Khazanah
Beranda » Berita » Kekuatan Jiwa: Dari Hasrat hingga Akal

Kekuatan Jiwa: Dari Hasrat hingga Akal

ilustrasi kekuatan jiwa menurut Al-Fārābī
Seorang manusia digambarkan dengan simbol hati (hasrat), tangan bergerak (penggerak), dan cahaya di kepala (akal).

Surau.co. Ketika manusia bangun di pagi hari, ia tidak hanya digerakkan oleh tubuh yang sehat, tetapi juga oleh sesuatu yang lebih halus dan mendalam: jiwa. Jiwa bukan sekadar “nyawa” yang menghidupkan tubuh, melainkan pusat dari hasrat, perasaan, dan akal. Membicarakan kekuatan jiwa selalu menarik, karena menyentuh pertanyaan paling dasar: mengapa kita ingin, merasa, dan berpikir? Al-Fārābī, seorang filsuf Muslim abad ke-10, mencoba menjawabnya dalam kitabnya Risāla fī al-Nafs (Risalah tentang Jiwa).

Dalam karya ini, ia mengklasifikasikan jiwa manusia menjadi beberapa kekuatan yang saling terkait: kekuatan hasrat, kekuatan penggerak, dan kekuatan akal. Pemahaman ini bukan hanya penting secara filosofis, tetapi juga relevan untuk keseharian kita—misalnya saat menahan amarah, menentukan pilihan hidup, atau mengejar ilmu.

Hasrat Sebagai Gerak Awal Jiwa

Setiap tindakan manusia lahir dari keinginan. Seorang anak kecil menangis karena lapar, seorang pemuda bekerja karena ingin hidup layak, sementara seorang alim menulis kitab karena terdorong cinta ilmu. Al-Fārābī menyebut hal ini sebagai kekuatan hasrat dalam jiwa.

Ia menulis:
“النفس تشتهي ما تظنه كمالاً، وتفر من ما تراه نقصاناً.”
“Jiwa itu mendambakan apa yang ia anggap sebagai kesempurnaan, dan menjauhi apa yang ia pandang sebagai kekurangan.”

Hasrat ini pada dasarnya netral. Ia bisa mengarah pada kebaikan maupun keburukan. Al-Qur’an pun mengingatkan:

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ
“Sesungguhnya jiwa itu benar-benar mendorong kepada kejahatan.” (QS. Yusuf: 53)

Namun, hasrat yang diarahkan dengan benar akan menjadi bahan bakar kebaikan. Ia menggerakkan manusia untuk beramal, belajar, bahkan beribadah dengan penuh semangat.

Daya Penggerak: Dari Niat ke Perbuatan

Hasrat tidak akan berarti bila tidak diwujudkan dalam tindakan. Menurut Al-Fārābī, jiwa memiliki kekuatan penggerak (quwwa muharrika), yaitu bagian dari jiwa yang menghubungkan keinginan dengan gerakan nyata.

Dalam Risāla fī al-Nafs, beliau menulis:
“القوة المحركة هي التي تجعل الإرادة فعلاً محسوساً في الجسد.”
“Kekuatan penggerak adalah yang menjadikan kehendak sebagai tindakan yang tampak pada tubuh.”

Contoh sederhana: seseorang yang ingin sehat (hasrat), kemudian ia memutuskan berolahraga (penggerak). Tanpa daya ini, keinginan hanya tinggal angan-angan.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Rasulullah ﷺ pernah mengingatkan pentingnya keselarasan niat dan tindakan:

«إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ»
“Sesungguhnya amal itu bergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Daya penggerak inilah yang menjadikan niat bukan sekadar konsep, melainkan kenyataan.

Akal: Cahaya Pemandu Jiwa

Yang paling tinggi dari seluruh kekuatan jiwa menurut Al-Fārābī adalah akal. Ia memandang akal sebagai cahaya yang membimbing hasrat dan gerakan agar tidak liar. Tanpa akal, manusia hanya akan menjadi budak keinginan.

Al-Fārābī menulis:
“العقل هو القوة التي تميز بين النافع والضار، وبين الحق والباطل.”
“Akal adalah kekuatan yang membedakan antara yang bermanfaat dan yang mudarat, antara yang benar dan yang batil.”

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Al-Qur’an berulang kali mengingatkan manusia agar menggunakan akalnya:

أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Maka apakah kamu tidak berakal?” (QS. Al-Baqarah: 44)

Dengan akal, manusia mampu menyaring hasrat dan mengendalikan gerakannya, sehingga hidupnya tidak terombang-ambing.

Keseharian Kita: Pertarungan Hasrat dan Akal

Dalam hidup sehari-hari, kita sering merasakan tarik menarik antara hasrat dan akal. Misalnya, seseorang yang ingin makan berlebihan padahal sedang diet. Hasratnya ingin kenyang, tetapi akalnya berkata cukup. Atau seorang pelajar yang tergoda menunda belajar karena ingin bermain gawai, sementara akalnya menyarankan untuk fokus.

Fenomena ini menunjukkan bahwa jiwa manusia adalah arena pertarungan. Keseimbangan antara hasrat, penggerak, dan akal menentukan kualitas hidup.

Mengelola Kekuatan Jiwa Secara Islami

Islam memberikan pedoman agar kekuatan jiwa tidak salah arah. Pertama, dengan mujahadah al-nafs (melawan hawa nafsu). Rasulullah ﷺ bersabda:

«الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي اللَّهِ»
“Orang yang berjihad adalah yang berjihad melawan dirinya demi Allah.” (HR. Ahmad)

Kedua, dengan ilmu. Semakin seseorang memahami hakikat jiwa, semakin ia mampu mengelolanya. Ketiga, dengan ibadah, karena ibadah melatih jiwa agar tunduk pada yang benar, bukan pada hasrat semata.

Refleksi: Dari Diri Menuju Kesempurnaan

Merenungi gagasan Al-Fārābī, kita dapat menyimpulkan bahwa jiwa adalah pusat kehidupan manusia. Hasrat memberi arah, daya penggerak mewujudkannya, dan akal menjadi penuntun.

Al-Fārābī sendiri menutup gagasannya dengan sebuah kalimat indah:
“كمال الإنسان في أن يسوس قواه النفسية بالعقل.”
“Kesempurnaan manusia terletak pada kemampuannya menundukkan kekuatan jiwanya dengan akal.”

Maka, mari bertanya pada diri sendiri: apakah hari ini kita sudah mengarahkan hasrat, gerakan, dan akal menuju kebaikan?


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement