Opinion
Beranda » Berita » Analisis Maqashid Syariah dalam Pemberian Upah Buruh

Analisis Maqashid Syariah dalam Pemberian Upah Buruh

Analisis Maqashid Syariah dalam Pemberian Upah Buruh di Tengah Krisis Ekonomi
Analisis Maqashid Syariah dalam Pemberian Upah Buruh di Tengah Krisis Ekonomi

Surau.co. Analisis Maqashid Syariah dalam pemberian upah buruh di tengah krisis ekonomi menekankan pemenuhan lima prinsip syariat: menjaga agama (hifz ad-din), jiwa (hifz an-nafs), harta (hifz al-mal), akal (hifz al-‘aql), dan keturunan (hifz an-nasl). Dalam krisis, upah yang tidak memadai akan mengganggu kemampuan buruh untuk memenuhi kebutuhan pokok, sehingga mengancam kelangsungan hidup, mengganggu ketenangan berpikir, dan menghambat kemampuan untuk membangun keluarga serta menunaikan kewajiban agama.

Analisis Berdasarkan Lima Prinsip Maqashid Syariah

  1. Hifz Ad-Din (Menjaga Agama):

Upah yang tidak pasti atau tidak mencukupi dapat menimbulkan ketidakpercayaan pada Tuhan dan mengganggu ibadah, yang berdampak pada ketahanan spiritual buruh.

  1. Hifz An-Nafs (Menjaga Jiwa):

Krisis ekonomi yang menyebabkan rendahnya upah menghambat pemenuhan kebutuhan pokok seperti makanan, yang merupakan kebutuhan paling mendasar untuk kelangsungan hidup buruh.

  1. Hifz Al-Mal (Menjaga Harta):

Pendapatan yang tidak layak menyebabkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan harian, mengurangi kemampuan menabung, dan membuat buruh rentan terhadap masalah keuangan tak terduga.

  1. Hifz Al-‘Aql (Menjaga Akal):

Ketidakpastian upah minimum dapat mengganggu kemampuan buruh dalam berpikir jernih dan membuat perencanaan masa depan, karena terbebani masalah pemasukan yang tidak menentu.

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

  1. Hifz An-Nasl (Menjaga Keturunan):

Penurunan pendapatan berpotensi menyebabkan ketakutan untuk membangun keluarga, yang pada akhirnya dapat mengancam keberlangsungan garis keturunan.

Konteks Pemberian Upah

  1. Keadilan dan Etika:

Prinsip Maqashid Syariah menuntut pengusaha untuk membayar upah secara adil dan tidak menunda-nunda, karena upah adalah hak buruh yang wajib dipenuhi.

  1. Kesejahteraan dan Keberlanjutan:

Penerapan prinsip ini dalam pemberian upah bertujuan menciptakan keadilan sosial dan kesejahteraan, termasuk kemaslahatan yang hakiki bagi buruh, baik dalam memenuhi kebutuhan pribadinya maupun untuk kepentingan sosial dan agama.

  1. Tanggung Jawab Sosial Pengusaha:

Pengusaha memiliki tanggung jawab etis dan syar’i untuk memastikan buruh memperoleh upah yang layak, terutama di tengah krisis, agar hak-hak mereka terlindungi dan kesejahteraan sosial tetap terjaga.

Berdasarkan perspektif Maqashid Syariah, pemberian upah buruh di tengah krisis ekonomi harus tetap memenuhi tujuan dasar hukum Islam, yaitu mencapai kemaslahatan atau kesejahteraan umum. Kita tidak boleh menjadikan krisis ekonomi sebagai alasan untuk menzalimi buruh, tetapi harus mencari solusi adil dan seimbang untuk melindungi hak-hak buruh dan keberlangsungan usaha.

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

Analisis Maqashid Syariah dalam pemberian upah buruh di tengah krisis ekonomi:

  1. Perlindungan jiwa (Hifdz an-Nafs)

Maqashid Syariah menempatkan perlindungan jiwa sebagai prioritas tertinggi. Hal ini berarti:

  • Upah yang layak: Buruh harus menerima upah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok diri dan keluarganya seperti pangan, sandang, dan papan, agar kelangsungan hidup mereka terjamin. Penetap upah minimum harus mempertimbangkan nilai-nilai kelayakan hidup ini.
  • Keadilan distributif: Krisis ekonomi sering kali memicu PHK atau pemotongan upah. Dalam konteks ini, Islam menyarankan solusi yang adil dan seimbang, seperti pembagian risiko antara pengusaha dan buruh. Perusahaan yang mengalami kerugian harus mencari cara untuk mengurangi dampak negatif terhadap buruh, misalnya melalui pemotongan upah yang proporsional atau pemberian bantuan sosial.
  1. Perlindungan harta (Hifdz al-Mal)

Harta buruh adalah upah yang menjadi hak mereka, sedangkan harta pengusaha adalah modal untuk menjalankan bisnis. Kedua aspek ini harus dilindungi dalam kondisi krisis :

  • Pembayaran upah tepat waktu: Pengusaha wajib membayar upah buruh sesegera mungkin setelah pekerjaan selesai, tanpa menundanya. Pemberi kerja diharamkan menunda atau mengurangi upah tanpa kesepakatan karena perbuatan tersebut zalim.
  • Transparansi dan kesepakatan: Jika krisis memaksa adanya negosiasi ulang upah, prosesnya harus transparan dan didasarkan pada kesepakatan yang adil. Buruh memiliki hak untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
  • Perlindungan modal pengusaha: Islam mendorong pengusaha untuk menjaga keberlanjutan bisnis mereka. Oleh karena itu, kita harus mengambil solusi saat krisis yang mempertimbangkan beban pengusaha agar tidak bangkrut. Kita menganjurkan kerangka kemitraan yang saling menguntungkan (win-win solution).
  1. Perlindungan keturunan (Hifdz an-Nasl)

Upah yang layak tidak hanya berdampak pada buruh, tetapi juga pada keluarga dan keturunannya. Pemotongan upah yang drastis bisa mengancam kesejahteraan keluarga, menghambat pendidikan anak, dan menyebabkan masalah sosial lainnya. Oleh karena itu, prinsip Maqashid Syariah bertujuan untuk:

  • Menjamin keberlanjutan hidup keluarga: Upah yang adil memastikan buruh dapat menafkahi keluarganya, yang secara tidak langsung melindungi keberlanjutan keturunan mereka.
  • Mencegah kemiskinan ekstrem: Mencegah pemotongan upah yang berlebihan dapat menghindari risiko keluarga jatuh ke dalam kemiskinan ekstrem. 

    4.  Solusi dan rekomendasi

Berdasarkan analisis Maqashid Syariah, kita dapat mengambil beberapa langkah di tengah krisis ekonomi, yaitu:

  • Membangun komunikasi yang baik: Pengusaha dan buruh harus melakukan dialog terbuka dan transparan untuk mencapai kesepakatan yang adil.
  • Otoritas penyelesaian sengketa: Jika terjadi perselisihan, Islam menganjurkan adanya pihak ketiga yang adil dan berkeahlian (khubarāu) untuk menjadi penengah.
  • Pendekatan kemitraan: Kita harus menganggap hubungan pengusaha dan buruh sebagai kemitraan yang saling menguntungkan, bukan hubungan atasan dan bawahan yang hierarkis. Kita harus menghadapi krisis bersama dengan semangat solidaritas
  • Peran zakat dan wakaf: Masyarakat memanfaatkan mekanisme ekonomi syariah seperti zakat dan wakaf untuk mengurangi dampak krisis. Zakat bisa menjadi sumber dana untuk membantu buruh yang terdampak PHK atau pemotongan upah, sehingga meningkatkan daya beli masyarakat.
  • Kontrak yang fleksibel: Fleksibilitas akad syariah, seperti akad ijarah dengan ketentuan yang disepakati bersama, memungkinkan akad tersebut menghadapi kondisi yang tidak pasti.

(mengutip dari berbagai sumber)

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement