Khazanah
Beranda » Berita » Utsman ibn Mazh‘un : Sahabat Pendahulu yang Saleh

Utsman ibn Mazh‘un : Sahabat Pendahulu yang Saleh

Utsman ibn Mazh‘un : Sahabat Pendahulu yang Saleh
Ilustrasi sahabat yang sedang membaca mushaf.

SURAU.CO-Utsman ibn Mazh‘un seorang sahabat Nabi dari suku Quraisy keturunan Bani Jumahi. Ayahnya bernama Mazh‘un ibn Habib ibn Wahab ibn Khudzafah. Ibunya bernama Sukhailah binti al-Anbas ibn Ahban ibn Khudzafah al-Jumahiyah. Utsman ibn Mazh‘un dipanggil dengan nama panggilan Abu al-Sa’ib.

Kelompok awal yang memeluk Islam

Utsman ibn Mazh‘un termasuk orang yang lebih dahulu memeluk Islam. Ia adalah orang yang ke-14. Ketika para sahabat mengalami banyak tekanan dan siksaan dari kaum Quraisy, Rasulullah saw. mengizinkan mereka berhijrah ke Abisinia. Utsman ikut serta dalam rombongan Muhajirin bersama putranya, al-Sa’ib ibn Utsman dan kedua saudaranya—Qudamah dan Abdullah ibn Mazh‘un. Mereka hidup dengan tenteram dan dapat menjalankan ibadah dengan tenang. Raja Najasi sebagai penguasa sangat menghormati dan memperlakukan mereka dengan baik.

Ketika kaum Muhajirin mendengar bahwa kaum Quraisy telah memeluk Islam, mereka berencana pulang ke kampung halaman di Makkah. Namun, saat mereka mendekati Makkah, barulah mereka menyadari, kabar itu tidak benar. Maka, sebagian mereka kembali ke Abisinia dan sebagian lain melanjutkan perjalanan ke Makkah dan menetap bersama sanak keluarga mereka. Salah seorang yang memilih pulang ke Makkah adalah Utsman ibn Mazh‘un dan ia menumpang di rumah al-Walid ibn al-Mughirah.

Menyaksikan penderitaan muslim lain

Utsman ibn Mazh‘un adalah orang yang cerdik dan pandai. Meskipun merasa aman tinggal bersama al-Walid ibn al-Mughirah, ia tetap saja tidak merasa bebas. Ia menyaksikan penderitaan yang saudara-saudaranya alami, mereka yang lemah, yang selalu mengalami tekanan dan siksaan kaum musyrik Quraisy.

Ibn Ishaq menuturkan bahwa ketika Utsman ibn Mazh‘un melihat penderitaan para sahabat Nabi saw., sementara ia hidup tenang di kediaman keluarga al-Mughirah, ia berkata, “Demi Allah, aku dapat hidup tenang karena mendapat perlindungan dari seorang musyrik, sementara sahabat dan saudaraku seagama hidup menderita dan tersiksa. Sungguh aku telah melakukan kesalahan yang besar.”

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Berlepas dari perlindungan al-Walid

Maka, ia pergi menemui al-Walid ibn al-Mughirah dan berkata, “Hai Abu Abdi Syams! Engkau telah memenuhi tanggung jawabmu dan memberiku perlindungan. Kini, aku melepaskan diri dari ikatan perlindunganmu.” Al-Walid merasa heran dan bertanya, “Apa yang terjadi, hai keponakanku? Adakah seseorang dari kaumku yang menyakitimu?” Utsman menjawab, “Tidak, tetapi aku lebih memilih berada dalam lindungan Allah dan aku tak mau berlindung kepada selain Dia.” Al-Walid berkata, “Kalau begitu, pergilah ke masjid! Lepaskan ikatan perlindunganku secara terang-terangan seperti ketika dulu kau meminta perlindunganku.”

Mereka berdua bergegas pergi ke masjid. Tiba di sana, al-Walid mengumumkan kepada khalayak, “Utsman datang ke sini untuk melepaskan diri dari ikatan perlindunganku.” Utsman langsung menimpali, “Benar sekali, ia telah memenuhi tanggung jawabnya dan memberi perlindungan kepadaku dengan baik. Akan tetapi, sekarang aku tak mau berlindung kepada selain Allah dan aku kembalikan perlindungannya.”

Beradu syair dengan kaum Quraisy

Suatu ketika, Utsman ibn Mazh‘un memasuki majelis tempat kaum Quraisy berkumpul untuk mengadu kepandaian bersyair bersamaan dengan masuknya Labid ibn Rabi‘ah ibn Malik ibn Ja‘far ibn Kilab. Keduanya duduk, lalu Labid berkata, “Ingatlah, setiap sesuatu tanpa Allah adalah Batil.” Utsman menjawab, “Kau benar.” Labid melanjutkan, “Dan setiap kenikmatan tak mustahil sirna.” Utsman menjawab, “Kau dusta! Kenikmatan surga tidak akan sirna!”

Karena tersinggung, Labid ibn Rabi‘ah berseru, “Wahai kaum Quraisy, demi Allah, teman kalian belum pernah ada yang disakiti, lalu sejak kapan itu terjadi pada kalian?” Seorang Quraisy menjawab, “Orang ini (Utsman ibn Mazh‘un) termasuk orang bodoh yang telah meninggalkan agama kita sehingga sudah pasti ia tidak akan bisa melawan perkataanmu.” Tetapi Utsman tak mau kalah. Ia menjawab setiap bantahan yang mengarah padanya hingga suasana menjadi panas.

Mengalami peniayaan dari kaum Quraisy

Tiba-tiba lelaki Quraisy memukul tepat mata Utsman dengan keras hingga lebam. Melihat kejadian itu, al-Walid ibn al-Mughirah merasa kasihan. Ia pun berkata kepada Utsman, “Demi Allah, hai keponakanku, seandainya kau berada dalam perlindunganku, tentu matamu takkan menjadi lebam.”

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

Utsman menjawab, “Demi Allah, kedua mataku yang ini memang membutuhkan rasa sakit seperti yang dialami saudaranya seiman. Dan ketahuilah, saat ini aku sudah berada dalam perlindungan Zat yang lebih mulia dan lebih kuasa darimu, hai Abu Abdi Syams!” Al-Walid berkata membujuk, “Kemarilah keponakanku, jika kau masih menginginkan perlindungan.” Utsman ujar berlalu pergi meninggalkan tempat, “Tidak,” itu sambil melantunkan syair:

“Jika mataku ini ada dalam rida Allah lalu mendapatkan siksaan dari seorang kafir yang tak mendapat petunjuk maka Tuhan sang maha penyayang pasti menggantinya dengan pahala, dan siapa saja yang Tuhan ridai, pasti akan bahagia.”

Pribadi yang taat beribadah

Setelah kejadian itu Utsman hijrah ke Madinah. Ia ikut dalam Perang Badar. Ia termasuk orang yang sangat tekun beribadah; siang hari berpuasa dan malam hari ia lewati dengan shalat, zikir, dan ibadah lain. Bahkan keluarga pun ia tinggalkan. Saking besarnya hasrat untuk beribadah kepada Allah, dan takut jika nafsu menyimpangkannya, ia pernah meminta izin kepada Nabi saw. untuk dikebiri, tetapi beliau melarangnya.

Merujuk riwayat Shahih al-Bukhari dari Ibn Syihab dari Sa’id ibn al-Musayyab dari Sa‘d ibn Abi Waqash bahwa Rasulullah saw. melarang Utsman ibn Mazh‘un dikebiri. “Seandainya beliau mengizinkannya, niscaya kami pun akan mengikuti langkahnya.” Terdapat pula riwayat dari Abu al-Yaman, Syu‘aib dari al-Zuhri dari Sa’id ibn al-Musayyab bahwa ia pernah mendengar Sa‘d ibn Abi Waqash berkata, “(Nabi saw.) melarang Utsman ibn Mazh‘un mengebiri dirinya sendiri. Seandainya saat itu beliau membolehkannya, pasti kami akan mengebiri diri kami sendiri.”

Dalam Asad al-Ghabah dijelaskan: Utsman ibn Mazh‘un termasuk orang yang mengharamkan arak (minuman keras) untuk pribadinya sendiri. Ia pernah berkata, “Aku tak minum minuman yang dapat menghilangkan akalku dan membuat orang yang lebih rendah menertawaiku.”

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

Mendapat pengakuan sebagai pendahulu yang saleh

Utsman ibn Mazh‘un adalah Muhajirin pertama yang dimakamkan di Baqi’. Ia wafat 22 bulan setelah Perang Badar, sebagaimana dituturkan oleh Ibn al-Atsir. Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Muhammad Basyar dari Abdurrahman ibn Mahdi dari Sufyan dari Ashim ibn Ubaidillah dari al-Qasim ibn Muhammad dari Aisyah r.a. bahwa Nabi saw. mencium Utsman ibn Mazh‘un saat ia wafat. Beliau menangis hingga kedua mata beliau tampak sembab.

Ketika “Ibrahim” putra baginda Rasulullah saw. wafat, beliau bersabda,

“Pendahulu yang saleh adalah Utsman ibn Mazh‘un.”

Beliau menandai makam Utsman dengan sebuah batu dan beliau sering menziarahinya. (St.Diyar)

Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement