Ketika seseorang menyebut kata perhiasan, yang terbayang biasanya emas, berlian, atau permata berkilau. Namun, sejatinya, kilau benda-benda itu tidak pernah mampu menandingi cahaya akhlak seorang gadis. Seperti ditulis dalam Kitab Akhlaq lil Banat karya Syekh Umar bin Ahmad Baraja’, seorang ulama dari Nusantara, beliau menegaskan bahwa akhlak mulia adalah perhiasan yang lebih indah daripada emas. Perhiasan fisik hanya menghiasi tubuh, sedangkan akhlak mulia menghiasi jiwa dan terpancar melalui sikap, tutur kata, dan perbuatan sehari-hari.
Di era modern, banyak orang lebih terpesona dengan penampilan lahiriah. Padahal, kecantikan yang sesungguhnya bukanlah pada hiasan kepala atau cincin di jari, melainkan pada kelembutan hati, kesantunan lisan, dan keteguhan moral. Inilah mengapa Islam memuliakan akhlak. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)
Hadits ini menegaskan bahwa inti dari risalah kenabian adalah akhlak. Maka, seorang gadis yang menghiasi dirinya dengan akhlak mulia sejatinya sedang memakai perhiasan yang tidak bisa digadaikan dan tidak pernah pudar.
Kecantikan Sejati Bukan di Wajah, Tetapi di Hati
Dalam Kitab Akhlaq lil Banat, Syekh Umar bin Ahmad Baraja’ menuliskan:
زِينَةُ الْمَرْأَةِ فِي حَيَائِهَا وَ أَخْلَاقِهَا، لَا فِي ذَهَبِهَا وَ لُبَاسِهَا
“Perhiasan seorang wanita terletak pada rasa malunya dan akhlaknya, bukan pada emas atau pakaiannya.”
Kutipan ini mengingatkan kita bahwa wajah cantik hanyalah anugerah sementara, sedangkan akhlak adalah cermin dari keindahan jiwa. Gadis yang menjaga lisannya dari ucapan kasar, menundukkan pandangan dari hal yang haram, dan menata hati dengan kesabaran, akan lebih memesona daripada mereka yang hanya memperindah diri dengan perhiasan lahiriah.
Kalimat transisi di sini sangat penting: jika emas bisa dipoles dan akhirnya berkarat, maka akhlak justru semakin bersinar ketika diuji oleh waktu. Akhlak yang tulus tidak akan lekang meski usia menua, sementara kecantikan wajah perlahan akan sirna. Oleh karena itu, seorang gadis seharusnya lebih sibuk mempercantik akhlaknya daripada sekadar memperbanyak koleksi perhiasan duniawi.
Nilai Akhlak dalam Al-Qur’an: Cahaya yang Mengalahkan Permata
Al-Qur’an berulang kali menekankan bahwa akhlak lebih berharga daripada harta benda. Allah ﷻ berfirman:
وَلَبِسُ الْتَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ
“…dan pakaian takwa itulah yang lebih baik.” (QS. Al-A’raf: 26)
Ayat ini mengajarkan bahwa pakaian terbaik bukanlah kain sutra atau perhiasan mewah, melainkan takwa. Takwa adalah akar dari akhlak yang mulia. Gadis yang berhias dengan takwa akan senantiasa rendah hati, sabar, menjaga lisan, dan menebar kasih sayang.
Ketika seorang gadis menampilkan akhlak yang mulia, ia sejatinya sedang memancarkan keindahan batin yang jauh lebih mempesona daripada perhiasan lahiriah. Dalam masyarakat, gadis seperti ini akan mudah dicintai, dihormati, dan dipercaya. Sebaliknya, gadis yang hanya mengandalkan kecantikan fisik tanpa memperindah akhlaknya akan cepat kehilangan pesonanya.
Akhlak Sebagai Investasi Kehidupan
Emas bisa diwariskan, permata bisa dijual, namun akhlak adalah investasi kehidupan yang nilainya abadi. Dalam keluarga, gadis yang berakhlak mulia akan menjadi penyejuk hati orang tua. pada pergaulan, ia akan menjadi sahabat yang dirindukan. Dalam masyarakat, ia akan menjadi teladan yang dijadikan panutan.
Kalimat transisi memperkuat argumen: jika emas tersimpan di kotak perhiasan, akhlak justru tersimpan di hati setiap orang yang mengenal kita. Akhlak yang baik akan dikenang bahkan setelah jasad tiada. Banyak tokoh besar diingat bukan karena hartanya, tetapi karena akhlaknya yang luhur. Rasulullah ﷺ misalnya, beliau digelari Al-Amin—yang terpercaya—jauh sebelum diangkat menjadi Nabi.
Tantangan Gadis Modern: Antara Glamour dan Kesederhanaan
Di zaman sekarang, arus media sosial seringkali menekankan standar kecantikan yang bersifat fisik: kulit mulus, tubuh langsing, pakaian bermerek, dan perhiasan mewah. Banyak gadis merasa tertekan untuk mengikuti standar itu. Padahal, seperti dijelaskan dalam Kitab Akhlaq lil Banat, perhiasan sejati justru ada pada akhlak.
Kalimat transisi membantu menekankan: di tengah hiruk-pikuk tren fesyen dan gaya hidup konsumtif, gadis yang tetap menjaga kesederhanaan, kesopanan, dan akhlaknya yang mulia, ibarat bintang yang bersinar di kegelapan. Pesonanya berbeda, unik, dan abadi.
Islam tidak melarang seorang gadis memakai perhiasan atau berpenampilan indah. Akan tetapi, keindahan lahiriah harus berjalan seiring dengan keindahan batin. Jika hanya mengutamakan tampilan luar, maka yang tampak hanyalah kilau sementara. Tetapi jika akhlak yang diutamakan, maka ia akan bersinar sepanjang hayat.
Teladan Para Salaf: Gadis yang Menawan dengan Akhlaknya
Sejarah mencatat banyak perempuan salehah yang menjadi teladan karena akhlaknya. Putri Rasulullah ﷺ, Fathimah Az-Zahra, dikenal dengan kesederhanaan dan kelembutan hatinya. Aisyah radhiyallahu ‘anha, istri Nabi, dikenal dengan kecerdasannya dan akhlaknya yang mulia.
Kalimat transisi memperkaya narasi: jika gadis modern ingin dicintai bukan hanya karena wajahnya, maka meneladani akhlak mereka adalah jalan terbaik. Dengan begitu, gadis akan mampu membangun reputasi yang kokoh di hadapan manusia dan memperoleh ridha Allah ﷻ.
Penutup
Pada akhirnya, emas, permata, dan berlian hanyalah hiasan sementara. Ketika ajal tiba, semua perhiasan duniawi akan ditinggalkan. Namun, akhlak mulia akan menemani seorang gadis hingga ke liang lahat, bahkan menjadi penolong di hari kiamat. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَا مِنْ شَيْءٍ أَثْقَلُ فِي الْمِيزَانِ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (amal) pada hari kiamat daripada akhlak yang mulia.” (HR. Abu Dawud)
Maka, wahai para gadis, jangan habiskan seluruh energi hanya untuk memperindah tampilan luar. Sebab perhiasan sejati ada dalam akhlak yang mulia. Hiasi hati dengan iman, perbuatan dengan kebaikan, lisan dengan kesantunan, dan wajah dengan senyuman yang tulus. Dengan begitu, kalian tidak hanya akan cantik di mata manusia, tetapi juga indah di hadapan Allah ﷻ.
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqro’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
