Khazanah
Beranda » Berita » Ambisi Jabatan dan Kekuasaan: Akar Kerusakan dalam Sistem

Ambisi Jabatan dan Kekuasaan: Akar Kerusakan dalam Sistem

Politik Itu Seru, Asal Tahu Jalan Mainnya
Ilustrasi Bermain Catur

Ambisi adalah kekuatan pendorong yang esensial dalam kehidupan manusia. Ia memacu individu untuk mencapai tujuan, mengembangkan diri, dan berkontribusi. Namun, ketika ambisi bercampur aduk dengan nafsu akan jabatan dan kekuasaan, tanpa diimbangi oleh integritas dan moralitas, ia dapat menjadi racun yang merusak. Sejarah mencatat banyak insiden di mana kerusakan besar terjadi, bukan karena kurangnya kemampuan, tetapi justru karena kelebihan ambisi yang tidak terkendali. Jabatan dan kekuasaan, yang seharusnya menjadi alat untuk melayani publik, seringkali berubah fungsi menjadi tujuan itu sendiri.

Banyak analis politik dan sosiolog menyoroti fenomena ini. Mereka berpendapat bahwa sistem politik dan birokrasi yang longgar terhadap pengawasan dan penegakan hukum akan menjadi lahan subur bagi individu-individu dengan ambisi tak terbatas. Tanpa adanya checks and balances yang kuat, para pemegang kekuasaan dapat dengan mudah terjebak dalam lingkaran setan korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Mereka mulai melihat jabatan sebagai properti pribadi, bukan sebagai amanah. Kekuasaan kemudian digunakan untuk memperkaya diri dan kelompok, bukan untuk kemaslahatan bersama. Masyarakat pun merasakan dampak langsung dari kondisi ini.

Godaan Jabatan dan Kekuasaan: Sebuah Dilema Etika

Godaan akan jabatan dan kekuasaan memang sangat kuat. Ia dapat membutakan mata hati seseorang, mengubah prioritas, dan mengaburkan garis antara yang benar dan salah. Seorang individu yang awalnya berintegritas tinggi dapat tergelincir ketika dihadapkan pada tawaran-tawaran yang menggiurkan. Mereka mungkin merasa bahwa sedikit penyimpangan etika dapat dibenarkan demi mencapai tujuan yang lebih besar, atau bahkan demi mempertahankan posisi mereka. Namun, ini adalah jalan licin yang jarang membawa pada kebaikan.

Profesor Ilmu Politik, Dr. Risa Santoso, dalam salah satu wawancaranya, pernah menyatakan, “Ketika seseorang melihat jabatan sebagai tujuan akhir dan bukan sebagai sarana untuk berkontribusi, maka kerusakan mulai terjadi. Ambisi harus selalu diiringi oleh kesadaran akan tanggung jawab.” Pernyataan ini menegaskan pentingnya perspektif yang benar terhadap kekuasaan. Kekuasaan adalah alat, bukan mahkota. Ia menuntut pengorbanan, bukan kemewahan.

Contoh nyata kerusakan akibat ambisi jabatan dan kekuasaan dapat kita temukan di berbagai belahan dunia. Skandal korupsi yang melibatkan pejabat tinggi, konflik kepentingan yang merugikan negara, hingga perebutan kekuasaan yang menyebabkan instabilitas politik, semuanya berakar pada satu hal: ambisi yang berlebihan. Individu-individu ini seringkali menghalalkan segala cara untuk mencapai dan mempertahankan posisinya, termasuk menyingkirkan lawan, memanipulasi aturan, dan menyebarkan informasi palsu.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Dampak Buruk bagi Masyarakat dan Negara

Dampak dari ambisi jabatan dan kekuasaan yang tidak terkendali sangatlah merusak. Pertama, kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah akan terkikis. Ketika masyarakat melihat para pemimpin mereka lebih peduli pada kepentingan pribadi daripada kepentingan rakyat, apatisme dan sinisme akan tumbuh subur. Partisipasi publik dalam proses demokrasi dapat menurun, karena mereka merasa suara mereka tidak lagi didengar atau dihargai.

Kedua, pembangunan ekonomi dan sosial akan terhambat. Sumber daya yang seharusnya digunakan untuk proyek-proyek publik, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, justru dialihkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Kebijakan-kebijakan yang dibuat bukan berdasarkan kebutuhan rakyat, melainkan berdasarkan keuntungan politis bagi para pembuat kebijakan. Ini menciptakan kesenjangan sosial yang semakin lebar dan menghambat kemajuan bangsa.

Ketiga, terjadinya polarisasi dan konflik sosial. Perebutan kekuasaan yang tidak sehat seringkali memecah belah masyarakat. Kelompok-kelompok saling berhadapan, didorong oleh kepentingan politis para elit. Retorika kebencian dan perpecahan seringkali digunakan sebagai alat untuk memobilisasi massa, yang pada akhirnya merusak tatanan sosial dan persatuan bangsa. Konflik ini dapat berujung pada kekerasan dan ketidakstabilan yang berkepanjangan.

Upaya Membangun Budaya Integritas

Maka dari itu, sangat penting untuk membangun budaya integritas di setiap lini pemerintahan dan masyarakat. Pendidikan etika dan moral harus dimulai sejak dini, menanamkan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan pelayanan. Transparansi dan akuntabilitas harus ditegakkan secara ketat. Sistem hukum harus kuat dan tidak pandang bulu dalam menegakkan keadilan, tanpa memedulikan status sosial atau jabatan.

Pemerintah juga harus menciptakan mekanisme pengawasan yang efektif, baik dari internal maupun eksternal. Lembaga-lembaga anti-korupsi harus diberikan wewenang dan sumber daya yang cukup untuk menjalankan tugasnya. Media massa dan masyarakat sipil juga memiliki peran krusial sebagai pengawas jalannya pemerintahan. Mereka harus bebas menyuarakan kritik dan mengawasi kebijakan publik tanpa rasa takut akan represi.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Selain itu, rotasi jabatan yang teratur dan pembatasan masa jabatan dapat menjadi salah satu strategi untuk mencegah menumpuknya kekuasaan pada satu individu atau kelompok. Hal ini dapat mengurangi peluang terjadinya penyalahgunaan wewenang dan memberikan kesempatan bagi individu-individu baru yang mungkin memiliki perspektif dan semangat yang segar.

Secara fundamental, kita perlu mengubah paradigma tentang jabatan dan kekuasaan. Jabatan bukanlah hak istimewa, melainkan sebuah amanah. Kekuasaan bukanlah alat untuk memperkaya diri, melainkan tanggung jawab untuk melayani. Hanya dengan memahami dan menginternalisasi nilai-nilai ini, kita dapat mencegah kerusakan yang diakibatkan oleh ambisi jabatan dan kekuasaan yang berlebihan, serta membangun masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.



Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement