SURAU.CO-Utsman ibn Affan sahabat Nabi dari suku Quraisy keturunan Bani Umawi. la termasuk dalam kelompok enam, delapan, dan kelompok sepuluh. Kelompok enam terdiri dari para sahabat pilihan Khalifah Umar ibn al-Khattab untuk memilih khalifah penerusnya. Selanjutnya Utsman masuk dalam kelompok delapan meliputi kaum muslim yang paling awal memeluk Islam. Kelompok sepuluh adalah para sahabat yang mendapat jaminan surga dari Nabi saw. la adalah Khalifah Rasulullah yang ketiga setelah Umar ibn al-Khattab r.a.
Enam sahabat menjadi dewan syura
Mengenai pembaiatan Utsman ibn Affan sebagai khalifah setelah Umar ibn al-Khattab, bahwa sebelum meninggal, Umar menunjuk enam anggota dewan syura untuk memusyawarahkan pemilihan khalifah sepeninggalnya. Ia berwasiat agar khalifah setelahnya dipilih dari enam calon tersebut. Enam sahabat itu adalah Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Abdurrahman ibn Auf, Sa‘d ibn Abi Waqqash, Zubair ibn al-Awwam, dan Thalhah ibn Ubaidillah.
Mereka diminta berkumpul di sebuah rumah dipandu oleh Abdullah ibn Umar yang tidak termasuk anggota dewan. Mereka bermusyawarah di sana selama tiga hari dan selama waktu itu Suhaib diminta untuk memimpin salat kaum muslimin. Abu Thalhah al-Anshari dan al-Miqdad, yang termasuk panitia pemilihan, mengumpulkan keenam orang itu dan memandu jalannya musyawarah.
Setelah mereka berkumpul, Abdurrahman ibn Auf berkata, “Pilihlah tiga orang di antara kalian.”
Zubair berkata, “Aku memilih Ali.”
Thalhah berkata, “Aku memilih Utsman.”
Sa‘d berkata, “Aku memilih Abdurrahman ibn Auf.”
Abdurrahman ibn Auf berkata kepada Ali dan Utsman, “Aku akan memilih salah seorang di antara kalian yang sanggup memikul tanggung jawab ini. Jadi, sampaikanlah pendapat kalian mengenai hal ini.”
Karena keduanya tak memberikan jawaban, Abdurrahman ibn Auf berkata, “Apa kalian hendak memikulkan tanggung jawab ini kepadaku? Bukankah yang paling berhak memikulnya adalah yang terbaik di antara kalian?”
Mereka berdua berkata, “Benar.”
Ibn Auf berpaling kepada para sahabat yang hadir meminta pandangan mereka. Kemudian ia berkata kepada Ali, “Jika kau tidak mau kubaiat, sampaikan pandanganmu.”
Ali berkata, “Aku memilih Utsman ibn Affan.”
Lalu Ibn Auf berpaling kepada Utsman dan berkata, “Jika kau tidak mau kubaiat, sampaikan pandanganmu.”
Utsman berkata, “Aku memilih Ali ibn Abi Thalib.”
Belum tercapainya kata sepakat
Musyawarah tidak mencapai kata sepakat karena dua sahabat terpilih sama-sama tidak mau mengajukan dirinya untuk dibaiat. Selama masa penetapan itu, Abdurrahman ibn Auf berkeliling meminta pendapat para sahabat terkemuka, para pemimpin pasukan, para pendatang di Madinah, termasuk juga kepada kaum wanita, anak-anak, dan para budak. Ternyata kebanyakan memilih Utsman.
Pada malam Rabu—malam terakhir dari waktu yang ditentukan—Abdurrahman ibn Auf pergi ke rumah keponakannya, al-Miswar ibn Makhramah. Ia mengetuk pintu, namun tidak ada jawaban karena al-Miswar telah terlelap tidur. Ibn Auf mengetuk pintu lebih keras membangunkan al-Miswar. Ibn Auf berkata, “Mengapa kau begitu lelap tidur? Aku minta agar malam ini engkau tidak terlalu lama tidur. Panggilkan Zubair dan Sa‘d.”
Al-Miswar segera beranjak memanggil keduanya. Ketiga sahabat terkemuka itu berkumpul dan bermusyawarah. Usai bermusyawarah, Abdurrahman menyuruh al-Miswar untuk memanggil Ali. Ali segera datang dan berbicara dengan Ibn Auf sampai tengah malam. Setelah Ali pergi, al-Miswar diminta memanggil Utsman, yang segera datang dan berbicara sampai azan Subuh berkumandang.
Berkumpul di Masjid Nabi
Pagi itu, Rabu terakhir bulan Zulhijjah 23 H., kaum muslimin berjamaah di Masjid Nabi pimpinan Suhaib. Enam anggota dewan syura telah berkumpul semua, begitu pula wakil kaum Muhajirin, Anshar, dan para pemimpin pasukan. Usai berjamaah dan semua orang telah duduk tenang, Abdurrahman ibn Auf mengucapkan syahadat dan berkata, “Amma ba‘d. Wahai Ali, aku telah berkeliling menghimpun pendapat berbagai kalangan dan ternyata mereka memilih Utsman. Aku berharap engkau menerima ketetapan ini.”
Dalam riwayat lain, Abdurrahman ibn Auf berkata kepada Ali sambil memegang tangannya, “Engkau punya hubungan kerabat dengan Rasulullah saw. Dan sebagaimana diketahui, engkau lebih dulu masuk Islam. Demi Allah, jika aku memilihmu, engkau mesti berbuat adil. Dan jika aku memilih Utsman, engkau mesti patuh dan taat.” Kemudian Ibn Auf menyampaikan hal yang sama kepada lima sahabat lainnya.
Setelah itu ia berkata kepada Utsman, “Aku membaiatmu atas nama sunah Allah dan Rasul-Nya, juga dua khalifah sesudahnya.”
Utsman berkata, “Baiklah.”
Sahabat membaiat Utsman
Abdurrahman langsung membaiatnya saat itu juga diikuti oleh para sahabat dan kaum muslimin. Orang kedua yang membaiat Utsman adalah Ali ibn Abi Thalib. Dengan demikian, kaum muslimin bersepakat menerima Utsman sebagai khalifah setelah Umar ibn al-Khaththab.
Harits ibn Mudhrab berkata, “Aku berhaji pada masa Umar. Kaum muslimin saat itu tidak merasa ragu bahwa khalifah berikutnya adalah Utsman.”
Kisah tentang Utsman ibn Affan adalah kisah yang panjang. Dialah khalifah yang menghimpun Al-Qur’an dalam satu mushaf. Ia juga sering berderma memberi siapa pun yang membutuhkan dengan pemberian yang tak terhingga. Ia juga yang memberi tunjangan kepada istri-istri Nabi saw. dan membangun serta memperluas Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Utsman ibn Affan adalah orang yang rajin berpuasa dan mendirikan salat, malam-malamnya tak pernah sepi dari bertasbih, tahajud, dan membaca Al-Qur’an. Namun, para pemberontak itu membunuhnya sehingga darahnya mengenai kitab Allah yang sedang ia baca.(St.Diyar)
Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
