Khazanah
Beranda » Berita » Utsman ibn Affan: Sahabat yang Bergelar Dzunnurain

Utsman ibn Affan: Sahabat yang Bergelar Dzunnurain

Utsman ibn Affan: Sahabat yang Bergelar Dzunnurain
Ilustrasi rombongan sahabat berkuda menuju Makkah.

SURAU.CO-Ketika Utsman ibn Affan r.a. dilanda kesedihan karena ditinggalkan Ruqayyah yang telah menghadap Allah, ia hidup seorang diri tanpa seorang pun istri untuk berbagi. Namun keadaan itu tidak berlangsung lama. Kuasa langit tak membiarkannya dirundung kesedihan dan kesendirian.

Abu Hurairah r.a. menceritakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Jibril telah datang kepadaku dan berkata, ‘Allah memerintahkan kepadamu untuk menikahkan Utsman kepada Ummu Kultsum atas mas kawin yang sama dengan Ruqayyah dan atas mas kawin yang sama (pula) dengan sahabatnya.’” Hadis ini membuktikan bahwa Utsman mendapat pertolongan Allah, dan tak ada kemuliaan tertinggi selain mendapat pertolongan-Nya.

Mendapat gelar pemilik dua cahaya

Karena menikahi dua putri Nabi saw., Ruqayyah r.a. dan Ummu Kultsum r.a., Utsman ibn Affan mendapat gelar ‘Dzunnurain’ atau pemilik dua cahaya. Namun, kesedihan kembali meliputi Utsman ibn Affan r.a. karena Ummu Kultsum pun tak berumur panjang. Ia tak dapat hidup mendampingi suaminya untuk waktu yang lama. Ia menyusul saudarinya Ruqayyah menghadap Sang Maha Pencipta.

Ketika kaum muslim selesai memakamkan Ummu Kultsum, Rasulullah saw. melihat wajah Utsman dirundung duka. Beliau mendekatinya dan bersabda,

“Wahai Utsman, seandainya aku punya putri ketiga, pasti akan kunikahkan kepadamu.”

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

Sungguh besar rasa cinta Rasulullah saw. kepada Utsman ibn Affan.

Muhammad ibn Basyar menuturkan riwayat dari Yahya dari Said dari Qatadah dari Anas ibn Malik bahwa suatu ketika Nabi saw. berada di atas bukit Uhud bersama Abu Bakr, Umar, dan Utsman. Tiba-tiba bukit itu berguncang. Rasulullah saw. bersabda, “Tenanglah, wahai Uhud! Di atasmu ada seorang nabi, seorang sahabat, dan dua orang syahid.”

Imam Tirmidzi menuturkan riwayat dari Thalhah ibn Ubaidillah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Bagi tiap-tiap nabi itu ada seorang pendamping dan pendampingku (di surga) adalah Utsman.”

Utsman sebagai utusan kepada penduduk Makkah

Diriwayatkan dari Anas ibn Malik bahwa ketika Rasulullah saw. hendak membuat Perjanjian Hudaibiyah dengan pemimpin Makkah, beliau memilih Utsman ibn Affan sebagai utusan kepada penduduk Makkah. Utsman datang untuk menyampaikan pesan bahwa kaum muslim datang bukan untuk berperang, melainkan untuk ziarah haji. Utsman punya banyak kerabat dan keluarga yang termasuk tokoh penting dan pemimpin Makkah. Ia juga masih bersaudara dengan pemimpin utama Makkah, Abu Sufyan.

Kabar tentang kepergian Utsman terputus. Kaum muslim tidak dapat mengetahui perkembangan yang terjadi di Makkah. Beredar kabar bahwa Utsman ibn Affan dibunuh di Makkah. Kaum muslim geger. Meskipun datang tanpa senjata, mereka takkan mundur meski selangkah. Mereka akan bertempur mati-matian membela Rasulullah jika perang tak terhindarkan.

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

Rasul segera mengirim utusan ke Madinah meminta kaum muslim di sana untuk segera berangkat ke Makkah bersama para sekutu Madinah lengkap dengan persenjataan, hewan tunggangan, dan perangkat perang lain. Setelah itu Muhammad berdiri di bawah sebuah pohon, lalu meminta kepada para pengikutnya mengucapkan janji setia (baiat). Semua orang yang hadir di sana mengucapkan sumpah setia di bawah pohon untuk bertempur di sisi Rasulullah hingga titik darah penghabisan. Rasulullah pun mengangkat tangan sebagai tanda baiat mewakili Utsman.

Kembalinya Utsman dalam keadaan selamat

Namun tidak lama kemudian, Utsman kembali menemui rombongan kaum muslim dalam keadaan hidup dan selamat, tak kurang suatu apa pun. Rasulullah menyambutnya gembira. Begitu juga seluruh kaum muslim. Utsman berhasil meyakinkan para pemuka Quraisy, yang sebagian besar di antaranya merupakan para sahabatnya di masa lalu, juga para saudagar besar Makkah bahwa perdamaian merupakan jalan terbaik bagi kedua pihak.

Kaum Quraisy tidak berhak menghalangi para Muhajirin yang berasal dari Makkah untuk kembali mengunjungi tanah kelahiran. Quraisy tidak berhak menghalangi mereka yang ingin melihat kembali tanah tempat mereka dilahirkan dan tempat tulang belulang leluhur mereka dikuburkan. Quraisy juga tidak berhak menghalangi kaum muslim untuk melaksanakan ibadah haji ke Rumah Tua, sementara bangsa-bangsa Arab lainnya dapat melaksanakan ibadah itu dengan bebas.(St.Diyar)

Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement