SURAU.CO – Setelah Rasulullah Muhammad SAW wafat pada tahun 632 M, umat Islam menghadapi masa yang sangat sulit. Banyak suku Arab yang sebelumnya masuk Islam mulai meragukan ajaran yang baru saja ditegakkan. Beberapa di antara mereka bahkan kembali pada agama dan tradisi lama. Ada pula yang menolak membayar zakat, padahal zakat adalah salah satu rukun Islam yang tidak bisa ditinggalkan.
Situasi ini menimbulkan gejolak besar di Jazirah Arab. Pemberontakan bermunculan di berbagai wilayah. Sebagian suku menganggap Islam hanya berlaku selama Nabi Muhammad hidup. Begitu beliau wafat, mereka merasa bebas kembali pada keyakinan semula. Abu Bakar Ash-Shiddiq selaku khalifah mengambil tindakan tegas untuk menjaga keutuhan Islam di tengah masa kritis itu.
Latar Belakang Terjadinya Perang Riddah
Perang Riddah, yang berarti “perang melawan kemurtadan”, berawal dari melemahnya loyalitas beberapa kabilah Arab terhadap kepemimpinan Madinah. Sebagian suku menganggap baiat mereka kepada Nabi hanya berlaku selama beliau hidup. Ketika beliau wafat, mereka merasa baiat itu berakhir.
Selain itu, muncul beberapa orang yang mengaku nabi palsu. Musailimah al-Kadzdzab di Yamamah, Sajah binti al-Harits, Tulaihah bin Khuwailid al-Asadi, dan al-Aswad al-Ansi adalah tokoh yang paling terkenal. Mereka berusaha mengajak pengikut untuk menolak otoritas Madinah. Dengan cara itu, mereka ingin memisahkan diri dari kekuasaan umat Islam yang baru berdiri.
Yang tak kalah penting, banyak suku menolak membayar zakat. Mereka beralasan bahwa zakat tidak harus diberikan ke Madinah. Bahkan ada yang menolak zakat sama sekali. Padahal, zakat bukan hanya ibadah sosial, melainkan juga penopang kekuatan ekonomi umat Islam.
Sikap Tegas Khalifah Abu Bakar
Abu Bakar sebagai khalifah pertama mengambil sikap yang sangat tegas. Beliau menolak keras semua bentuk pembangkangan. Ketika sebagian sahabat menyarankan agar orang yang hanya menolak zakat tidak diperangi, Abu Bakar menjawab dengan tegas:
“Demi Allah, aku akan melawan siapa pun yang membedakan antara shalat dan zakat.Karena zakat adalah kewajiban atas harta, sebagaimana shalat adalah kewajiban atas tubuh.”
Jawaban ini menunjukkan betapa Abu Bakar ingin menegakkan ajaran Islam tanpa kompromi. Beliau paham betul, jika pada awal kepemimpinannya ia membiarkan pembangkangan, maka Islam akan tercerai-berai.
Jalannya Perang Riddah
Abu Bakar segera menyiapkan pasukan untuk menghadapi pemberontakan. Beliau mengirim sebelas pasukan ke berbagai wilayah Arabia. Panglima yang berpengalaman, seperti Khalid bin Walid, Ikrimah bin Abu Jahl, Amr bin Ash, dan Hudzaifah bin Mihsan menjadi pemimpin di setiap pasukan.
Pasukan ini bergerak ke berbagai arah. Khalid bin Walid bertugas menghadapi Musailimah al-Kadzdzab, yang memiliki pengikut cukup besar di Yamamah. Pertempuran berlangsung sangat sengit. Banyak sahabat gugur dalam perang ini, termasuk beberapa penghafal Al-Qur’an. Namun pada akhirnya, Musailimah berhasil dibunuh oleh Wahsyi bin Harb, orang yang sebelumnya pernah membunuh Hamzah dalam Perang Uhud.
Pasukan Muslim berhasil menembak Sajah, Tulaihah, dan para nabi palsu lainnya. Sajah akhirnya diadaptasi, sementara Tulaihah kemudian masuk Islam kembali dan menjadi prajurit yang berjuang di jalan Allah.
Selain menghadapi nabi palsu, pasukan Muslim juga berhadapan dengan suku-suku yang menolak zakat. Abu Bakar menegaskan bahwa zakat tetap harus disalurkan ke Madinah. Setelah melalui beberapa pertempuran, sebagian besar suku kembali tunduk kepada pemerintahan Islam.
Abu Bakar Ash-Shiddiq dengan ketegasannya berhasil menjaga keutuhan umat Islam di masa yang sangat genting. Meski menghadapi pemberontakan, nabi palsu, dan penolakan zakat, beliau tetap teguh memimpin pasukan untuk menegakkan kebenaran. Hasilnya, Islam tetap berdiri kokoh dan mampu melanjutkan misi dakwahnya ke seluruh dunia.
Dampak Perang Riddah
Perang Riddah memberikan dampak besar bagi perjalanan sejarah Islam. Pertama, perang ini berhasil mempersatukan kembali Jazirah Arab di bawah kepemimpinan Islam. Jika Abu Bakar tidak bertindak cepat, mungkin umat Islam akan tercerai-berai sejak awal.
Kedua, perang ini menunjukkan bahwa ajaran Islam tetap tegak dan berlaku sepanjang masa, meskipun Nabi Muhammad wafat.
Ketiga, dari sisi sosial-politik, perang ini menegaskan bahwa zakat adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar. Zakat bukan hanya persoalan pribadi, melainkan juga kewajiban yang memiliki konsekuensi hukum. Dengan kemenangan itu, lembaga zakat tetap terjaga dan menjadi landasan ekonomi umat.
Keempat, dari sisi militer, perang ini membentuk generasi pejuang yang tangguh. Pasukan Muslim menjadi lebih terlatih dalam melawan pemberontakan besar. Ketegasan dan kepemimpinan Abu Bakar membuat para sahabat semakin yakin bahwa Islam bisa bertahan menghadapi berbagai tantangan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
