SURAU.CO – Setiap kisah nabi dalam Al-Qur’an membawa hikmah. Kisah Nabi Ilyas ‘alaihis salam mengajarkan kita. Ia menyoroti bahaya besar kesyirikan. Allah Azza wa Jalla menyebutkan suatu kaum. Mereka terjatuh dalam penyembahan selain Allah. Mereka adalah kaum Nabi Ilyas. Kisah mereka menjadi peringatan penting. Peringatan tentang konsekuensi dosa syirik.
Al-Qur’an secara jelas menyebut nama Nabi Ilyas. Allah Ta’ala berfirman: “Dan sesungguhnya Ilyas benar-benar termasuk salah seorang rasul-rasul.” [ash-Shafaat/37: 123]. Namun, para ulama berbeda pendapat. Mereka membahas mengenai identitas Nabi Ilyas. Setidaknya ada dua pandangan utama.
Nabi Ilyas adalah Nabi Idris
Pendapat pertama mengatakan: Nabi Ilyas adalah Nabi Idris ‘alaihis salam. Imam Bukhari menyebutkan ini. Beliau mengutip dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas. Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan. Pernyataan Ibnu Mas’ud diriwayatkan dengan sanad hasan. Namun, sanad dari Ibnu Abbas dianggap dha’if. Abu Bakar bin al-Arobi juga berpendapat demikian. Beliau berdalil dengan kisah Mi’raj. Saat itu Nabi Ilyas berkata: “Selamat datang Nabi yang shalih dan saudara yang shalih.” Seharusnya ia berkata “anak yang shalih” jika Idris adalah kakek Nuh. Akan tetapi, ini dapat dibantah. Nabi Ilyas mungkin berkata demikian karena tawadhu’.
Nabi Ilyas Bukan Nabi Idris
Pendapat kedua menyatakan: Ilyas bukan Idris. Mereka adalah dua nabi yang berbeda. Ini adalah pandangan yang lebih kuat. Nama beliau adalah Ilyas bin Nasai bin Fanhash. Silsilahnya menyambung ke Nabi Harun. Nabi Harun adalah saudara Nabi Musa. Adapula yang menyebut beliau Ilyas at-Tasybiy. Banyak ulama cenderung pada pendapat ini. Ayat “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ilyasin” [Ash-Shafaat/37: 130] juga kadang disalahpahami. Orang mengira itu merujuk pada Idris. Namun, itu sebenarnya merujuk kepada Ilyas.
Lokasi dan Kondisi Kaum Nabi Ilyas
Nabi Ilyas dahulu diutus. Beliau diutus kepada penduduk Ba’labak. Kota ini terletak di sebelah barat Damaskus. Sekarang, kota Ba’labak berada di negara Lebanon. Ba’labak adalah kota kuno. Ia memiliki bangunan menakjubkan. Kota ini juga mempunyai peninggalan agung. Di sana ada tiang-tiang pualam besar.
Allah Ta’ala mengutus Ilyas. Beliau menyeru mereka kepada Allah. Mereka harus meninggalkan peribadahan berhala. Berhala itu mereka beri nama Ba’l. Al-Hafidz Ibnu Asakir menukil dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas berkata: “Dinamakan daerah itu dengan Ba’labak karena mereka menyembah Ba’l.” Ini menunjukkan pusat penyembahan mereka.
Para ulama berbeda pendapat. Mereka membahas arti sebenarnya dari Ba’l. Pendapat pertama: Ba’l adalah nama berhala. Berhala yang mereka sembah. Al-Hafidz Ibnu Katsir menguatkan pendapat ini. Beliau mengatakan: “Pendapat ini lebih mendekati kebenaran.” Pendapat kedua: Ba’l adalah nama seorang wanita. Wanita yang mereka sembah. Pendapat ketiga: Mujahid menuturkan bahwa Ba’l berarti ‘Rabb’. Imam Bukhari memegang pendapat ini. Namun, pendapat pertama tetap yang terkuat. Ba’l adalah nama sesembahan. Sesembahan yang mereka idolakan.
Dakwah Tauhid Nabi Ilyas: Seruan kepada Allah Yang Esa
Nabi Ilyas menyeru kaumnya. Beliau mengajak mereka kepada tauhid. Beliau melarang mereka beribadah kepada selain Allah. Allah Shubhanahu wa Ta’alla berfirman: “(ingatlah) ketika ia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu tidak bertakwa. Patutkah kamu menyembah Ba´l dan kamu tinggalkan sebaik-baik Pencipta. (yaitu) Allah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu yang terdahulu?” [ash-Shafaat/37: 124-126]. Beliau mengingatkan mereka tentang Allah. Allah adalah Rabb mereka. Rabb para leluhur mereka.
Sayangnya, kaum Nabi Ilyas menolak. Mereka mendustakan seruan beliau. Sebelumnya, raja mereka pernah beriman. Namun, ia kemudian murtad. Kaumnya pun terus menerus dalam kesesatan. Tidak ada seorang pun beriman kepada Ilyas. Allah berfirman: “Maka mereka mendustakannya, karena itu mereka akan diseret (ke dalam neraka).” [ash-Shafaat/37: 127].
Konsekuensi Kesyirikan: Azab dan Keengganan Bertaubat
Karena penolakan mereka, Nabi Ilyas berdoa. Beliau memohon keburukan menimpa mereka. Allah Shubhanahu wa Ta’alla mengabulkan doa itu. Allah menahan hujan dari mereka. Musim kemarau panjang terjadi. Ini berlangsung selama tiga tahun. Kekeringan hebat melanda negeri mereka.
Mereka akhirnya memohon kepada Ilyas, untuk meminta kesusahan itu dihilangkan. Mereka berjanji akan beriman. Ini jika hujan kembali turun di negeri mereka. Nabi Ilyas ‘Alaihi sallam berdoa kepada Allah. Kemudian, hujan pun turun. Akan tetapi, mereka ingkar janji. Mereka kembali kepada kekufuran. Kekufuran mereka bahkan lebih buruk. Maka, Nabi Ilyas memohon kepada Allah. Beliau meminta agar diwafatkan.
Kisah Nabi Ilyas mengajarkan banyak hal. Pertama, pentingnya tauhid murni. Kita harus menyembah Allah semata. Kedua, bahaya syirik. Syirik adalah dosa terbesar. Ia merusak semua amal kebaikan. Ketiga, kesabaran dalam berdakwah. Nabi Ilyas menghadapi penolakan keras. Namun, beliau tetap teguh. Keempat, konsekuensi kemaksiatan. Azab Allah bisa datang. Ini terjadi karena pembangkangan manusia. Kita juga belajar. Jangan mudah kembali pada dosa. Apalagi setelah diberi peringatan.
Tauhid sebagai Pondasi Iman
Kaum Nabi Ilyas menyembah selain Allah. Mereka berbuat syirik. Allah mengutus Nabi Ilyas kepada mereka. Beliau menyeru mereka kepada tauhid. Allah juga menegaskan posisi Nabi Ilyas. Beliau termasuk orang-orang yang shalih. Sebagaimana firman-Nya: “Dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang shaleh.” [al-An’aam/6 : 75]. Kisah ini mengingatkan kita. Tauhid adalah inti ajaran Islam. Kita harus selalu menjaga keikhlasan. Kita harus menjauhi segala bentuk kesyirikan. Semoga Allah melindungi kita semua.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
