SURAU.CO – Kisah-kisah dari generasi Salafus Shalih senantiasa memberikan inspirasi yang mendalam. Mereka adalah para pendahulu kita yang shalih, penuh dengan kebijaksanaan dan teladan. Kisah perjalanan hidup mereka sungguh sarat akan hikmah dan pelajaran berharga. Salah satu kisah yang sangat menyentuh hati dan penuh makna adalah tentang seorang ibu. Ia melakukan tindakan yang tidak biasa, bahkan mungkin mengejutkan: ia membakar uang anaknya. Namun demikian, tindakan ini jelas bukan tanpa makna. Sebaliknya, ia mengandung pelajaran berharga tentang esensi pendidikan dan prioritas dalam hidup seorang muslim.
Kisah ini berlatar pada masa Salafus Shalih, sebuah era keemasan. Ini adalah masa di mana pendidikan agama dan akhlak sangat diutamakan dalam setiap keluarga muslim.
Dahulu kala, hiduplah seorang anak lelaki yang sangat istimewa. Ia sangat cerdas dan rajin menghafal Al-Qur’an; ia adalah seorang hafizh cilik. Tentu saja, ibunya sangat menyayanginya dengan sepenuh hati. Setiap kali anak itu ingin membeli permen, ibunya pasti memberinya uang. Bahkan, ibunya memasukkan uang itu ke dalam gentong khusus. Gentong tersebut adalah milik anaknya sendiri, sehingga ia bisa mengambilnya kapan saja ia mau. Jelaslah, ini adalah bentuk kasih sayang ibu yang ingin anaknya bahagia.
Ketika Uang Berubah Menjadi Pelajaran
Suatu hari, sang ibu memerintahkan anaknya. Ia meminta anaknya pergi ke masjid untuk menuntut ilmu di sana. Namun demikian, saat anak itu hendak berangkat, ibunya melihat sebuah pemandangan yang tak terduga. Ibunya melihat anaknya mengambil uang dari gentong. Ia berencana membeli permen terlebih dahulu. Padahal, ia belum lagi pergi ke masjid sebagaimana perintah ibunya yang jelas.
Melihat hal ini, sang ibu bertindak tegas dengan cepat dan penuh perhitungan. Ia tidak memarahi anaknya dengan kata-kata kasar atau teriakan. Justru, ia mengambil uang itu, lalu membakar uang tersebut di hadapan anaknya. Anak itu menangis kaget dan bingung bukan kepalang. Ia tidak mengerti mengapa ibunya melakukan tindakan yang mengejutkan itu. Ini adalah momen yang sangat dramatis sekaligus penuh makna.
Mengajarkan Nilai yang Lebih Tinggi dari Harta Benda
Sang ibu kemudian memeluk anaknya yang menangis dengan lembut. Ia berkata dengan nada lembut namun tegas: “Wahai anakku! Sesungguhnya kita ini adalah hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah mengutus kita ke dunia ini. Ia mengutus kita untuk menaati-Nya. Allah sama sekali tidak mengutus kita untuk berbuat maksiat. Allah telah memerintahkan kita. Kita harus memuliakan masjid-Nya. Kita harus mengagungkan syi’ar-syi’ar-Nya.”
Ibunya melanjutkan penjelasannya dengan penuh hikmah dan kesabaran: “Bagaimana bisa engkau pergi ke pasar? Padahal engkau belum pergi ke masjid? Bagaimana mungkin engkau mencari kenikmatan dunia? Sementara engkau belum mencari kenikmatan akhirat yang abadi?”
Anak itu perlahan mengerti. Ia akhirnya memahami maksud ibunya yang sebenarnya, yang jauh melampaui selembar uang. Sejak hari itu, ia tidak pernah lagi mengulangi kesalahannya. Justru, ia selalu mendahulukan masjid. Ia mendahulukan menuntut ilmu agama. Demikianlah, ini adalah didikan yang mengubah jalan hidupnya secara fundamental.
Hikmah Mendalam dari Sebuah Tindakan: Membakar Uang, Menanam Nilai
Tindakan ibu itu, meskipun terlihat keras di permukaan, meninggalkan hikmah yang sangat besar. Ia bukan sekadar membakar uang, melainkan menanamkan nilai-nilai luhur yang abadi dalam jiwa anaknya.
1. Prioritas Akhirat di Atas Segala Kenikmatan Dunia
Kisah ini secara gamblang mengajarkan tentang prioritas utama dalam hidup. Yakni, prioritas akhirat di atas segala kenikmatan duniawi yang fana. Kenikmatan dunia sifatnya sementara dan pasti akan lenyap. Sebaliknya, kenikmatan akhirat bersifat abadi adanya. Ibu itu menunjukkan hal ini dengan jelas melalui tindakannya. Ia mendidik anaknya dengan teladan langsung yang kuat. Ia mengajarkan pentingnya tujuan akhir hidup seorang muslim yang sesungguhnya.
2. Pendidikan Karakter Sejak Dini sebagai Fondasi Kuat Kehidupan
Selain itu, pendidikan karakter memiliki peran yang sangat penting. Terutama harus ditanamkan sejak usia dini. Ibu itu berhasil membentuk karakter anaknya dengan cemerlang. Ia mengajarkan disiplin diri yang tinggi. Ia juga mengajarkan pengendalian diri yang kuat. Di samping itu, ia menanamkan penghargaan terhadap ilmu agama. Semua ini menjadi fondasi kuat bagi anaknya. Fondasi yang sangat berguna untuk masa depan dunia dan akhiratnya.
3. Mengagungkan Nilai dan Kedudukan Masjid dalam Kehidupan Muslim
Masjid adalah rumah Allah, sebuah tempat yang sangat mulia. Ia merupakan pusat ibadah, ilmu pengetahuan, dan aktivitas keagamaan. Ibu itu menekankan pentingnya masjid dalam keseharian. Anak harus mendahulukan masjid. Ini berarti ia harus memprioritaskan ibadah dan menuntut ilmu sebelum mencari kesenangan dunia. Hal ini membentuk rasa hormat anak yang mendalam. Rasa hormat terhadap syiar-syiar Islam yang agung dan sakral.
Tarbiyah Islami: Mendidik Anak dengan Keseimbangan Cinta dan Ketegasan
Kisah ini adalah contoh nyata tarbiyah Islami. Yaitu, pendidikan Islam yang holistik, komprehensif, dan efektif.
Pada dasarnya, orang tua adalah pendidik utama bagi anak-anak mereka. Mereka memiliki tanggung jawab yang sangat besar di hadapan Allah. Mereka harus mendidik anak-anaknya. Mendidik tentang agama, akhlak mulia, dan nilai-nilai kehidupan. Ibu itu menunjukkan keberanian yang luar biasa. Keberanian dalam mendidik anaknya. Meskipun tindakan itu mungkin menyakitkan pada awalnya, namun hasilnya sangat berharga.
Penting adanya keseimbangan yang tepat dalam mendidik. Keseimbangan antara memenuhi kebutuhan dunia dan menunaikan kewajiban agama. Ibu itu tidak melarang anaknya membeli permen sepenuhnya. Ia hanya mengajarkan prioritas yang benar. Ia mengajarkan mana yang penting dan mana yang bisa ditunda. Ia juga menunjukkan mana yang harus didahulukan. Ini adalah pendekatan yang bijak dan berimbang.
Tindakan membakar uang itu memang terlihat keras. Namun demikian, ia mengajarkan konsekuensi nyata. Konsekuensi dari pilihan yang salah atau kurang tepat. Anak itu belajar langsung dari pengalaman pahit tersebut. Pengalaman itu membekas kuat dalam ingatannya. Ini terbukti lebih efektif daripada hanya sekadar kata-kata nasihat semata.
Relevansi Kisah Ini di Era Modern: Tantangan dan Solusi Pendidikan
Kisah ini, meski sudah lampau, sangat relevan. Ia relevan di era modern yang penuh tantangan dan godaan ini. Dunia sekarang semakin penuh dengan berbagai godaan. Anak-anak dihadapkan banyak pilihan yang menggiurkan, seringkali menyesatkan.
Hari ini, godaan dunia semakin kuat dan beragam bentuknya. Gadget, game online, dan berbagai bentuk hiburan instan. Mereka sering kali mengalihkan perhatian anak-anak dari hal-hal penting. Akibatnya, anak-anak sering melupakan kewajiban agamanya. Mereka juga melupakan pentingnya menuntut ilmu yang bermanfaat.
Oleh karena itu, orang tua harus bijak dan proaktif. Mereka harus mengajarkan prioritas yang jelas sejak dini. Anak harus paham mana yang penting, mana yang bisa ditunda. Dan yang terpenting, mana yang harus didahulukan. Ini adalah tugas berat bagi setiap orang tua. Namun demikian, ini sangat esensial untuk masa depan anak. Kita bisa belajar banyak dari ibu ini. Belajar tentang ketegasan dan kebijaksanaan dalam mendidik.
Selain itu, keteladanan orang tua sangat krusial dan tak tergantikan. Anak-anak belajar paling banyak dari apa yang mereka lihat dan alami. Jika orang tua mendahulukan agama dan ibadah dalam hidup mereka, anak-anak akan cenderung mengikutinya. Mereka akan meniru perilaku itu dalam kehidupan sehari-hari.
Warisan Ilmu dan Iman dari Didikan Orang Tua yang Bijaksana
Kisah ibu yang membakar uang anaknya ini. Kisah ini adalah pelajaran berharga bagi kita semua. Ia mengajarkan prioritas akhirat di atas dunia. Ia mengajarkan pentingnya masjid dan ilmu agama. Ia juga mengajarkan ketegasan dalam mendidik dengan penuh hikmah. Menariknya, anak itu kemudian tumbuh menjadi seorang ulama besar yang disegani. Ini adalah buah manis dari didikan ibunya yang bijaksana. Semoga kita semua mengambil hikmahnya. Semoga kita juga menjadi orang tua yang bijak dan bertanggung jawab. Dan yang terpenting, semoga anak-anak kita menjadi generasi shalih yang membanggakan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
