Khazanah
Beranda » Berita » Riya’: Bahaya Tersembunyi yang Mengikis Amalan Shalih

Riya’: Bahaya Tersembunyi yang Mengikis Amalan Shalih

Riya': Bahaya Tersembunyi yang Mengikis Amalan Shalih. Ilustrasi canva.com.

SURAU.CO – Setiap muslim mendambakan amal ibadah yang Allah terima. Namun, sebuah penyakit hati berbahaya mengancam. Penyakit ini adalah riya’. Riya’ dapat mengikis pahala amal shalih kita. Ia membatalkan usaha kebaikan kita. Tujuan utama beribadah adalah Allah Ta’ala. Riya’ justru menggeser niat itu. Ini adalah perilaku sangat tercela. Kita harus selalu waspada terhadapnya. Riya’ mampu menghancurkan keikhlasan.

Riya’ berasal dari kata ‘ru’yah‘. Artinya, seseorang senang bila orang lain melihatnya. Lalu, ia beramal shalih. Tujuannya agar mereka memujinya. Ini merupakan perbuatan yang nampak baik. Namun, niat hati pelakunya tidak murni.

Selain riya’, ada juga sum’ah. Sum’ah adalah memperdengarkan perkataan baik. Orang ingin orang lain mendengar pujiannya. Contoh riya’ adalah shalat atau sedekah. Orang ingin terlihat rajin beribadah. Sedangkan sum’ah adalah membaca Al-Qur’an. Atau berzikir dengan suara keras. Tujuannya agar orang berkata suaranya indah. Keduanya sangat merusak nilai ibadah kita. Mereka berakar pada keinginan manusiawi. Yaitu, ingin mendapat pengakuan.

Riya’ dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi

Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat tegas. Dia mencela perbuatan syirik. Termasuk riya’ sebagai syirik tersembunyi. Firman-Nya dalam surat Al-Hajj ayat 31 menyatakan: “Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” [Al-Hajj/22: 31]. Ayat ini menunjukkan bahaya besar syirik.

Surat Al-Ma’un juga mengutuk orang shalat. Namun, mereka lalai dari shalatnya. Mereka berbuat riya’. Allah berfirman: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (Yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya. Dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” [Al-Maa’un/107: 4-7].

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa (beramal) tujuannya untuk didengar (oleh manusia) maka Allah akan memperdengarkan padanya. Dan barangsiapa (beramal) dengan tujuan supaya dilihat (orang) maka Allah akan memperlihatkan padanya.” [HR Bukhari no: 6499. Muslim no: 2987]. Ulama menjelaskan makna hadis ini. Allah akan membuka aib pelakunya. Itu terjadi kelak pada Hari Kiamat.

Riya’ sebagai Syirik Kecil yang Tersembunyi

Riya’ termasuk syirkun asghar. Ini berarti syirik kecil. Ia sangat tersembunyi dalam hati. Rasulullah pernah bersabda: “Wahai manusia, hati-hatilah kalian dari kesyirikan yang tersembunyi.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apa kesyirikan yang tersembunyi itu?” Beliau menjawab: “Seseorang yang berdiri mengerjakan shalat, lalu dirinya memperbagusi shalat dengan sungguh-sungguh tatkala ada manusia yang melihat kepadanya. Itulah yang dinamakan syirik yang tersembunyi.” [HR Ibnu Khuzaimah 2/67 no: 937].

Mengapa riya’ dinamakan syirik tersembunyi? Pelakunya menampakkan amalan untuk Allah. Namun tujuannya adalah selain-Nya. Bahkan bisa jadi untuk sekutu-Nya. Dia memperbagus shalat karena orang melihatnya. Niat dan amalan hati hanya Allah yang tahu. Bahaya riya’ adalah amalannya gugur. Pelakunya tidak mendapat balasan di akhirat.

Kisah Peringatan: Tiga Golongan Pertama Masuk Neraka

Hadis riwayat Muslim memberi peringatan keras. Ada tiga golongan manusia. Pertama, menjadi yang pertama Allah masukkan neraka. Kedua, adalah orang mati syahid, seorang alim, dan dermawan. Ketiga, mereka beramal tetapi niatnya riya’.

Orang syahid berkata: “Aku terbunuh di jalan-Mu.” Allah menjawab: “Dusta kamu. Akan tetapi engkau berjihad supaya dikatakan pemberani.”
Seorang alim berkata: “Aku belajar ilmu dan mengajarkannya.” Allah berfirman: “Dusta kamu, akan tetapi, engkau belajar ilmu supaya dikatakan sebagai orang yang alim.”
Seorang dermawan berkata: “Aku berinfak di jalan yang Engkau cintai.” Allah berkata: “Dusta kamu, akan tetapi, engkau melakukannya supaya dikatakan dermawan.”
Allah menyeret ketiganya. Dia memasukkan mereka ke dalam neraka. Hadis ini menegaskan pentingnya niat. Niat harus murni karena Allah. Al-Hafidh Ibnu Rajab menjelaskan. Orang pertama masuk neraka dari kalangan yang bertauhid. Mereka adalah pelaku riya’ dalam amalan.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Membedakan Pujian dan Riya’

Merasa senang karena pujian tidak selalu riya’. Jika kita beramal ikhlas karena Allah. Lalu Allah menempatkan pujian baik di hati orang. Kita merasa bahagia dengan karunia Allah. Kebahagiaan itu tidak merusak keikhlasan. Hal ini Rasulullah tegaskan dalam hadis. “Pernah dikatakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Bagaimanakah menurutmu dengan seseorang yang beramal kebajikan lalu dirinya dipuji oleh manusia?’ Beliau menjawab: ‘Itu termasuk kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin’.” [HR Muslim no: 2642]. Ini adalah tanda kebaikan.

Menjaga Keikhlasan: Jangan Tinggalkan Kebaikan

Seorang mukmin tidak meninggalkan ibadah. Dia tidak meninggalkannya karena orang lain. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan. Seseorang punya kebiasaan ibadah. Misalnya shalat dhuha atau shalat malam. Ia tetap melaksanakannya di manapun. Kita tidak seharusnya meninggalkan kebiasaan baik itu. Meskipun ada orang lain melihat. Allah tahu isi hatinya. Allah tahu ia mengerjakan dengan ikhlas. Tentunya ini sambil berusaha. Ia menjaga diri dari riya’. Ia berusaha menghindari perusak keikhlasan.

Meluruskan Niat untuk Ridha Allah

Riya’ adalah dosa besar. Ia menghapus pahala ibadah. Riya’ mengundang murka Allah. Ia termasuk syirik kecil. Pelakunya terancam azab. Allah tidak mengampuni dosa syirik. Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [An-Nisaa’/4: 48].

Setiap muslim harus menjauhi riya’. Kita harus berusaha maksimal. Niatkan semua ibadah hanya untuk Allah. Baik dalam perkataan maupun perbuatan. Keinginan dan segala urusan harus lillahi ta’ala. Allah berfirman: “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” [Al-An’am/6: 162-163]. Semoga Allah menerima semua amal kita.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement