Surau.co.
Etika dan politik jiwa: Al-Fārābī tentang individu dan masyarakat merupakan salah satu pilar penting dalam khazanah filsafat Islam klasik. Di dalam Risāla fī al-Nafs, Al-Fārābī tidak sekadar membahas hakikat jiwa manusia, tetapi juga kaitannya dengan keteraturan sosial. Baginya, kesehatan batin seseorang tidak berhenti pada ranah pribadi. Ia akan memancar keluar, memengaruhi keluarga, lingkungan, hingga masyarakat luas. Sebaliknya, jiwa yang keruh akan melahirkan sikap egois dan tindakan destruktif yang memicu konflik.
Individu sebagai Pondasi Tatanan Sosial
Al-Fārābī melihat manusia sebagai makhluk yang terdiri atas jiwa rasional dan irasional. Keduanya saling berkelindan, dan kualitas tindakan seseorang ditentukan oleh keseimbangan keduanya. Ia menulis:
“وَالْعَقْلُ يَهْدِي النَّفْسَ وَيُمَيِّزُهَا بَيْنَ الْخَيْرِ وَالشَّرِّ”
“Akal membimbing jiwa dan membedakannya antara kebaikan dan keburukan.” (Risāla fī al-Nafs)
Kutipan ini menegaskan peran akal sebagai pengatur etika personal. Fenomena sederhana memperlihatkan kebenarannya: seorang guru, misalnya, tidak hanya menyalurkan ilmu, tetapi juga menimbang etika dalam setiap keputusan. Ia menjadi contoh nyata bagaimana keseimbangan jiwa individu berkontribusi pada harmoni sosial.
Keseimbangan Jiwa: Kunci Etika Personal
Menurut Al-Fārābī, jiwa yang stabil melahirkan tindakan penuh pertimbangan. Jiwa yang goyah, sebaliknya, cenderung impulsif dan merusak. Ia menulis:
“وَالنَّفْسُ الَّتِي تُرَاعَى تُؤَدِّي إِلَى السَّلَامِ وَالِاسْتِقَامَةِ”
“Jiwa yang diperhatikan dengan baik menghasilkan kedamaian dan keteguhan.” (Risāla fī al-Nafs)
Keseharian kita menjadi saksi. Orang yang reflektif dan mampu mengelola emosinya lebih mudah berlaku adil, memberi manfaat, dan menjaga hubungan sosial. Hal ini sejalan dengan firman Allah:
“Wa alladzīna ṣabarū ibtighā’a wajhi rabbihim”
“Dan orang-orang yang bersabar mencari keridhaan Tuhannya.” (QS. Al-Insān: 12)
Kesabaran, dalam kerangka ini, bukan sekadar menahan diri, melainkan bentuk kesadaran jiwa yang menopang etika sosial.
Politik Jiwa: Dari Individu ke Masyarakat
Al-Fārābī melangkah lebih jauh dengan konsep politik jiwa. Baginya, harmoni masyarakat hanya mungkin tercapai jika individu-individunya menjaga etika dan pikiran mereka. Ia menulis:
“وَالمُجْتَمَعُ يَكُونُ فِي السَّلَامِ إِذَا تَرَاعَى أَفْرَادُهُ أَخْلاَقَهُمْ وَأَفْكَارَهُمْ”
“Masyarakat akan berada dalam kedamaian ketika individu-individunya menjaga etika dan pikiran mereka.”(Risāla fī al-Nafs)
Contohnya nyata dalam komunitas kerja. Seorang karyawan yang jujur dan berintegritas bisa menularkan etika itu pada lingkungannya. Suasana kerja pun menjadi lebih sehat dan harmonis. Maka, pendidikan jiwa tidak hanya urusan privat, tetapi juga strategi sosial.
Pendidikan Jiwa: Strategi Sosial dan Moral
Bagi Al-Fārābī, membimbing jiwa sejak awal sangat penting. Akal dan etika yang dibentuk sejak dini akan membuahkan masyarakat yang sehat. Ia menulis:
“وَيَجِبُ عَلَى المُعَلِّمِ أَنْ يُرَبِّيَ النُّفُوسَ عَلَى الْفِكْرِ وَالْخَيْرِ”
“Seorang guru wajib membimbing jiwa agar mengembangkan pemikiran dan kebaikan.” (Risāla fī al-Nafs)
Prinsip ini selaras dengan sabda Nabi ﷺ:
“Lā yu’minu aḥadukum ḥattā yuḥibba li-akhīhi mā yuḥibbu linafsih.”
“Seseorang tidak beriman hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang dicintainya untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari & Muslim)
Di dunia modern, prinsip ini bisa diterjemahkan sebagai pendidikan karakter, literasi emosional, hingga pembinaan spiritual yang mengajarkan empati dan tanggung jawab sosial.
Panduan Praktis Etika Jiwa
Al-Fārābī tidak berhenti pada teori. Ia memberi panduan yang bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari:
-
Refleksi diri: mengulas kembali tindakan harian, menilai yang bermanfaat dan yang keliru.
-
Kendali emosi: memilih akal sehat daripada amarah dalam menghadapi konflik.
-
Menyebarkan kebaikan: memperkuat ikatan sosial lewat perbuatan adil dan bermanfaat.
-
Belajar dari pengalaman: menyadari dampak tindakan pribadi pada lingkungan sekitar.
-
Spiritualitas: memperbanyak dzikir dan doa untuk menenangkan jiwa sekaligus menuntun etika.
Praktik ini menjadikan individu lebih seimbang, sekaligus membangun fondasi bagi masyarakat yang damai.
Penutup: Jiwa, Etika, dan Harmoni Sosial
Kesimpulannya, etika dan politik jiwa dalam pandangan Al-Fārābī menunjukkan bahwa keseimbangan batin individu adalah fondasi keteraturan sosial. Jiwa yang sehat melahirkan tindakan etis; tindakan etis menumbuhkan harmoni; harmoni masyarakat akhirnya kembali memperkuat jiwa individu. Pemikiran ini, meski lahir di abad pertengahan, tetap relevan hingga kini. Di tengah dunia yang penuh gejolak, kita masih membutuhkan kebijaksanaan Al-Fārābī: menyatukan etika personal dengan kontribusi sosial demi menciptakan kehidupan bersama yang berkelanjutan.
* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
