Kisah
Beranda » Berita » Fudhail bin Iyadh: Dari Perampok Jalanan Menjadi Sufi Besar

Fudhail bin Iyadh: Dari Perampok Jalanan Menjadi Sufi Besar

Fudhail bin Iyadh: Dari Perampok Jalanan Menjadi Sufi Besar
Ilustrasi Fudhail bin Iyadh (Foto: Internet)

SURAU.CO – Fudhail bin Iyadh lahir pada tahun 107 H di kawasan Uzbekistan. Pada masa mudanya, ia dikenal sebagai jagoan jalanan. Ia tidak hanya keras dalam sikapnya, tetapi juga kejam terhadap siapa pun yang melintas di wilayah kekuasaannya. Setiap malam, ia menunggu di jalan-jalan sepi, merampas barang siapa saja yang lewat. Reputasinya membuat masyarakat hidup dalam ketakutan.

Namun, Allah mempunyai rencana lain. Hati manusia bisa berbalik arah seketika ketika melihat cahaya petunjuk-Nya. Dan momen itu datang kepada Fudhail di suatu malam penuh keajaiban.

Hidayah Allah melalui Pedagang

Dalam suatu peristiwa, Fudhail mendengar tiga orang pedagang membaca ayat Al-Qur’an ketika mereka melewati jalan yang biasa ia gunakan untuk merampas. Ayat yang mereka bacakan menggetarkan jiwanya:

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, ketundukan hati mereka untuk mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang di atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang jahat.” (QS al-Hadid: 16).

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Ayat ini menghujam relung jantung. Fudhail merasa seolah-olah Allah berbicara langsung kepadanya. Selama ini ia hidup dalam kezaliman, tetapi kini ayat itu terjadi untuk kembali. Hatinya bergetar, matanya berlinang, dan tubuhnya lunglai tak berdaya. Kesadarannya bangkit, dan sejak malam itu ia memutuskan untuk meninggalkan jalan kejahatan.

فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ ۖ إِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ

“Maka segeralah kembali kepada Allah. Sungguh, aku seorang pemberi kabar peringatan yang jelas dari Allah untukmu.” (QS adz-Dzariyat: 50).

وَأَنِيبُوا إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ

“Dan kembalilah kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada- Nya sebelum datang salam berat kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS az-Zumar : 54).

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

Ayat-ayat ini mendorongnya untuk segera bertaubati. Ia pun meninggalkan kehidupan lamanya, lalu menekuni ilmu agama dengan penuh kesungguhan.

Perjalanan Menjadi Ulama Besar

Setelah itu, Fudhail tidak sekadar menjadi seorang Muslim biasa. Ia menempuh jalan panjang dalam menuntut ilmu. Ia belajar dari para ulama besar, mendalami Al-Qur’an, hadis, dan tasawuf. Ketekunannya mengantarkan dia menjadi salah satu ulama dan sufi besar yang dihormati.

Masyarakat yang dulu takut padanya, kini menaruh rasa hormat dan menimba ilmu darinya. Fudhail terkenal karena kezuhudan yang mendalam. Ia memilih hidup sederhana, jauh dari gemerlap dunia. Baginya, kehidupan dunia hanya sebentar, sementara akhiratlah yang kekal.

Pandangan Sufistik Fudhail

Fudhail bin Iyadh tidak hanya dikenal karena perjalanan hidupnya, tetapi juga karena nasihat sufistiknya yang indah dan penuh makna. Dalam Siyar A’lam an-Nubala yang berbunyi:

 “Duhai diriku yang nista. Betapa seringnya kamu melakukan hal-hal buruk, tetapi merasa berbuat baik. Engkau sebenarnya tidak tahu, tetapi merasa alim. Kau benar-benar kikir, tetapi merasa dermawan. Engkau amat dungu, tetapi merasa pintar. Hidupmu sebentar, tetapi angan-anganmu begitu panjang.”

Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

Ungkapan ini menggambarkan betapa tajamnya pandangan Fudhail terhadap penyakit hati manusia. Ia menekankan pentingnya kejujuran pada diri sendiri. Banyak orang terjebak dalam ilusi kebaikan, merasa cukup dengan amal yang sedikit, padahal sebenarnya mereka lalai. Fudhail mengingatkan bahwa umur manusia singkat, sehingga tidak pantas untuk menahan kebaikan.

Penutup: Akhir Hayat Fudhail bin Iyadh

Fudhail bin Iyadh wafat pada tahun 187 H/803 M. Namun, warisan pemikiran dan keteladanan hidupnya terus dikenang. Ia menjadi simbol perubahan besar yang bisa dicapai manusia dengan izin Allah.

Kisah Fudhail bin Iyadh adalah kisah transformasi yang menakjubkan. Dari seorang perampok, ia berubah menjadi seorang sufi agung yang nasihatnya menembus hati. Perjalanannya menunjukkan bahwa siapa pun bisa kembali ke jalan Allah jika membuka diri terhadap cahaya hidayah.

Sejarah hidup Fudhail bin Iyadh mengajarkan bahwa tidak ada manusia yang terlalu hina untuk bertaubat, dan tidak ada masa yang terlalu terlambat untuk kembali kepada Allah .

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement