SURAU.CO – Setiap muslim pasti mendambakan surga Allah. Untuk itu, mereka beramal shalih. Tujuannya adalah mencari keridhaan Allah semata. Akan tetapi, ada bahaya tersembunyi yang mengintai. Bahaya itu adalah riya’. Riya’ merupakan penyakit hati berbahaya. Ia merusak amal ibadah kita. Lebih jauh lagi, riya’ mampu menghapus pahala. Kita harus mengenali penyakit ini. Kita juga harus berupaya mengobatinya. Ini adalah perjuangan penting bagi seorang mukmin sejati.
Secara definisi, riya’ adalah sebuah penyakit spiritual. Seseorang melakukan ibadah atau kebaikan. Namun, niatnya bukan karena Allah semata. Ia justru menginginkan pujian manusia. Atau, ia ingin pengakuan sosial dari orang lain. Riya’ merusak inti keimanan kita. Ini karena ibadah harus murni. Ibadah hanya untuk Allah Ta’ala. Riya’ justru menggeser tujuan mulia itu. Hal ini menjadikannya syirik kecil. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.” Lalu beliau ditanya tentang syirik kecil. Beliau menjawab: “Itulah riya’.” [HR Ahmad no. 23630].
Bagaimana kita mengenali riya’ dalam diri? Ada beberapa tanda yang biasanya muncul. Pertama, seseorang lebih bersemangat beramal. Ini terjadi saat orang lain melihatnya. Kedua, kualitas ibadahnya meningkat. Ini juga terlihat saat ada orang lain. Ketiga, ia merasa sedih atau malas. Hal ini terjadi saat tidak ada yang melihatnya. Keempat, ia senang dipuji atas amalannya. Ia merasa kecewa jika tidak. Kelima, ia suka menceritakan amal baiknya. Ia melakukan ini agar orang lain tahu. Mengenali tanda-tanda ini adalah langkah awal penting. Kita harus jujur pada diri sendiri.
Mengobati Riya’ dengan Ilmu dan Amalan: Fondasi Penting
Mengobati riya’ menuntut ilmu yang memadai. Kita harus memahami hakikatnya. Kita juga harus tahu bahaya besar yang dibawanya. Ini adalah dasar pencegahan yang kuat.
1. Meluruskan Niat Ikhlas karena Allah Semata
Pertama-tama, luruskan niat setiap beramal. Kita beramal hanya karena Allah. Ini adalah pondasi utama ibadah kita. Ibnu al-Qayyim rahimahullah berkata: “Apabila amal perbuatan dilakukan dengan ikhlas, tetapi tidak dengan benar, maka ia tidak diterima. Jika ia benar, tetapi tidak ikhlas, ia juga tidak diterima.” Oleh karena itu, keikhlasan menjadi kunci utama. Allah hanya menerima amal yang ikhlas.
2. Mengingat Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui
Selanjutnya, sadarilah Allah selalu melihat kita. Dia Maha Mengetahui segalanya. Allah mengetahui niat yang tersembunyi dalam hati. Firman Allah Ta’ala: “Apakah mereka tidak mengetahui bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka, dan bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala yang ghaib?” [at-Taubah/9: 78]. Dengan mengingat hal ini, niat kita akan menjadi murni. Kita tidak lagi mencari pandangan manusia. Pandangan Allah jauh lebih berharga dari segalanya.
3. Membiasakan Ibadah Tersembunyi (Ibadah Sirr)
Latih diri untuk beribadah sembunyi-sembunyi. Ibadah ini tidak terlihat orang lain. Contohnya adalah shalat malam atau sedekah rahasia. Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata: “Meniggalkan suatu amal karena manusia itu riya’. Dan beramal karena manusia itu syirik.” Keduanya adalah bahaya besar. Ibadah tersembunyi melatih keikhlasan hati. Ini hanya antara kita dan Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah menyukai hamba yang bertakwa, kaya dan tersembunyi.” [HR Muslim no. 2965].
4. Memahami Bahaya dan Hukuman Berat Riya’
Pahami konsekuensi buruk riya’ dengan seksama. Riya’ menyebabkan amalan gugur. Pelakunya tidak mendapat pahala. Bahkan, riya’ bisa mengundang murka Allah. Allah berfirman: “Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka…” [Huud/11: 15-16]. Ini adalah peringatan keras bagi kita semua.
5. Berdoa Memohon Perlindungan dari Riya’
Selain usaha, kita harus sering berdoa. Mintalah perlindungan dari riya’. Nabi Muhammad Saw pernah berdoa: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik yang aku ketahui, dan aku memohon ampunan-Mu untuk perbuatan syirik yang tidak aku ketahui.” Doa ini mengajarkan kerendahan hati. Kita menyadari kelemahan diri kita.
Peran Lingkungan dan Muhasabah Diri dalam Menjaga Ikhlas
Lingkungan juga memiliki peran besar. Oleh karena itu, bergaullah dengan orang shalih. Mereka akan mengingatkan kita. Mereka juga membantu kita menjaga keikhlasan. Selain itu, lakukan muhasabah diri secara rutin. Evaluasi niat kita secara berkala. Jujurlah pada diri sendiri. Apakah amal kita murni karena Allah? Atau adakah unsur riya’ di dalamnya?
Jangan biarkan rasa takut riya’ menghalangi kebaikan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan. Seorang hamba memiliki kebiasaan baik. Misalnya shalat dhuha atau shalat malam. Dia mengerjakannya di manapun. Jangan tinggalkan kebaikan itu. Meskipun ada orang lain melihat. Allah tahu isi hatinya. Allah tahu ia mengerjakan dengan ikhlas. Tentunya, ini sambil ia berusaha. Ia menjaga diri dari riya’. Ia menjauhi segala perusak keikhlasan. Ini adalah keseimbangan penting yang harus kita jaga.
Sebagai penutup, riya’ adalah musuh utama keikhlasan. Ia mengancam pahala amal kita. Melawannya adalah perjuangan seumur hidup. Oleh karena itu, kita harus selalu meluruskan niat. Kita juga harus memperbanyak ibadah tersembunyi. Ingatlah selalu bahwa Allah Maha Melihat. Terlebih lagi, kita perlu memahami bahaya riya’. Semoga Allah Ta’ala melindungi kita semua. Semoga Allah menjadikan kita hamba-Nya. Hamba yang senantiasa ikhlas dalam setiap amal.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
