Khazanah
Beranda » Berita » Syllogisme dan Cinta: Mengikat Dua Premis agar Melahirkan Cahaya

Syllogisme dan Cinta: Mengikat Dua Premis agar Melahirkan Cahaya

Surau.co. Syllogisme adalah jantung dari logika. Ibn Sīnā dalam Al-Ishrāt wa al-Tanbīhāt mengajarkan bahwa dari dua premis yang terjalin dengan benar, lahirlah sebuah kesimpulan yang membawa cahaya bagi akal. Namun bila kita melihat lebih dalam, syllogisme bukan hanya tentang hukum akal, melainkan juga cermin dari kehidupan dan cinta. Sebab dalam cinta pun, dua jiwa yang berpadu bisa melahirkan makna baru.

Di dunia sehari-hari, kita sering menghubungkan sebab dan akibat tanpa menyadarinya. Kita berkata: “Matahari terbit, maka pagi datang.” Atau, “Anak belajar, maka ilmu tumbuh.” Syllogisme bekerja di balik kata-kata sederhana itu. Bagi Ibn Sīnā, hal ini bukan sekadar permainan intelektual, melainkan jalan untuk menyingkap kebenaran.

Dua premis yang bertemu seperti dua hati yang jatuh cinta

Ibn Sīnā mendefinisikan syllogisme dengan sangat jernih:

«القياس قولٌ مؤلَّف من قضايا، إذا سلمت أنتجت نتيجةً بالضرورة»
“Syllogisme adalah ucapan yang tersusun dari proposisi, bila sahih maka akan menghasilkan kesimpulan dengan pasti.”

Seperti pertemuan dua hati yang tulus, dua premis yang benar akan melahirkan kesimpulan yang tak bisa ditolak. Jika dasar hubungan rapuh, cinta akan runtuh. Begitu pula logika: jika premisnya lemah, hasilnya tidak akan kokoh.

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

Cahaya yang lahir dari kesimpulan

Bayangkan seseorang yang berkata: “Semua manusia akan mati. Aku adalah manusia. Maka aku pun akan mati.” Kesimpulan ini sederhana, tapi membawa jiwa untuk merenung tentang kefanaan. Dari logika, lahirlah kesadaran spiritual.

Ibn Sīnā menulis:

«إذا اتصل الوسط بالأكبر والأصغر اتصالاً صحيحاً، ظهر النتيجة كالشمس»
“Apabila term tengah terhubung dengan yang besar dan kecil secara sahih, maka kesimpulan tampak seperti matahari.”

Kesimpulan adalah cahaya. Ia bisa mencerahkan jalan, menyingkap tabir, dan membuat jiwa berhenti dalam kekaguman.

Logika yang menuntun jiwa menuju kebenaran

Sering kali kita merasa tersesat dalam kata-kata yang tidak jelas. Kita mendengar janji yang indah, tetapi tak berdasar. Ibn Sīnā mengingatkan bahwa syllogisme adalah alat untuk memilah mana yang benar, mana yang ilusi.

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

هُوَ الَّذِي يُرِيكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا
“Dialah yang memperlihatkan kilat kepada kalian, menimbulkan rasa takut dan harap.” (QS. Ar-Ra‘d: 12)

Logika pun demikian. Ia seperti kilat yang sekejap menerangi jalan. Namun, bila jiwa siap, cahaya itu tidak hanya menakutkan, melainkan juga membimbing.

Kehidupan sehari-hari yang penuh silogisme tersembunyi

Dalam percakapan sederhana kita menemukan banyak bentuk syllogisme. Seorang ibu berkata kepada anaknya: “Jika kau rajin belajar, engkau akan pandai. Kau rajin belajar. Maka kau akan pandai.” Ini bukan sekadar kalimat motivasi, tetapi logika yang tertanam dalam keseharian.

Ibn Sīnā menulis dengan penuh peringatan:

Ziarah Makam Hari Jum’at, Apa Hukumnya?

«قد يُخدع الذهن بقياسٍ فاسدٍ فيظنه صحيحًا، فكن على حذر»
“Terkadang akal tertipu oleh syllogisme yang rusak, lalu mengiranya benar. Maka berhati-hatilah.”

Seperti cinta yang salah arah bisa menjerumuskan, syllogisme yang keliru pun bisa menyesatkan. Kita perlu hati-hati memilih premis, sebagaimana kita berhati-hati memilih sahabat.

Kesimpulan sebagai buah cinta dan doa

Syllogisme tidak berhenti di meja kajian. Ia hidup dalam jiwa, membentuk kebiasaan berpikir yang jernih. Bila premis adalah hati, kesimpulan adalah anak yang lahir dari keduanya.

Ibn Sīnā mengingatkan dalam tanbīhnya:

«النتيجة لا تُفارق أصلها، فهي بنتُ مقدِّماتها»
“Kesimpulan tidak akan lepas dari asalnya, ia adalah anak dari premis-premisnya.”

Kesimpulan adalah buah. Jika pohonnya baik, buahnya manis. Jika akarnya busuk, hasilnya pahit. Demikian pula kehidupan: cinta yang jujur akan melahirkan keindahan, sedangkan cinta yang palsu akan menumbuhkan luka.

Menyatukan akal dan hati dalam setiap ucapan

Syllogisme mengajarkan kita pentingnya keteraturan. Dua premis yang tepat akan membawa kita pada kebenaran, sama seperti dua niat yang tulus akan membawa hidup menuju ridha. Rasulullah ﷺ bersabda:

«إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى»
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niat, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kesimpulan dalam hidup pun demikian. Apa yang kita ucapkan dan lakukan berawal dari niat, seperti premis yang menentukan hasil. Bila niat lurus, kesimpulan hidup akan bersinar.

Penutup

Membaca Al-Ishrāt wa al-Tanbīhāt mengingatkan kita bahwa syllogisme bukan hanya urusan logika, melainkan juga pelajaran tentang cinta dan kehidupan. Dari dua premis lahirlah sebuah kesimpulan; dari dua hati lahirlah makna baru. Jika kita menjaga dasar pemikiran dan dasar perasaan dengan kejujuran, maka kesimpulan hidup kita pun akan berbuah cahaya.

Syllogisme mengajarkan kita satu hal penting: kebenaran bukan hasil kebetulan, tetapi buah dari keteraturan. Begitu pula cinta, ia lahir dari pertemuan yang dirawat dengan hati-hati. Dalam cahaya syllogisme, kita diajak untuk berpikir jernih sekaligus merasakan dalam-dalam, hingga kata dan cinta sama-sama menjadi jalan menuju kebenaran.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement