Khazanah
Beranda » Berita » Tsauban ibn Bujdud : Sahabat yang Mengutamakan Kedekatan dengan Rasulullah

Tsauban ibn Bujdud : Sahabat yang Mengutamakan Kedekatan dengan Rasulullah

Tsauban ibn Bujdud : Sahabat yang Mengutamakan Kedekatan dengan Rasulullah
Ilustrasi seorang guru yang mengajarkan ilmu pada murid-muridnya.

SURAU.CO– Tsauban ibn Bujdud adalah sahabat Nabi yang pada mulanya merupakan budak milik Rasulullah. Para ulama berbeda pendapat tentang nama ayahnya. Sebagian mengatakan bahwa ayahnya bernama Bujdud, dan sebagian lain mengatakan bahwa namanya adalah Jahdar. Mereka juga berbeda pendapat tentang nama panggilannya, apakah Abu Abdullah ataukah Abu Abdurrahman. Namun, pendapat pertama lebih tepercaya.

Meraih kemerdekaan dari Rasulullah

Tsauban ibn Bujdud berasal dari daerah Himyar di Yaman. Ada pula yang mengatakan bahwa ia berasal dari Sarah, sebuah daerah antara Makkah dan Yaman. Sebagian ulama mengatakan bahwa ia keturunan Bani Sa‘d al-Asyirah yang berasal dari daerah Madzhij. Ia datang sebagai tawanan yang kemudian Rasulullah beli dan merdekakan.

Saat itu, Rasulullah saw. bersabda kepadanya, “Jika kau mau, ikutilah orang yang membawamu, dan jika kau berkehendak, kau bisa menjadi salah satu dari kami, Ahlul Bait.” Tanpa ragu, Tsauban memilih pilihan kedua. Ia bertekad akan membantu dan mendampingi Rasulullah dalam keadaan apa pun hingga kematian memisahkannya.

Setelah Rasulullah saw. wafat, Tsauban pergi ke Syam dan membangun sebuah rumah di Ramalah. Ia juga membuat rumah di Homs dan di Mesir. Ia menjadi saksi ketika Mesir takluk pada kaum muslim pada masa Khalifah Umar ibn al-Khattab.

Menjadi salah satu perawi hadis

Kedekatannya dengan Rasulullah saw. menjadikannya salah satu perawi hadis. Banyak perawi yang meriwayatkan darinya, termasuk Syaddad ibn Aus, Abu al-Khair al-Yazni, Abu Idris al-Khaulani, Abu Asma al-Rahbi, Jubair ibn Nufair, Abu Salam Mamthur al-Habsyi, Abu al-Asy‘ats al-Shan‘ani, dan Ibn Abu Thalhah.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Imam Muslim mencatat sebuah hadis riwayat Tsauban tentang kehancuran umat ini dalam kitab Shahih-nya. Ia meriwayatkan dari Abu al-Rabi‘ al-Ataki dan Qutaibah ibn Said, keduanya dari Hamad ibn Zaid, sedangkan lafalnya dari Qutaibah. Hamad meriwayatkan dari Ayub dari Abu Qalabah dari Abu Asma dari Tsauban bahwa Rasulullah saw. bersabda:

“Allah telah menghimpun bumi bagiku sehingga aku melihat arah timurnya dan arah baratnya. Kerajaan umatku akan mencapai bagian bumi yang telah dihimpunkan untukku, dan aku diberikan dua gudang yang merah dan yang putih (emas dan perak). Aku memohon kepada Tuhanku untuk umatku agar Dia tidak menghancurkan mereka dengan satu tahun (kelaparan), dan agar Dia tidak menguasakan musuh atas mereka selain diri mereka sendiri sehingga kelompok mereka terpecah-pecah. Tuhanku telah berfirman, ‘Hai Muhammad, ketika Aku telah memutuskan suatu keputusan maka tidak dapat ditolak, dan Aku telah memberikan kepadamu dan umatmu bahwa mereka tidak akan dihancurkan oleh satu tahun dan Aku tidak menguasakan mereka atas musuh kecuali akibat diri mereka sendiri sehingga kelompok mereka terpecah-pecah. Ketika mereka menguasai seluruh pelosok bumi—dalam riwayat lain ‘di antara pelosok-pelosok bumi’—sebagian mereka akan menghancurkan sebagian yang lain, dan sebagian mereka menawan sebagian yang lain.” (Shahih Muslim, 19/2889).

Hadis tentang surga dari Tsauban

Hisyam ibn Amar meriwayatkan dari Shadaqah dari Zaid ibn Waqid dari Abi Salam al-Aswad dari Tsauban bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh, telagaku berada di antara surga Adn dan Uman, lebih putih dari susu, lebih manis dari madu, dan lebih wangi dari misik. Gelas-gelasnya seperti bilangan bintang di langit. Barang siapa meminumnya meski seteguk, ia tak akan kehausan setelahnya. Dan, kebanyakan manusia yang mendatanginya pada hari kiamat nanti adalah orang fakir dari golongan Muhajirin.”

Kami bertanya, “Siapakah mereka, wahai Rasulullah?”

“Mereka adalah orang yang rambutnya kusut dan pakaiannya kumal, orang yang tidak merasakan kenikmatan dan tidak terbukakan pintu-pintu bagi mereka (selalu ditolak), orang yang selalu memberikan yang mereka punya dan tidak diberikan apa yang menjadi milik mereka.”

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Hadis keutamaan menjenguk orang sakit dari Tsauban

Imam Muslim juga meriwayatkan hadis Nabi saw. dari Tsauban tentang keutamaan menjenguk orang sakit. Berdasarkan riwayat dari Said ibn Manshur dan Abu al-Rabi‘ al-Zahrani, keduanya dari Hamad (Ibn Zaid) dari Ayub dari Abu Qalabah dari Abu Asma dari Tsauban (Abu al-Rabi‘) yang menyandarkannya kepada Nabi saw., dan dalam hadis riwayat Said dikatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda,

“Orang yang menjenguk orang sakit itu (kelak berada) di pertengahan surga hingga ia pulang kembali.”

(St.Diyar)

Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement