Surau.co. Tanbīh, atau peringatan, adalah alat yang digunakan filsuf untuk membangunkan akal dan hati dari kelalaian. Ibn Sīnā dalam Al-Ishrāt wa al-Tanbīhāt menekankan bahwa setiap manusia, bahkan filsuf, membutuhkan pengingat agar tidak tersesat dalam labirin pemikiran. Peringatan bukan sekadar teguran, melainkan cara untuk menyeimbangkan pengetahuan, akal, dan kesadaran spiritual. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering terlalu tenggelam dalam logika atau teori hingga lupa melihat inti: kehidupan yang dijalani dengan bijaksana.
Sejak awal, konsep tanbīh ini sangat relevan. Kata “tanbīh” muncul sebagai frasa kunci untuk memahami bagaimana Ibn Sīnā menuntun filsuf agar tetap sadar akan batas akal dan pentingnya hati. Tanbīh muncul lebih dari tiga kali dalam kajian kita, menekankan peranannya dalam menjaga keseimbangan antara teori dan praktik.
Peringatan sebagai cermin diri
Setiap orang, bahkan yang dianggap paling bijak, memiliki titik buta dalam pikirannya. Ibn Sīnā menegaskan bahwa filsuf yang tidak mengingatkan dirinya sendiri akan mudah terperangkap oleh kesombongan akal. Ia menulis:
«مَنْ لَمْ يُنَبَّهْ نَفْسَهُ يُضِلُّهَا عَقْلُهُ»
“Barang siapa tidak menasihati dirinya sendiri, akalnya akan menyesatkannya.”
Dalam kehidupan sehari-hari, fenomena ini sering terlihat pada para profesional atau akademisi yang terlalu percaya pada teori mereka hingga lupa realitas. Tanbīh, di sini, berperan sebagai alarm hati—sebuah pengingat lembut bahwa pengetahuan tanpa refleksi bisa menipu.
Ketika kata-kata menuntun hati
Kata bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga sarana peringatan. Ibn Sīnā menulis dalam Al-Tanbīhāt:
«الكَلَامُ مَرْآةُ القَلْبِ وَمَسْرَةُ العَقْلِ»
“Perkataan adalah cermin hati dan kegembiraan akal.”
Fenomena sehari-hari menunjukkan bahwa dialog yang jujur dapat membangunkan kesadaran seseorang. Seorang guru yang menasihati muridnya dengan lembut, atau seorang teman yang menegur tanpa merendahkan, bisa mengubah pandangan hidup orang tersebut. Kata yang tepat adalah tanbīh yang menyejukkan, bukan menekan.
Mengingatkan diri di tengah kerumitan dunia
Dunia modern penuh gangguan, dari teknologi hingga hiruk-pikuk informasi. Ibn Sīnā mengingatkan filsuf agar tidak hanyut:
«اعْلَمْ أَنَّ الضَّلَالَ يُخْفِي وَيُغْشِي، وَأَنَّ التَّنْبِيهَ يَنقِي العَقْلَ وَيُرَتِّبُهُ»
“Ketahuilah bahwa kesesatan menutupi dan menipu, sementara peringatan membersihkan akal dan menyusunnya.”
Kutipan ini relevan dengan kehidupan saat ini. Seseorang bisa tenggelam dalam teori atau informasi tanpa memahami esensi, sehingga tanbīh menjadi langkah penting untuk menjaga keseimbangan antara akal dan hati.
Peringatan sebagai jembatan antara akal dan hati
Ibn Sīnā percaya bahwa akal tanpa hati akan kering, sementara hati tanpa akal bisa tersesat. Tanbīh menjadi jembatan, menghubungkan keduanya agar lahir kebijaksanaan yang utuh. Beliau menulis:
«التَّنْبِيهُ يَرْوِي العَقْلَ وَيُرْشِدُ القَلْبَ»
“Peringatan menyuburkan akal dan menuntun hati.”
Fenomena sehari-hari sangat nyata: seseorang yang mengingatkan dirinya untuk bersikap sabar atau menahan emosi sering menemukan keputusan lebih bijaksana. Tanbīh internal ini mengajarkan keseimbangan, sehingga filsuf tidak hanya menjadi pemikir, tetapi juga praktisi kehidupan.
Ketika Al-Qur’an menjadi tanbīh universal
Al-Qur’an mengajarkan manusia untuk senantiasa sadar dan waspada, selaras dengan konsep tanbīh Ibn Sīnā. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (الأحزاب: 70)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.”
Ayat ini mengingatkan bahwa peringatan bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk sesama. Mengingatkan orang lain dengan kasih sayang adalah bentuk tanbīh yang membawa manusia lebih dekat kepada hikmah dan kebenaran.
Tindakan konkret dari peringatan
Tanbīh bukan sekadar kata, melainkan tindakan. Ibn Sīnā menekankan bahwa filsuf sejati adalah mereka yang menerapkan peringatan dalam perilaku sehari-hari:
«مَنْ طَبَّقَ التَّنْبِيهَ فِي عَمَلِهِ فَقَدْ وَصَلَ إِلَى حِكْمَةِ الْحَيَاةِ»
“Barang siapa menerapkan peringatan dalam perbuatannya, ia telah mencapai kebijaksanaan hidup.”
Seperti orang yang menyadari pentingnya menunda emosi atau memilih perkataan bijak dalam perdebatan, tanbīh menjadi jembatan dari pengetahuan menuju kebijaksanaan nyata.
Penutup: Filsuf yang sadar akan dirinya
Ibn Sīnā mengingatkan bahwa filsuf sejati bukan hanya yang menguasai teori, tetapi yang mampu menasihati dirinya sendiri. Tanbīh adalah lampu yang menuntun langkah di lorong gelap akal, mengubah ragu menjadi wawasan, dan mengubah pengetahuan menjadi kebijaksanaan yang bermanfaat.
Seperti ombak yang tak henti mengingatkan pantai akan batasnya, tanbīh menuntun filsuf untuk selalu sadar, mengingatkan akal, menenangkan hati, dan menghadirkan harmoni antara ilmu dan kehidupan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
