Surau.co. Jiwa bayangan tubuh adalah gagasan yang indah sekaligus menggugah. Sejak manusia mulai merenung tentang dirinya, pertanyaan itu selalu hadir: siapakah aku sebenarnya? Apakah aku tubuh yang dapat disentuh, ataukah aku jiwa yang tidak dapat ditangkap mata? Dalam Al-Ishrāt wa al-Tanbīhāt, Ibn Sīnā memberikan isyarat bahwa diri bukan hanya kumpulan daging, tulang, dan darah. Ia adalah bayangan yang terapung, menyertai tubuh tetapi juga melampauinya.
Ketika kita menatap ke permukaan air yang tenang, bayangan tubuh hadir begitu jelas. Namun, kita tahu ia bukan tubuh itu sendiri. Jiwa pun demikian: ia dekat, bahkan lebih dekat dari urat leher, tetapi tak bisa kita genggam. Ibn Sīnā menjelaskan, memahami jiwa berarti menyentuh inti kehidupan, bukan sekadar kulit luarnya.
Tubuh yang fana, jiwa yang abadi
Hidup sering membuat kita sibuk menjaga tubuh. Kita merawat kesehatan, memperindah penampilan, dan menenangkan kelelahan dengan istirahat. Namun, Ibn Sīnā mengingatkan bahwa tubuh hanyalah wadah, sedangkan jiwa adalah inti yang berdiri sendiri.
«إِنَّ النَّفْسَ لَيْسَتْ جِسْمًا وَلَا قُوَّةً فِي جِسْمٍ، بَلْ هِيَ جَوْهَرٌ قَائِمٌ بِذَاتِهِ»
“Jiwa bukanlah tubuh dan bukan pula kekuatan dalam tubuh, melainkan substansi yang berdiri dengan dirinya sendiri.”
Kutipan ini mengajarkan bahwa manusia lebih dari sekadar tubuh yang bisa rapuh. Jiwa bukan hanya efek samping dari gerak tubuh, melainkan hakikat yang memberi makna.
Cermin diri dalam pencarian
Kita semua pernah duduk sendiri dalam diam, tiba-tiba muncul pertanyaan: siapakah aku, dari mana datang, dan ke mana akan pulang? Pertanyaan itu adalah bisikan jiwa. Ibn Sīnā menulis:
«النَّفْسُ إِذَا عَرَفَتْ ذَاتَهَا عَلِمَتْ أَنَّهَا لَيْسَتْ مِنْ جُمْلَةِ الْأَجْسَامِ»
“Ketika jiwa mengenali dirinya, ia tahu bahwa ia bukan bagian dari kumpulan tubuh.”
Jiwa adalah cermin yang memantulkan cahaya pencarian. Dengan mengenal diri, manusia menyadari bahwa dirinya tak terbatas pada apa yang tampak.
Petunjuk dari Kitab Suci
Al-Qur’an memberi isyarat tentang rahasia jiwa. Allah berfirman:
﴿وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا﴾
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: roh itu termasuk urusan Tuhanku; dan tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al-Isrā’: 85)
Ayat ini mengajarkan bahwa roh adalah misteri. Ibn Sīnā mencoba mendekatinya dengan akal, meski tetap rendah hati bahwa manusia hanya diberi sedikit pengetahuan.
Jiwa yang menggerakkan tubuh
Bayangkan tubuh tanpa jiwa. Ia akan tergeletak diam. Gerak, bicara, dan perasaan semua muncul karena jiwa menyalakan tubuh. Ibn Sīnā menuliskan dengan jelas:
«الْجِسْمُ لَا يَتَحَرَّكُ إِلَّا بِقُوَّةٍ تُدَبِّرُهُ، وَتِلْكَ الْقُوَّةُ هِيَ النَّفْسُ»
“Tubuh tidak bergerak kecuali oleh kekuatan yang mengaturnya, dan kekuatan itu adalah jiwa.”
Seperti alat musik yang tak bersuara tanpa pemainnya, tubuh pun tak bernyawa tanpa jiwa.
Misteri kematian dan keberlangsungan
Banyak orang takut pada kematian karena dianggap akhir segalanya. Ibn Sīnā memberi penghiburan bahwa kematian bukan penutup, melainkan gerbang.
«النَّفْسُ لَا تَفْنَى بِفَنَاءِ الْبَدَنِ، بَلْ هِيَ بَاقِيَةٌ بَعْدَهُ»
“Jiwa tidak binasa dengan binasanya tubuh, melainkan tetap ada setelahnya.”
Seperti api yang meninggalkan abu namun cahayanya tetap hidup di udara, jiwa melanjutkan perjalanan setelah tubuh usai.
Menyapa jiwa dalam keseharian
Apa makna semua ini bagi hidup sehari-hari? Saat kita lelah bekerja, kecewa dalam hubungan, atau merasa kosong, mengingat jiwa sebagai inti diri bisa memberi ketenangan. Tubuh mungkin rapuh, tapi ada sesuatu yang lebih kuat, lebih lembut, dan lebih abadi dalam diri.
Merawat tubuh itu baik, tetapi merawat jiwa jauh lebih penting. Menyiraminya dengan doa, ilmu, dan cinta akan membuat hidup lebih utuh.
Jiwa sebagai penumpang kosmos
Ibn Sīnā membayangkan jiwa sebagai pengembara yang mengarungi kosmos. Tubuh hanyalah perahu sementara, jiwa adalah penumpangnya. Saat perahu hancur, penumpang tetap melanjutkan perjalanan menuju asal cahaya.
Maka, setiap kali kita bercermin, jangan hanya melihat raut wajah. Rasakan denyut jiwa yang memanggil kita kembali kepada Yang Maha Hidup. Seperti bayangan tubuh di air, jiwa selalu ada, meski tak bisa disentuh tangan.
* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
