Khazanah
Beranda » Berita » Ilmu Jiwa dalam Dunia Islam Kuno: Menyimak Bab Gangguan Mental Kitāb al-Ḥāwī

Ilmu Jiwa dalam Dunia Islam Kuno: Menyimak Bab Gangguan Mental Kitāb al-Ḥāwī

Ilmu jiwa dalam Kitāb al-Ḥāwī karya al-Rāzī
Ilustrasi seorang tabib Muslim yang mencatat tentang gangguan mental dalam kitab klasik.

Ketika kita mendengar istilah ilmu jiwa atau psikologi, yang terbayang sering kali adalah teori modern dari Eropa atau Amerika. Namun jauh sebelum Freud, Jung, dan tokoh Barat lainnya, dunia Islam sudah menaruh perhatian besar terhadap kesehatan jiwa. Salah satu karya monumental yang membahasnya adalah Kitāb al-Ḥāwī karya Abū Bakr Muhammad ibn Zakariyyā al-Rāzī (865–925 M). Buku medis ensiklopedis ini tidak hanya membicarakan penyakit fisik, tetapi juga memberi ruang penting bagi pembahasan gangguan mental.

Artikel ini mencoba menyajikan ulasan santai namun bernuansa ilmiah mengenai bagaimana al-Rāzī memandang gangguan jiwa dalam kerangka kesehatan yang menyeluruh.

Fenomena Sehari-hari: Dari Gelisah hingga Putus Asa

Gangguan jiwa tidak selalu hadir dalam bentuk yang ekstrem. Sering kali ia bermula dari rasa cemas berlebihan, sulit tidur, atau kehilangan motivasi. Dalam kehidupan modern, banyak orang yang bekerja dengan tekanan tinggi hingga tubuh dan pikiran sama-sama lelah.

Al-Rāzī melihat gejala ini sebagai sesuatu yang harus diperhatikan serius. Dalam Kitāb al-Ḥāwī ia menulis:

“كثير من أمراض النفس تبدأ من الحزن الطويل والقلق المتتابع.”
Banyak penyakit jiwa bermula dari kesedihan yang panjang dan kecemasan yang terus-menerus.

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

Kutipan ini seakan mengingatkan kita bahwa kesedihan yang dibiarkan berlarut-larut bukanlah hal kecil. Ia bisa menjadi benih dari gangguan mental yang lebih berat.

Keseimbangan Jiwa dalam Perspektif Islam

Al-Qur’an menyinggung pentingnya ketenangan hati sebagai kunci kehidupan sehat. Allah berfirman:

﴿أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ﴾
Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang. (QS. ar-Ra‘d: 28)

Ayat ini selaras dengan pendekatan al-Rāzī. Baginya, ketenangan batin adalah bagian dari terapi. Ia tidak hanya mengandalkan obat fisik, tetapi juga menekankan faktor spiritual dan lingkungan.

Kitāb al-Ḥāwī: Mengurai Akar Gangguan Mental

Al-Rāzī memandang jiwa manusia sebagai bagian integral dari tubuh. Menurutnya, gangguan mental bisa muncul karena dua hal: kondisi fisik yang tidak seimbang, atau tekanan psikis yang berlebihan. Ia menulis:

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

“الخلل في أخلاط البدن قد يظهر في هيئة اضطراب النفس.”
Ketidakseimbangan cairan tubuh bisa tampak dalam bentuk gangguan jiwa.

Pernyataan ini menarik, karena menunjukkan keterkaitan erat antara tubuh dan pikiran. Hari ini, kita mengenalnya dengan konsep psikosomatis. Artinya, kesehatan fisik dan mental tidak dapat dipisahkan.

Obat, Lingkungan, dan Dukungan Sosial

Dalam terapinya, al-Rāzī tidak hanya memberi resep obat. Ia percaya suasana hati dan lingkungan sekitar juga menjadi bagian penting dari proses penyembuhan. Dalam Kitāb al-Ḥāwī ia menulis:

“ينبغي للطبيب أن يهيئ للمريض جوًّا من الأنس والرفق، فإن ذلك يعجّل بالشفاء.”
Seorang tabib hendaknya menyiapkan bagi pasien suasana penuh kasih dan kelembutan, karena itu mempercepat kesembuhan.

Konsep ini relevan dengan prinsip terapi suportif dalam dunia psikiatri modern: pasien tidak hanya membutuhkan obat, tetapi juga dukungan sosial, kasih sayang, dan empati.

Ziarah Makam Hari Jum’at, Apa Hukumnya?

Menjaga Jiwa dengan Doa dan Pola Hidup Sehat

Gangguan mental tidak bisa dilepaskan dari aspek spiritual. Rasulullah ﷺ bersabda:

“تَدَاوَوْا عِبَادَ اللَّهِ، فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ دَوَاءً”
Berobatlah, wahai hamba-hamba Allah, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan menurunkan pula obatnya. (HR. Ahmad)

Hadis ini memperlihatkan keseimbangan antara usaha medis dan spiritual. Al-Rāzī sendiri menekankan bahwa doa, ibadah, serta penguatan keimanan dapat menjadi obat jiwa.

Selain itu, ia juga memberi nasihat praktis terkait gaya hidup:

“النوم المنتظم والطعام المعتدل يقيان النفس من أكثر عللها.”
Tidur yang teratur dan makanan yang seimbang melindungi jiwa dari banyak penyakitnya.

Relevansi untuk Dunia Modern

Jika menoleh ke masa kini, kita bisa melihat betapa relevan catatan al-Rāzī. Banyak orang mengalami burnout, depresi ringan, atau rasa cemas karena tekanan hidup. Pesan dari Kitāb al-Ḥāwī terasa sederhana, namun penuh makna: jangan abaikan gejala awal, rawat tubuh dan jiwa, dan seimbangkan obat dengan doa serta dukungan sosial.

Hal ini seakan menjadi pengingat bahwa warisan keilmuan Islam bukan sekadar sejarah, tetapi bisa terus menjadi inspirasi untuk mengembangkan ilmu kesehatan jiwa di masa depan.

Penutup: Warisan Abadi al-Rāzī dalam Ilmu Jiwa

Al-Rāzī, melalui Kitāb al-Ḥāwī, menghadirkan pandangan yang melampaui zamannya. Ia melihat bahwa sakit jiwa bukanlah aib, melainkan penyakit yang bisa dirawat dengan pendekatan medis, spiritual, dan sosial.

Dalam pandangan Islam, manusia adalah makhluk jasmani sekaligus ruhani. Maka menjaga keduanya adalah amanah. Dengan menyimak catatan al-Rāzī, kita belajar bahwa ilmu jiwa dalam Islam kuno bukan sekadar catatan medis, melainkan cermin kebijaksanaan yang membimbing kita hingga hari ini.

 

*Sugianto Al-Jawi

Budayawan Kontenporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement