau sendiri memujinya.”
Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda kepada Umar, “Tenanglah, Umar! Biarkan saja, mungkin suatu hari nanti sikapnya akan membuatmu kagum.” Setelah keluarganya memberikan tebusan, Suhail lalu terbebas.
Menjadi utusan dalam Perjanjian Hudaibiyah
Dalam Perjanjian Hudaibiyah, Suhail menjadi utusan bagi suku Quraisy. Ketika Suhail datang sebagai utusan Quraisy, Rasulullah bersabda kepada para sahabat, “Jika mereka mengutus laki-laki itu, berarti kaum Quraisy menghendaki perdamaian.”
Setelah Suhail berhadapan dengan Rasulullah, mulailah keduanya merundingkan perjanjian damai dengan segala syarat-syaratnya. Pada akhir pertemuan, mereka bersepakat menjalin perjanjian damai tinggal menuliskannya pada lembaran perjanjian. Rasulullah memanggil Ali ibn Abi Thalib untuk menuliskan apa yang akan didiktekan-Nya dalam lembar perjanjian itu. Rasulullah berkata, “Tulislah: bismillahirrahmanirrahmi.” Namun, Suhail berkata, “Aku tidak setuju penulisan kalimat itu, tulislah: bismika allahumma.”
Rasulullah menyetujui usulannya dan memerintahkan Ali untuk menuliskan ‘bismika allahumma’. Rasulullah melanjutkan, “Tulislah: Inilah yang disepakati oleh Muhammad Rasulullah.”
Memprotes penulisan nama Rasulullah
Suhail kembali protes, “Jika kami bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah, tentu kami tidak akan pernah memerangimu, tuliskanlah namamu dan nama ayahmu.”
Rasulullah berkata kepada Ali,
“Hapuslah kata Rasulullah dan tuliskanlah Muhammad putra Abdullah.”
Namun Ali tidak menggerakkan tangannya. Ia tampak kesal dan marah, kemudian berkata, “Demi Allah, aku tidak akan menghapuskannya. Selamanya aku tidak akan menghapus kerasulanmu.” Kemarahan Ali itu merupakan wujud kecintaannya kepada Rasulullah dan kekukuhannya sebagai muslim.
Tidak ada seorang pun yang mau menggantikan Ali untuk menghapus kata Rasulullah dari lembar perjanjian itu. Maka Rasulullah mengambil lembar perjanjian itu kemudian menghapus sendiri kata Rasulullah dan menggantinya dengan tulisan namanya dan ayahnya seperti yang diinginkan Suhail. Inilah kali pertama kaum muslim melihat Rasulullah menulis di atas kertas. Biasanya mereka hanya melihatnya memperhatikan dengan saksama tulisan ayat-ayat Al-Qur’an yang ia diktekan kepada para penulis wahyu.
Isi Perundingan Hudaibiyah
Perundingan Hudaibiyah itu menyepakati genjatan senjata selama sepuluh tahun antara kaum muslim dan penduduk Makkah. Yakni selama sepuluh tahun ke depan kedua belah pihak harus meletakkan senjata, tidak saling memerangi satu sama lain; jika ada seorang Quraisy yang mendatangi Muhammad tanpa seizin walinya, Muhammad harus mengembalikannya kepada kaum Quraisy; jika ada pengikut Muhammad yang mendatangi Quraisy, mereka tak mesti mengembalikannya; siapa pun dan kabilah mana pun boleh bergabung dengan kelompok Muhammad dan menjalin perjanjian dengannya; siapa pun dan kabilah mana pun boleh bergabung dengan kelompok Quraisy dan menjalin perjanjian dengan mereka; kedua belah pihak tidak boleh mengusik sekutu lawannya masing-masing; kedua belah pihak harus menetapi perjanjian ini dan tidak boleh ada yang mengkhianatinya; Muhammad dan kaum muslim tidak boleh memasuki Makkah pada tahun ini dan dibolehkan datang untuk melaksanakan umrah selama tiga hari di tahun yang akan datang.
Ketidakpuasan sahabat
Banyak para sahabat yang tidak puas dengan butir-butir perjanjian itu, termasuk di antaranya Umar ibn al-Khattab r.a. Ia mendekati Abu Bakar dan berkata dengan nada kesal, “Wahai Abu Bakar, bukankah ia (Muhammad) adalah Nabi Allah yang sejati?”
Abu Bakar menjawab, “Benar.”
“Bukankah kita berada dalam kebenaran dan musuh kita berada dalam kesesatan?”
“Benar.”
“Jadi, mengapa kita biarkan mereka menghina dan menginjak-injak agama kita?”
Abu Bakar menasihatinya agar bersabar dan menahan amarah. Namun kemarahan Umar tak juga reda, ia mendatangi Rasulullah dan menanyakan persoalan yang sama. Beliau menjawabnya dengan nada marah, “Aku adalah hamba Allah, dan aku adalah utusan-Nya. Aku tidak akan pernah menentang fakta itu. Aku tidak akan pernah menentang urusan-Nya. Dan penulisan kata-kata itu tidak akan menghapus fakta bahwa aku adalah utusan Allah.”
Terbuktinya ucapan Rasulullah
Ucapan Rasulullah saw. itu terbukti menjadi kenyataan karena setelah Perjanjian Hudaibiyah, Bani Khuzaah menyatakan diri bergabung dengan Muhammad dan menjadi sekutu kaum muslim, sementara Bani Bakar menyatakan bergabung dengan Quraisy. Setelah perjanjian itu, lebih banyak lagi kaum musyrik yang masuk Islam dan posisi umat Islam semakin kokoh.
Perjanjian itu tidak bertahan lama karena kaum Quraisy melanggar dan mengkhianatinya dengan menyerang salah satu kabilah yang bersekutu dengan umat Islam. Maka, Rasulullah saw. segera menyeru kaum muslim untuk menaklukkan Makkah dan menyucikannya dari berhala serta simbol-simbol kemusyrikan.(St.Diyar)
Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
