Khazanah
Beranda » Berita » Kosmos sebagai Nyanyian: Emanasi yang Mengalir dari Sumber Cahaya

Kosmos sebagai Nyanyian: Emanasi yang Mengalir dari Sumber Cahaya

Ilustrasi kosmos sebagai nyanyian emanasi dari cahaya Ilahi
Ilustrasi filosofis Ibn Sīnā tentang kosmos sebagai nyanyian emanasi yang mengalir dari Tuhan.

Surau.co. Kosmos sering kita pandang sebagai hamparan luas bintang, planet, dan langit yang tak terhingga. Namun, bagi Ibn Sīnā dalam Al-Ishrāt wa al-Tanbīhāt, kosmos bukan hanya ruang kosong penuh benda. Ia adalah nyanyian yang lahir dari sumber cahaya, sebuah aliran emanasi dari Yang Maha Wajibul Wujud. Wujud Tuhan adalah sumber, dan dari-Nya mengalir keberadaan, bagaikan cahaya yang menyinari kaca hingga berkilau.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin jarang memikirkan asal mula keberadaan. Kita sibuk dengan rutinitas, dengan hiruk pikuk, dengan rencana yang seakan tanpa ujung. Namun, di balik semua itu, Ibn Sīnā mengingatkan: alam semesta ini bukanlah kumpulan benda yang berdiri sendiri. Ia adalah jalinan yang mengalir dari satu sumber tunggal.

Alam sebagai pancaran cahaya

Ibn Sīnā menuliskan sebuah isyarat yang terkenal:

“كُلُّ مَا سِوَى الْوَاجِبِ صَادِرٌ عَنْهُ عَلَى سَبِيلِ الْفَيْضِ”
“Segala sesuatu selain Yang Wajib (Tuhan) terpancar dari-Nya melalui jalan emanasi.”

Kata-kata ini memberi gambaran bahwa kosmos tidak berdiri sebagai ciptaan yang terputus, melainkan sebagai pancaran yang berkesinambungan. Sama seperti cahaya matahari yang tidak pernah terpisah dari matahari itu sendiri, begitulah alam semesta memancar dari Sang Cahaya Abadi.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Fenomena sederhana dapat menolong kita memahami ini. Ketika sebuah lilin menyala di tengah ruangan, ia tidak berkurang meskipun cahayanya menyebar. Demikian pula, Tuhan tidak berkurang meski dari-Nya mengalir keberadaan yang tak terhitung.

Emanasi dan kerinduan jiwa

Bagi Ibn Sīnā, tidak hanya benda-benda langit yang mengalir dari sumber. Jiwa manusia pun lahir dari pancaran itu, dan ia selalu rindu untuk kembali. Dalam Al-Ishrāt wa al-Tanbīhāt ia menulis:

“النَّفْسُ إِذَا عَرَفَتْ مَبْدَأَهَا، أَحَبَّتِ الرُّجُوعَ إِلَيْهِ”
“Ketika jiwa mengenal asalnya, ia mencintai untuk kembali kepada-Nya.”

Kalimat ini begitu dekat dengan pengalaman manusia. Setiap orang pernah merasakan kerinduan yang tak bisa dijelaskan, seakan ada sesuatu yang hilang. Rindu itu bukan hanya pada tempat atau orang, tetapi pada asal yang lebih dalam—pada Sang Sumber.

Seperti seorang musafir yang mendengar lagu kampung halamannya dari kejauhan, jiwa pun menangis dalam diam, sebab ia mengenali nyanyian kosmos yang berasal dari cahaya Tuhan.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Tanda-tanda kosmos dalam wahyu

Al-Qur’an berulang kali mengingatkan manusia untuk melihat tanda-tanda di alam. Allah berfirman:

﴿سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ﴾
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Dialah yang benar.” (QS. Fuṣṣilat: 53)

Ayat ini sejalan dengan pandangan Ibn Sīnā bahwa kosmos adalah emanasi. Setiap bintang, setiap partikel, setiap nafas yang keluar dari dada manusia, adalah nyanyian yang menyuarakan keberadaan Sang Hakikat.

Akal sebagai pendengar nyanyian

Tidak semua orang dapat mendengar nyanyian kosmos. Sebagian hanya melihat langit sebagai ruang hampa, sebagian hanya mendengar suara mesin kota. Tetapi akal yang murni dapat menangkap harmoni itu. Ibn Sīnā menegaskan:

“العَقْلُ الفَعَّالُ هُوَ الرَّابِطُ بَيْنَ النَّفْسِ وَالْمَبْدَإِ الأَوَّلِ”
“Akal aktif adalah penghubung antara jiwa dan asal pertama.”

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Akal bukan sekadar alat logika. Ia adalah telinga jiwa, yang mampu menangkap irama tersembunyi dari semesta. Dengan akal, manusia bisa memahami bahwa di balik keteraturan alam ada tangan yang menata, di balik gerak planet ada irama yang tidak pernah putus.

Hidup selaras dengan nyanyian kosmos

Bagaimana semua ini menjadi tindakan nyata dalam hidup sehari-hari? Ibn Sīnā ingin agar manusia tidak hanya memahami, tetapi juga hidup selaras dengan nyanyian kosmos. Selaras berarti menyeimbangkan akal dan hati, dunia dan akhirat, kerja dan doa.

Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda:

“خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ”
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ṭabarānī)

Hidup selaras dengan nyanyian kosmos berarti menyalurkan cahaya Tuhan melalui tindakan nyata: menebar manfaat, menjaga bumi, menenangkan jiwa yang resah. Sama seperti matahari yang memberi cahaya tanpa meminta imbalan, manusia pun dipanggil untuk menjadi cahaya bagi sesamanya.

Penutup: Nyanyian yang tidak pernah padam

Kosmos adalah nyanyian. Setiap bintang adalah nada, setiap jiwa adalah bait, dan Tuhan adalah sumber cahaya yang membuat seluruh harmoni ini hidup. Ibn Sīnā dengan lembut mengajak kita untuk tidak hanya memandang alam sebagai benda, tetapi sebagai lagu abadi yang mengalir dari-Nya.

Ketika malam sunyi dan kita menatap langit berbintang, kita seakan mendengar gema nyanyian itu. Sebuah lagu yang berbisik: “Segala sesuatu berasal dari Sumber, dan kepada-Nya pula semuanya kembali.”

 

* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement