SURAU.CO – Setiap manusia pasti pernah merasa lemah. Ada masa ketika hati terasa kering, semangat ibadah menurun, dan dosa terasa begitu berat menekan dada. Namun di tengah segala keterpurukan itu, Islam datang membawa cahaya: “Teruslah beribadah, sekalipun kamu merasa tak layak. Teruslah shalat, sekalipun kamu seorang pendosa.”
Inilah hakikat istiqomah — tetap berjalan di jalan Allah, meski langkah terseok.
Makna Istiqomah
Istiqomah bukan berarti tidak pernah jatuh dalam dosa. Ia berarti tetap berusaha bangkit setiap kali jatuh, tetap mengingat Allah di tengah kelalaian, tetap menegakkan shalat meski hati kadang goyah, tetap berdoa meski merasa diri tak pantas.
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Katakanlah, aku beriman kepada Allah, kemudian istiqomahlah.” (HR. Muslim, no. 38)
Kalimat yang singkat, tapi maknanya dalam. Iman dan istiqomah adalah dua hal yang tak terpisahkan — seperti akar dan batang. Iman adalah akar keyakinan, sementara istiqomah adalah batang yang terus tumbuh menembus badai kehidupan.
Istiqomah di Tengah Kelemahan
Sebagian orang berhenti beribadah karena merasa terlalu banyak dosa. Mereka berpikir, “Untuk apa shalat kalau aku masih sering berbuat salah?” Padahal justru dengan shalat dan ibadah itulah hati akan dibersihkan.
Allah Ta’ala berfirman dalam hadis qudsi yang penuh kasih:
> “Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu setinggi langit, kemudian engkau meminta ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni engkau.” (HR. Tirmidzi no. 3540, Ahmad 5/154, 176)
Maka jangan pernah berhenti beribadah hanya karena merasa hina. Kita tidak beribadah karena kita suci, tetapi karena kita ingin disucikan oleh Allah.
Istiqomah Itu Jalan Panjang
Istiqomah bukan ledakan semangat sesaat. Ia adalah keteguhan yang dibangun perlahan, langkah demi langkah, hari demi hari.
Ibarat menempuh jalan panjang di tengah kabut, mungkin pandangan kita hanya sejengkal ke depan. Tapi selama terus melangkah, pasti akan sampai ke tujuan. Begitu pula dengan istiqomah: mungkin amal kita kecil, tapi bila dilakukan terus-menerus, ia menjadi besar di sisi Allah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Amal yang paling dicintai Allah adalah amal yang paling terus-menerus, walaupun sedikit.” (HR. Bukhari no. 6465, Muslim no. 783)
Istiqomah itu bukan tentang seberapa banyak, tapi tentang seberapa lama kita mampu bertahan dalam kebaikan.
Kunci Istiqomah: Hati yang Tertambat pada Allah
Istiqomah tak akan lahir dari keinginan yang rapuh, tapi dari hati yang selalu kembali kepada Allah.
Kita bisa jatuh, tapi jangan sampai berpaling. Kita bisa salah, tapi jangan berhenti memohon ampun. Karena istiqomah bukan milik orang yang sempurna, melainkan milik orang yang terus memperbaiki diri.
Allah memuji orang-orang yang istiqomah dalam firman-Nya:
> “Sesungguhnya orang-orang yang berkata: ‘Rabb kami adalah Allah’, kemudian mereka istiqomah, maka malaikat akan turun kepada mereka (seraya berkata), ‘Janganlah kamu takut dan jangan bersedih hati, dan bergembiralah dengan surga yang dijanjikan Allah kepadamu.’” (QS. Fussilat: 30)
Bayangkan, hanya dengan tetap teguh di jalan Allah — meski kadang tersandung — malaikat akan menyambut dengan ucapan selamat di akhir hayat.
Tanda-Tanda Orang Istiqomah
- Terus beribadah walau hati sedang berat.
Ia tahu iman naik-turun, tapi ia tidak menyerah pada penurunan itu. -
Tidak mudah putus asa dari rahmat Allah.
Sekalipun jatuh dalam dosa, ia segera bertaubat dan memperbaiki diri. -
Sabar dalam ketaatan dan sabar menjauhi maksiat.
Karena istiqomah memerlukan kesabaran di dua sisi: menahan diri dari yang haram dan meneguhkan diri dalam kebaikan. -
Berorientasi pada akhirat, bukan dunia.
Ia tidak menilai hasil dari pandangan manusia, tapi dari keridhaan Allah.
Langkah untuk Menjaga Istiqomah
-
Perbarui niat setiap hari.
Niat yang benar akan menjaga amal agar tidak layu. -
Jangan terlalu idealis dalam beribadah.
Mulailah dari yang ringan tapi konsisten. Seperti membaca Al-Qur’an satu halaman setiap hari, shalat sunnah dua rakaat sebelum Subuh, atau dzikir pagi dan petang. -
Dekat dengan lingkungan yang baik.
Teman yang shalih akan menegur ketika kita goyah, mengingatkan ketika kita lupa. -
Banyak berdoa agar hati ditetapkan.
Rasulullah ﷺ sering berdoa:
“Yā muqallibal qulūb, tsabbit qalbī ‘alā dīnik”
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Tirmidzi no. 2140)
Penutup: Jangan Berhenti Meski Kamu Terluka
Istiqomah itu seperti berjalan di atas jalan berpasir: melelahkan, tapi menuju surga. Kadang kita ingin berhenti, tapi iman membisikkan, “Sedikit lagi.” Kadang kita menangis karena dosa, tapi rahmat Allah selalu menuntun, “Kembali kepada-Ku.”
Jangan malu menjadi pendosa yang sedang berjuang menuju taubat. Yang harus ditakuti bukanlah dosa besar, tapi hati yang berhenti berusaha memperbaiki diri.
Maka teruslah beribadah,q teruslah shalat, teruslah berharap — karena selama masih ada napas, pintu rahmat Allah tidak pernah tertutup.
“Istiqomah bukan tentang tidak pernah salah, tapi tentang tidak pernah berhenti menuju Allah.” (Oleh: Tengku Iskandar – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
