Kisah
Beranda » Berita » Kisah Thulaihah bin Khuwailid al-Asadi: Si Nabi Palsu

Kisah Thulaihah bin Khuwailid al-Asadi: Si Nabi Palsu

Kisah Thulaihah bin Khuwailid al-Asadi: Si Nabi Palsu

SURAU.CO – Sejarah Islam mencatat sejumlah orang yang pernah mengaku sebagai nabi selain Nabi Muhammad SAW. Nama-nama seperti Musailimah al-Kadzdzab, al-Aswad al-‘Ansi, dan Sajah at-Tamimiyah tercatat dalam lembaran kelam perjalanan dakwah Islam. Salah satu dari mereka adalah Thulaihah bin Khuwailid al-Asadi, seorang dukun dari Bani Asad yang sempat mengelilingi kaumnya dengan klaim kenabiannya. Namun berbeda dengan Musailimah, Thulaihah akhirnya bertaubat dan kembali kepada Islam.

Siapakah Thulaihah bin Khuwailid?

Thulaihah bin Khuwailid berasal dari Bani Asad, sebuah kabilah yang tinggal di wilayah Nejd. Suku ini bertetangga dengan Bani Thayyi’ di sebelah timur, Bakr di selatan, Hawzan dan Ghatafan di utara, serta Abdul Qais dan Tamim di barat. Hubungan antara kabilah-kabilah tersebut tidak selalu stabil. Terkadang mereka berdamai, terkadang pula berselisih, tergantung situasi politik dan perebutan sumber daya seperti air dan tanah.

Pada tahun 9 Hijriah, yang dikenal sebagai ‘Am al-Wufud (tahun datangnya utusan), utusan Bani Asad datang ke Madinah untuk berbaiat kepada Nabi SAW. Mereka menyatakan masuk Islam, termasuk Thulaihah sendiri. Nabi bahkan mengutus Khalid bin Sa’id untuk menulis surat perjanjian damai antara Bani Asad dan kabilah tetangga. Namun di balik baiat itu, benih ambisi Thulaihah tidak sepenuhnya padam.

Klaim Kenabian Thulaihah

Menjelang akhir kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Thulaihah tiba-tiba mengumumkan dirinya sebagai seorang nabi. Klaim ini semakin menggema setelah wafatnya Rasulullah. Kaumnya pun mendukungnya dan bahkan membatalkan perjanjian damai dengan Bani Thayyi’ serta bersekutu dengan Ghatafan.

Uyainah bin Hishn al-Fazzari, tokoh Ghatafan, bahkan terang-terangan menyatakan dukungannya. Dia berkata:

Fenomena Flexing Sedekah di Medsos: Antara Riya dan Syiar Dakwah

Aku akan memperbaiki perjanjian damai antara kami dengan Bani Asad, dan mengikuti Thulaihah. Demi Allah! mengikuti seorang nabi dari sekutu lebih aku mencintai daripada mengikuti Quraisy. Muhammad telah wafat, sedangkan Thulaihah masih hidup.” (Thabari, Juz 3, hlm. 257).

Ucapan itu menunjukkan bahwa klaim Thulaihah lebih berisi politik kabilah daripada keyakinan agama. Permusuhan sebagian kabilah dengan Quraisy membuat mereka mudah menerima klaim nabi palsu ini.

Dakwah yang menyimpang

Berbeda dengan Musailimah yang memiliki ajaran-ajaran sesat tersendiri, ajaran Thulaihah hampir tidak meninggalkan catatan berarti dalam sejarah. Namun satu hal yang diketahui adalah penolakannya terhadap rukuk dan sujud dalam shalat. Dia berkata:

Sesungguhnya Allah tidak memerintahkan kalian menggulung wajah di tanah atau membengkokkan punggung dalam shalat. Ingatlah Allah dengan berdiri.” (al-Baladzuri, hlm. 106).

Ucapan ini jelas menyimpang dari syariat Islam yang diajarkan Rasulullah SAW. Meski demikian, Thulaihah tidak pernah mengajak pengikutnya kembali menyembah berhala. Hal ini menunjukkan bahwa tauhid sudah begitu mengakar di jazirah Arab, sehingga para nabi palsu tidak berani secara terang-terangan menyeru kepada paganisme.

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

Perlawanan Kaum Muslimin

Rasulullah Saw semasa hidupnya telah mengutus Dhirar bin al-Azur untuk menghadapi Thulaihah. Namun misi itu belum berhasil hingga Rasulullah wafat. Setelah beliau meninggal, kepemimpinan umat berada di tangan Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu.

Abu Bakar segera menumpas gelombang kemurtadan yang melanda berbagai kabilah. Ia menunjuk Khalid bin al-Walid  untuk memimpin pasukan menghadapi Thulaihah dan pengikutnya. Pertempuran terjadi di Buzakhah , markas Bani Asad. Khalid berhasil memukul mundur pasukan Thulaihah, tetapi sang nabi palsu melarikan diri ke wilayah Syam.

Taubat dan Kembalinya Thulaihah

Dalam masa pengungsi di Syam, Thulaihah memikirkani kesalahannya. Ia akhirnya bertaubat dan kembali memeluk Islam dengan tulus. Saat itu, umat Islam masih menghadapi banyak peperangan, terutama di masa kepemimpinan Umar bin Khattab ra.

Umar awalnya mengira kesungguhan taubat Thulaihah. Namun setelah melihat keteguhannya dalam beribadah dan jihad, Umar pun bertahan kembali ke dalam barisan kaum muslimin. Bahkan, Thulaihah kemudian ikut berjuang membela Islam di bawah panji kaum muslimin.

Inilah perbedaan besar antara Thulaihah dengan nabi palsu lain seperti Musailimah al-Kadzdzab. Musailimah mati bercampur dalam keadaan kafir, sedangkan Thulaihah akhirnya menutup kehidupan sebagai seorang muslim yang bertaubat.

Riyadus Shalihin: Antidot Ampuh Mengobati Fenomena Sick Society di Era Modern

Thulaihah bin Khuwailid al-Asadi adalah sosok yang sempat menodai sejarah dengan klaim kenabiannya. Ia mengelilingi kaumnya, menentang kaum muslimin, dan bersekutu dengan musuh Islam. Namun perjalanan hidupnya juga menunjukkan kebesaran Islam yang memberi kesempatan untuk bertaubat. Di masa Umar, Thulaihah kembali ke pangkuan Islam dan ikut berjuang di jalan Allah.

Kisah ini menjadi peringatan sekaligus pengharapan. Peringatan agar kita tidak terjerumus dalam ambisi duniawi yang mengelilingi. Dan pengharapan bahwa Allah senantiasa membuka pintu pengampunan bagi hamba yang ikhlas bertaubat.

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement