SURAU.CO. Tahlilan adalah tradisi keagamaan yang sangat melekat dalam kehidupan umat Islam di Indonesia, khususnya di kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Ia bukan sekadar bacaan doa bersama, tetapi juga sarana memperkuat silaturrahim, menanamkan kebiasaan zikir, serta menjaga nilai kebersamaan di tengah masyarakat.
Seiring perjalanan dakwah Islam di Nusantara, tahlilan tumbuh sebagai wujud akulturasi budaya dan ajaran agama. Tradisi ini memuat makna spiritual, sosial, sekaligus budaya, menjadikannya bagian penting dari wajah Islam Nusantara yang teduh dan membumi.
Sejarah dan Asal Usul Tahlilan
Tahlilan berasal dari kata Arab hallala–yuhallilu–tahlīlan, yang berarti membaca kalimat lā ilāha illā Allāh. Di Nusantara, praktik ini berkembang menjadi doa bersama yang kuat di kalangan NU, biasanya pada malam Jumat atau peringatan kematian. Tahlilan menghadirkan ibadah kolektif yang menumbuhkan kebersamaan dan ketenangan batin.
Tradisi ini lahir dari akulturasi Islam dan budaya lokal. Para wali mengganti ritual kematian pra-Islam dengan bacaan doa dan kalimah thayyibah, sehingga tahlilan menjadi media dakwah sekaligus pelurusan tradisi. Kini, tahlilan hadir sebagai kearifan Islam Nusantara yang menjaga budaya, mempererat persaudaraan, dan menebarkan nilai Islam secara damai.
Pertama: Melatih Lisan dengan Kalimah Thayyibah
Tahlilan membiasakan umat Islam untuk mengucapkan kalimat-kalimat mulia. Kalimat-kalimat tersebut adalah “lā ilāha illā Allāh,” “subhānallāh,” dan “astaghfirullāh.” Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Man qāla lā ilāha illā Allāh fī ākhiri kalāmihi dakhala al-jannah.” (Barang siapa yang akhir ucapannya adalah “lā ilāha illā Allāh,” maka ia masuk surga).
Mengucapkan kalimat tersebut saat sakaratul maut adalah momen yang sangat penting. Pembiasaan melalui tahlilan dapat membantu memudahkan mengucapkan kalimat tersebut di saat-saat terakhir.
Kedua: Mempererat Silaturahim
Tahlilan mengumpulkan kerabat, tetangga, dan sahabat dalam satu majelis. Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Man aḥabba an yubsaṭa lahu fī rizqihi wa an yunsa’a lahu fī atharihi falyasil rahimahu.” (Siapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan dilapangkan rezekinya, hendaklah ia menyambung silaturahim).
Tahlilan menjadi wadah untuk menjaga hubungan kekeluargaan dan mempererat tali persaudaraan. Seringkali, tahlilan membuka pintu rezeki dan solusi atas berbagai masalah.
Ketiga: Bentuk Bakti kepada Orang Tua dan Keluarga
Tahlilan adalah wujud bakti seorang anak kepada orang tua yang telah meninggal dunia. Dalam tahlilan, doa-doa dipanjatkan untuk mereka yang telah mendahului kita. Rasulullah Saw. bersabda bahwa amal manusia terputus kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak saleh. Bahkan jika doa tidak sampai kepada mayit, pahala akan kembali kepada yang berdoa.
Keempat: Sarana Bersedekah
Tradisi tahlilan sering disertai dengan menjamu jamaah sebagai bentuk sedekah. Meski sederhana, hidangan yang disajikan memiliki nilai ibadah yang besar karena diniatkan untuk mencari ridha Allah Swt.
Sedekah dalam Islam diyakini membawa banyak manfaat: ia dapat menolak bala, menumbuhkan rasa cinta di antara sesama, serta menjadi investasi abadi di akhirat. Dengan demikian, jamuan dalam tahlilan bukan sekadar suguhan, tetapi juga sarana kebaikan yang mengikat hati dan memperkuat persaudaraan.
Kelima: Ibadah untuk Mencari Ridha Allah
Tahlilan adalah ibadah kolektif yang mempunyai niat semata-mata untuk Allah Swt. Melalui doa, zikir, dan bacaan al-Qur’an, tahlilan menjadi sarana memperkuat iman sekaligus menenteramkan hati. Dalam kebersamaan, ia mengikat ukhuwah dan menumbuhkan suasana spiritual yang mendekatkan umat kepada Allah.
Perspektif Ilmiah tentang Tahlilan
- Tahlilan dapat ditinjau dari berbagai perspektif ilmiah, seperti:
Historis: Tahlilan berawal dari upaya ulama untuk meluruskan praktik sinkretis di masyarakat Jawa. Ulama mengarahkan tradisi tersebut menjadi forum doa dan zikir. - Sosiologis: Tahlilan adalah arena relasi kemanusiaan. Tahlilan menjadi ruang komunikasi dan solidaritas.
- Psikologis: Tahlilan membantu keluarga yang berduka. Kehadiran kerabat memberikan hiburan dan penguatan.
- Antropologis: Tahlilan adalah manifestasi kecenderungan ritualistik manusia dengan isi islami.
Tahlilan dalam Islam Nusantara: Peran dan Makna
Tradisi tahlilan adalah salah satu contoh dari dakwah Walisongo yang menggunakan pendekatan kultural. Walisongo mengislamkan tradisi lokal, bukan menolaknya. Dari sini, lahirlah tahlilan sebagai wajah Islam Nusantara yang damai dan adaptif di mana terdapat kearifan lokal yang menyatukan masyarakat dalam doa dan kebersamaan. Selain itu tahlilan adalah ritual keagamaan, media pelestarian budaya, perekat sosial, dan simbol integrasi Islam dengan tradisi lokal.
Tahlilan adalah warisan Islam Nusantara yang mengandung banyak hikmah di antaranya sebagai sarana untuk melatih lisan dengan kalimat thayyibah, mempererat silaturahim, berbakti kepada orang tua, bersedekah, dan meraih ridha Allah Swt. Dari sudut pandang ilmu sosial, tahlilan adalah wadah penguatan ikatan sosial dan ekspresi spiritual manusia. Tahlilan adalah ruang kebersamaan yang menjaga iman, persaudaraan, dan budaya Islam di Indonesia.(kareemustofa)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
