Menemukan Kedamaian Lewat Kata-kata
Banyak orang merasa lebih ringan setelah berbagi cerita dengan sahabat. Tak jarang, obrolan sederhana, yang terkadang disertai tawa, mampu melepaskan beban di dada. Menariknya, fenomena ini ternyata bukan hanya pengalaman modern, melainkan juga telah diperhatikan sejak berabad-abad lalu. Sebagai contoh, dalam Kitāb al-Ḥāwī, Abū Bakr al-Rāzī (w. 925 M) mengungkapkan bagaimana percakapan, nasihat, dan hubungan sosial bisa menjadi bagian dari pengobatan jiwa.
Lebih lanjut, al-Rāzī menekankan bahwa tubuh dan jiwa saling terhubung. Dengan kata lain, jika tubuh sakit, jiwa pun ikut terganggu; begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, humor hitam, kegelisahan, dan kesedihan tidak hanya diatasi dengan ramuan obat, melainkan juga melalui terapi psikologis berbasis percakapan.Ia menulis:
“النفس إذا آنست بصديق فرحت وسكنت، وكان ذلك أنفع لها من كثير من الدواء”
“Jiwa, ketika merasa akrab dengan seorang sahabat, akan gembira dan tenang, dan hal itu lebih bermanfaat baginya daripada banyak obat.”
Pandangan ini membuat kita melihat betapa obrolan hangat, yang dianggap sepele, sesungguhnya bisa menjadi terapi jiwa.
Obrolan Sehari-hari yang Menjadi Obat
Pernahkah kita merasa lega setelah menceritakan masalah kepada seseorang yang mau mendengarkan dengan tulus? Al-Rāzī sudah melihat fenomena ini jauh sebelum psikologi modern lahir. Ia mengamati pasien yang sembuh lebih cepat ketika didukung oleh lingkaran sosial yang sehat.
Dalam Kitāb al-Ḥāwī, ia menulis:
“الكلمة الطيبة قد ترفع همّ المريض وتبعث في قلبه الرجاء”
“Kata-kata yang baik dapat mengangkat beban pasien dan menumbuhkan harapan dalam hatinya.”
Ucapan penuh empati ternyata bekerja layaknya obat. Kata-kata bisa menggerakkan hormon, membangkitkan semangat, dan menguatkan jiwa.
Perspektif Spiritual tentang Obrolan dan Hati
Islam sendiri mengajarkan pentingnya kata yang baik. Allah ﷻ berfirman:
وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا
“Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (QS. Al-Baqarah: 83)
Ayat ini menegaskan bahwa perkataan baik bukan hanya etika sosial, tetapi juga bagian dari kesehatan spiritual. Kata yang baik bisa mengubah suasana hati seseorang, mengangkatnya dari kesedihan, bahkan memperbaiki kondisi jiwanya.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
الكلمة الطيبة صدقة
“Perkataan yang baik adalah sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menambah makna bahwa berbicara baik bukan hanya bermanfaat untuk orang lain, tetapi juga bernilai ibadah.
Al-Rāzī dan Cikal Bakal Psikoterapi
Meski tidak menyebut istilah psikoterapi, Al-Rāzī sudah menekankan metode serupa. Ia menulis:
“من أنفع علاج العليل أن يُشغل فكره بالحديث النافع والأنس بالأصحاب”
“Salah satu pengobatan paling bermanfaat bagi orang sakit adalah menyibukkan pikirannya dengan percakapan yang berguna dan keakraban bersama sahabat.”
Bagi Al-Rāzī, kata-kata dapat mengalihkan pikiran dari rasa sakit. Dengan obrolan, pasien terhubung dengan orang lain, merasa dihargai, dan punya alasan untuk bertahan. Inilah prinsip dasar terapi berbasis percakapan yang kini dikenal dalam psikologi modern.
Jiwa yang Dikuatkan oleh Lingkungan
Lingkungan sosial menjadi kunci penting dalam menjaga kesehatan jiwa. Al-Rāzī menilai bahwa sahabat, keluarga, dan komunitas memiliki peran besar. Dalam Kitāb al-Ḥāwī, ia menegaskan:
“العزلة تزيد في همّ النفس، والمخالطة الطيبة تشرح الصدر”
“Kesendirian memperbesar kesedihan jiwa, sementara pergaulan yang baik melapangkan hati.”
Betapa sering kita mendengar saran untuk tidak memendam masalah sendirian. Nyatanya, Al-Rāzī telah menuliskan hal itu sejak seribu tahun lalu. Obrolan, interaksi, dan pertemanan menjadi benteng alami melawan kesepian dan depresi.
Relevansi untuk Kehidupan Modern
Di era digital, kita sering terjebak dalam percakapan singkat di layar gawai, tetapi jarang benar-benar mendengar atau didengar. Padahal, obrolan yang penuh perhatian lebih menyehatkan daripada ribuan pesan singkat.
Jika mengikuti jejak Al-Rāzī, mungkin kita perlu menghidupkan kembali kebiasaan duduk bersama, bercakap santai, mendengar dengan empati, dan berbagi kisah. Itulah cara sederhana merawat jiwa di tengah dunia yang semakin bising.
Refleksi: Kata-kata sebagai Obat Jiwa
Al-Rāzī mengajarkan bahwa kesehatan jiwa bisa tumbuh dari sesuatu yang sangat sederhana: obrolan hangat. Kata yang baik, kehadiran sahabat, dan interaksi yang tulus adalah terapi yang tidak kalah ampuh dibanding obat kimia.
Nabi ﷺ bersabda:
تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah bagimu.” (HR. Tirmidzi)
Hadis ini melengkapi pandangan Al-Rāzī: bukan hanya kata, bahkan ekspresi wajah bisa menjadi obat jiwa. Maka, menjaga lisan dan hati bukan hanya urusan akhlak, melainkan juga terapi kesehatan jiwa.
Penutup: Menghidupkan Terapi Kata dalam Hidup Kita
Membaca Kitāb al-Ḥāwī mengingatkan kita bahwa manusia selalu mencari keseimbangan antara tubuh dan jiwa. Al-Rāzī melihat percakapan, humor, dan persahabatan sebagai bagian dari pengobatan. Dalam bahasa modern, kita bisa menyebutnya psikoterapi awal.
Ketika obrolan tulus menjadi jembatan hati, ia bisa menyembuhkan luka yang tak terlihat. Maka, mari kita rawat diri sendiri dan orang lain dengan kata-kata yang penuh kasih, sebab mungkin saja obrolan sederhana hari ini adalah terapi paling ampuh untuk jiwa yang rapuh.
*Sugianto Al-Jawi
Budayawan Kontenporer Tulungagung
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
