Muhammad ibn Zakariyyā al-Rāzī (w. 925 M) menjadi salah satu karya ensiklopedis paling berpengaruh dalam sejarah kedokteran Islam. Di dalamnya, al-Rāzī tidak hanya mengulas penyakit fisik, tetapi juga memaparkan gangguan mental seperti depresi, delusi, dan ketakutan yang melumpuhkan. Frasa kunci Kitāb al-Ḥāwī selalu relevan ketika membahas akar psikiatri Islam, karena karya ini memadukan diet, obat, dan doa sebagai tiga pilar utama dalam terapi jiwa.
Fenomena sehari-hari menunjukkan bahwa kesehatan mental sering diabaikan. Banyak orang mengandalkan obat tidur atau stimulan tanpa memperhatikan gaya hidup. Padahal, sejak seribu tahun lalu, al-Rāzī sudah menekankan keseimbangan antara pola makan, perawatan medis, dan spiritualitas. Ia melihat tubuh dan jiwa sebagai kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Menata Diet untuk Menyehatkan Jiwa
Dalam Kitāb al-Ḥāwī, al-Rāzī berulang kali menekankan pentingnya makanan dalam menjaga stabilitas mental. Baginya, apa yang dikonsumsi seseorang berpengaruh langsung pada keadaan psikologisnya. Ia menulis:
“الغذاء المعتدل يُعين العقل على صفاء الفكر ويُقوّي النفس.”
“Makanan yang seimbang membantu akal menjadi jernih dan menguatkan jiwa.”
Kita bisa membayangkan betapa relevan pandangan ini dalam kehidupan modern. Saat seseorang terlalu sering mengonsumsi gula atau kafein berlebihan, ia lebih mudah gelisah atau sulit tidur. Al-Rāzī mengajarkan bahwa pola makan sederhana dengan kandungan gizi seimbang bukan hanya menyehatkan tubuh, tetapi juga menenangkan pikiran.
Al-Qur’an pun menegaskan:
كُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا
“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.” (QS. al-A‘rāf: 31).
Pesan ini sangat sesuai dengan pilar pertama terapi ala al-Rāzī: diet yang moderat.
Obat sebagai Penopang, Bukan Segalanya
Al-Rāzī dikenal sebagai tabib yang sangat teliti dalam meresepkan obat. Namun, ia tidak menjadikan obat sebagai satu-satunya jalan. Dalam Kitāb al-Ḥāwī ia menulis:
“الدواء يُسكن العلة، ولكنه لا يغني عن تهذيب النفس.”
“Obat dapat meredakan penyakit, tetapi tidak menggantikan pengendalian jiwa.”
Pernyataan ini menegaskan bahwa obat penting, tetapi bukan solusi tunggal. Dalam fenomena sehari-hari, kita sering melihat orang mengandalkan pil antidepresan tanpa mengubah pola hidup atau mencari makna spiritual. Pandangan al-Rāzī mengingatkan kita untuk tidak jatuh pada ketergantungan obat semata.
Rasulullah ﷺ juga memberikan arahan tentang pentingnya berobat:
تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ دَوَاءً
“Berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan pula obatnya.” (HR. Abū Dāwūd).
Hadis ini menguatkan pilar kedua: penggunaan obat secara bijak dan proporsional.
Doa dan Spiritualitas Sebagai Penyembuh Jiwa
Pilar ketiga terapi menurut al-Rāzī adalah doa. Ia menekankan bahwa doa dan ketenangan spiritual memberi pengaruh mendalam bagi jiwa yang rapuh. Dalam Kitāb al-Ḥāwī, ia menulis:
“الدعاء والذكر يبعثان في القلب راحة تُعين الجسد على الشفاء.”
“Doa dan dzikir menumbuhkan ketenangan dalam hati yang membantu tubuh untuk sembuh.”
Kalimat ini menunjukkan betapa doa bukan sekadar ritual, melainkan terapi psikologis. Fenomena sehari-hari membuktikan: orang yang rajin berdoa, bermeditasi, atau berdzikir cenderung lebih stabil menghadapi tekanan hidup.
Al-Qur’an pun menegaskan fungsi spiritualitas ini:
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. ar-Ra‘d: 28).
Doa dan dzikir adalah jembatan antara jiwa yang gundah dan Tuhan yang Maha Menenangkan.
Mengintegrasikan Tiga Pilar dalam Kehidupan
Diet, obat, dan doa bukanlah pilihan yang berdiri sendiri, melainkan rangkaian yang saling melengkapi. Al-Rāzī melihat terapi gangguan mental sebagai kombinasi yang menuntut disiplin. Pola makan menjaga tubuh tetap stabil, obat membantu meredakan gejala, dan doa memulihkan makna hidup.
Ia menulis sebuah pengingat yang dalam:
“العاقل من جمع بين حفظ البدن ومعالجة النفس وتقوية الروح.”
“Orang yang bijak adalah ia yang memadukan penjagaan tubuh, perawatan jiwa, dan penguatan ruh.”
Ungkapan ini terasa sangat relevan di zaman modern, ketika banyak orang sibuk merawat tubuh namun lupa memperhatikan jiwanya. Integrasi tiga pilar al-Rāzī bisa menjadi panduan praktis bagi siapa saja yang ingin hidup seimbang.
Relevansi Kitāb al-Ḥāwī Hari Ini
Di tengah meningkatnya angka depresi dan kecemasan global, pesan al-Rāzī terasa semakin hidup. Kitāb al-Ḥāwī bukan sekadar karya medis kuno, melainkan warisan yang menegaskan pentingnya keseimbangan. Manusia bukan hanya tubuh yang butuh gizi, atau pikiran yang butuh obat, tetapi juga ruh yang haus makna.
Dengan mengintegrasikan diet, obat, dan doa, kita menemukan kembali keseimbangan yang sering hilang dalam hiruk-pikuk modernitas. Pandangan al-Rāzī adalah undangan untuk kembali manusiawi, untuk melihat jiwa sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kesehatan.
*Sugianto Al-Jawi
Budayawan Kontenporer Tulungagung
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
