SURAU.CO – Masyithah hidup pada masa kekuasaan Firaun di Mesir. Ia bekerja sebagai tukang sisir rambut putri Firaun, penguasa yang sangat sombong dan mengaku sebagai Tuhan. Meski bekerja di lingkungan istana, Masyithah tetap memelihara imannya kepada Allah SWT. Ia menyembunyikan keyakinannya karena tahu betapa kejamnya Firaun terhadap orang yang menentangnya.
Dalam kesehariannya, Masyithah dikenal sebagai wanita sederhana, penyayang, dan sabar. Ia memiliki suami yang juga beriman kepada Allah, serta anak-anak yang masih kecil. Kehidupannya tampak biasa saja, namun hatinya selalu dipenuhi dengan kalimat tauhid. Ia menyadari betul bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan, bukan Firaun yang zalim.
Sebuah Kata yang Membuka Rahasia
Suatu hari, Masyithah sedang menyisir rambut putri Firaun. Tiba-tiba, sisir yang ia gunakan terjatuh ke tanah. Refleks, ia mengucapkan, “Bismillah.” Kata sederhana itu mengalir begitu saja dari lisannya. Namun, ucapannya itu membuat putri Firaun terkejut. Sang putri bertanya, “Apakah kamu punya Tuhan selain ayahku, Firaun?”
Masyithah tidak bisa lagi menyembunyikan imannya. Dengan hati yang mantap, ia menjawab, “Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.” Ucapan itu membuat putri Firaun murka. Ia segera melapor kepada ayahnya, Firaun, bahwa tukang sisirnya telah durhaka dan mengakui keberadaan Tuhan selain dirinya.
Di Hadapan Firaun yang Murka
Firaun pun memanggil Masyithah. Dengan penuh amarah, ia menuduh Masyithah berkhianat. “Apakah benar kamu mengakui ada Tuhan selain aku?” tanya Firaun dengan suara menggelegar.
Masyithah dengan berani menjawab, “Benar. Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu.”
Jawaban itu semakin membakar amarah Firaun. Ia mengancam akan menyiksa Masyithah jika tidak mau mengingkari Allah dan mengakui dirinya sebagai Tuhan. Namun, hati Masyithah tetap teguh. Ia lebih memilih mempertahankan keimanannya daripada tunduk pada penguasa zalim.
Firaun lalu memerintahkan tentaranya menyiapkan panci besar berisi minyak yang mendidih. Ia bermaksud menjadikan panci itu sebagai alat penyiksaan bagi Masyithah dan keluarganya. Dengan kejam, Firaun berkata, “Kalau kamu tidak mau menyembahku, aku akan memasukkanmu dan anak-anakmu ke dalam minyak mendidih ini.”
Ujian Iman dengan Anak-anaknya
Saat itu, hati Masyithah sebagai seorang ibu benar-benar diuji. Ia melihat anak-anaknya yang masih kecil. Nalurinya ingin melindungi mereka, namun imannya kepada Allah menjadikannya tetap tegar.
Satu per satu, anak-anaknya dimasukkan ke dalam minyak mendidih. Tubuh kecil mereka lenyap, namun wajah mereka terlihat tenang. Masyithah menahan air mata, meski jantungnya hancur.
Ketika pergantian bayi terakhirnya—anak bungsunya yang masih menyusu—hendak dilemparkan ke dalam panci, Masyithah sempat ragu. Ia merasa sangat berat karena kehilangan semua anaknya. Namun, atas izin Allah, bayi itu berbicara. Dengan suara yang jelas, sang bayi berkata, “Wahai ibuku, janganlah kamu ragu. Sesungguhnya kamu berada di jalan yang benar.”
Ucapan bayi itu meneguhkan hati Masyithah. Ia pun pasrah kepada Allah, menyerahkan dirinya sepenuhnya. Akhirnya, Masyithah bersama bayinya ikut dimasukkan ke dalam panci berisi minyak mendidih. Tubuhnya hancur, namun imannya tetap utuh.
Aroma Harum yang Tersebar
Rasulullah SAW pernah menceritakan kisah Masyithah ini kepada para sahabat. Dalam sebuah sejarah, beliau bersabda bahwa ketika melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj, beliau mencium aroma yang sangat harum. Nabi bertanya kepada malaikat Jibril tentang aroma itu. Jibril menjawab, “Itulah aroma Masyithah, tukang sisir putri Firaun, bersama anak-anaknya.”
Kisah ini menunjukkan betapa besarnya kemuliaan yang Allah berikan kepada Masyithah. Meski tubuhnya binasa dalam minyak mendidih, Allah menjadikannya mulia di surga. Aroma wangi itu menjadi pertanda keteguhan iman dan pengorbanan yang luar biasa.
Penutup
Kisah Masyithah, tukang sisir putri Firaun, adalah bukti nyata keberanian seorang wanita dalam mempertahankan iman. Ia mengucap “Bismillah” dengan tulus, lalu menanggung konsekuensi besar atas kalimat itu. Namun, pengorbanannya tidak sia-sia. Allah menjadikannya mulia, harum namanya hingga ke surga.
Kita, sebagai umat Islam, bisa mengambil hikmah dari keteguhan hati Masyithah. Meski hidup di zaman modern yang penuh godaan, kita tetap perlu menjaga iman, berkata jujur, dan berpegang pada kebenaran. Karena pada akhirnya, yang akan menyelamatkan kita bukanlah harta, jabatan, atau kedudukan, melainkan iman yang teguh kepada Allah SWT.
Kisah Masyithah disebut dalam sebagian hadis Rasulullah tentang Isra mi’raj yang diriwayatkan Imam Ahmad, Ibnu Hibban, dan Thabrani. Hadis tersebut datang dari Hammad bin Salamah dari Atha’ bin Saib. Dalam perjalanan Isra Mi’raj ke Masjidil al-Aqsa, Rasulullah melewati sebuah daerah yang aromanya sangat harum semerbak seperti harum kasturi.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
